Melemah 0,43%, Depresiasi Rupiah Terdalam Kedua di Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
08 June 2018 16:52
Melemah 0,43%, Depresiasi Rupiah Terdalam Kedua di Asia
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah hari ini. Kombinasi faktor domestik dan eksternal jadi penyebab depresiasi rupiah. 

Pada Jumat (8/6/2018) pukul 16:00 WIB, US$ 1 di pasar spot berada di Rp 13.925. Rupiah melemah 0,43% dibandingkan penutupan kemarin. 

Sejak pembukaan, rupiah sudah melemah terhadap greenback. Seiring perjalanan pasar, pelemahan tersebut menjadi semakin dalam. 

Posisi terlemah rupiah berada di Rp 13.942/US$. Sementara terkuatnya ada di Rp 13.890. 

Reuters

Rupiah senasib sependeritaan dengan dengan sejumlah mata uang utama regional yang melemah cukup signifikan. Dengan depresiasi 0,48%, rupiah menjadi mata uang dengan pelemahan terdalam kedua setelah peso Filipina.  

Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang utama Asia terhadap dolar AS pada pukul 16:15 WIB:

Mata UangBid TerakhirPerubahan (%)
Yen Jepang109,29+0,38
Yuan China6,41-0,32
Won Korsel1.075,55-0,37
Dolar Taiwan29,88-0,37
Rupee India67,61-0,30
Dolar Singapura1,34-0,20
Peso Filipina52,77-0,53
Baht Thailand32,05-0,09
 
Rupiah dan mata uang Asia tidak mampu menandingi keperkasaan dolar AS. Terhadap enam mata uang utama, greenback terapresiasi 0,24%.

Dolar AS seakan balas dendam setelah kemarin tertekan.
 Sepertinya dolar AS tengah jadi incaran. Investor melakukan antisipasi dan menyiapkan amunisi jelang pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pada 12-13 Juni mendatang.  

Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) kemungkinan besar akan menaikkan suku bunga acuan menjadi 1,75-2%. Peluang kenaikan 25 basis poin tersebut adalah 93,8%, menurut CME Fedwatch. 

Saat suku bunga naik, maka memegang dolar AS menjadi menguntungkan karena nilainya naik. Ini membuat investor berduyun-duyun mengoleksi greenback. Permintaan dolar AS yang tinggi membuat mata uang global bergerak melemah, termasuk rupiah. 

Sementara dari dalam negeri, setidaknya ada dua sentimen yang membebani. Pertama adalah hari ini merupakan saat terakhir perdagangan.

Mulai Senin pekan depan, pasar libur karena cuti bersama menyambut Hari Raya Idul Fitri. Cuti bersama ini cukup lama, pasar baru aktif pada 20 Juni. Artinya, tidak ada perdagangan selama lebih dari sepekan. 

Investor tentu tidak ingin dananya menganggur di Indonesia. Oleh karena itu investor pun cenderung keluar dari Indonesia untuk bermain di negara lain. 

Di pasar saham, nilai jual bersih investor asing mencapai Rp 2,45 triliun. Sementara di pasar obligasi, arus modal keluar bisa dilihat dari kenaikan imbal hasil (yield). Untuk obligasi pemerintah tenor 10 tahun, saat ini yield berada di 7,272%. Naik dibandingkan kemarin yaitu 7,237%. 

Kedua, ternyata data penjualan ritel yang dirilis Bank Indonesia (BI) kemarin direspons negatif oleh pasar. BI mencatat Indeks Penjualan Riil (IPR) periode Mei 2018 tumbuh 4,1% secara year-on-year (YoY). Lebih baik dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 2,5%. 

Namun IPR edisi Mei 2017 lebih baik yaitu 4,2%. Artinya, penjualan belum pulih dibandingkan tahun sebelumnya. 

Data ini membuat saham-saham barang konsumsi tertekan karena aksi jual. UNVR turun 1,73, HMSP melemah 1,63%, ICBP berkurang 1,67%, dan KLBF amblas 7,17%. Akhirnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) secara keseluruhan jatuh 1,85%.

Keluarnya arus modal membuat rupiah kehilangan pijakan untuk menguat. Tanpa sokongan faktor domestik, rupiah kemudian terseret arus pelemahan mata uang Asia.

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular