
Menimbang Untung-Rugi Pajak Buat Capital Outflows
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
06 June 2018 14:55

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) tengah mengkaji upaya untuk menstabilkan pasar keuangan dan nilai tukar rupiah. Salah satu upayanya adalah pengenaan pajak terhadap investasi portofolio agar tidak mudah datang dan pergi.
Hal tersebut diungkapkan oleh Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia (BI). Menurutnya, pajak diharapkan dapat menjadi instrumen disinsentif bagi arus modal jangka pendek.
"Kita sempat berlakukan minimum holding period di SBN (Surat Berharga Negara). Selain itu ada kebijakan negara lain seperti pajak imbal hasil atas aliran modal. Saya komunikasi dengan Menteri Keuangan, bisa nggak sekarang pajak imbal hasil diterapkan. Semakin pendek modal masuk dan keluar maka semakin tinggi pajaknya dan semakin lama di Indonesia maka pajak rendah," paparnya di Jakarta, Rabu (6/6/2018).
Perry menegaskan hal tersebut tidak bisa diterapkan begitu saja. Ketika terdapat risiko sistemik di perekonomian nasional, baru pengenaan pajak bisa diterapkan untuk menjaga stabilitas.
Untuk saat ini, memang sepertinya kurang arif mengeksekusi kebijakan tersebut. Indonesia belum terlalu desperate untuk mengerangkeng arus modal asing supaya tidak mudah keluar-masuk.
Bicara soal pelemahan rupiah, memang betul mata uang domestik melemah cukup dalam di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Sejak awal tahun, rupiah sudah melemah 2,2% terhadap greenback.
Namun mata uang negara-negara berkembang lainnya terdepresiasi jauh lebih dalam. Pelemahan paling tajam dialami oleh peso Argentina, yang sampai 25,4%. Di Asia, rupee India juga melemah lebih dalam ketimbang rupiah, yaitu 4,8%.
Penerapan pajak bisa mengurangi minat investor untuk masuk ke pasar keuangan Indonesia. Padahal, untuk saat ini Indonesia masih butuh investasi portofolio untuk menopang neraca pembayaran.
Sejak 2011, transaksi berjalan (current account) Indonesia selalu defisit. Oleh karena itu, neraca pembayaran membutuhkan transaksi modal dan finansial agar bisa surplus.
Pada kuartal I-2018, transaksi modal dan finansial memang masih surplus tetapi tidak mampu menambal lubang besar yang ditinggalkan transaksi berjalan. Hasilnya, neraca pembayaran membukukan defisit US$ 3,85 miliar. Sebelumnya, transaksi modal dan finansial masih mampu menalangi defisit transaksi berjalan sehingga neraca pembayaran tetap surplus.
Jika minat investor terhadap pasar keuangan Indonesia turun, maka arus modal masuk akan semakin berkurang. Akibatnya defisit neraca pembayaran bisa semakin lebar. Ini justru membuat rupiah melemah lebih dalam lagi, menjadi kontraproduktif dengan tujuan menjaga stabilitas nilai tukar.
Meski begitu, memang perlu ada pemikiran bagaimana untuk menjaga arus modal tidak mudah keluar, hal yang juga menyebabkan kerentanan rupiah. Saat ini, investor asing menjadi pemain penting di pasar keuangan domestik sehingga saat mereka keluar (apalagi kalau bersamaan) pasti menyebabkan tekanan terhadap nilai tukar.
Di SBN, kepemilikan asing per 4 Juni mencapai 38,14%. Sepertinya di negara-negara tetangga, tidak ada yang setinggi itu. Sementara di pasar saham, sekitar 40% aktivitas perdagangan dilakukan oleh investor asing.
Oleh karena itu, pergerakan rupiah seakan didikte oleh investor asing. Diperlukan sebuah instrumen pengelolaan, dan mungkin pajak adalah alternatif yang patut dipertimbangkan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
Hal tersebut diungkapkan oleh Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia (BI). Menurutnya, pajak diharapkan dapat menjadi instrumen disinsentif bagi arus modal jangka pendek.
"Kita sempat berlakukan minimum holding period di SBN (Surat Berharga Negara). Selain itu ada kebijakan negara lain seperti pajak imbal hasil atas aliran modal. Saya komunikasi dengan Menteri Keuangan, bisa nggak sekarang pajak imbal hasil diterapkan. Semakin pendek modal masuk dan keluar maka semakin tinggi pajaknya dan semakin lama di Indonesia maka pajak rendah," paparnya di Jakarta, Rabu (6/6/2018).
Untuk saat ini, memang sepertinya kurang arif mengeksekusi kebijakan tersebut. Indonesia belum terlalu desperate untuk mengerangkeng arus modal asing supaya tidak mudah keluar-masuk.
Bicara soal pelemahan rupiah, memang betul mata uang domestik melemah cukup dalam di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Sejak awal tahun, rupiah sudah melemah 2,2% terhadap greenback.
Namun mata uang negara-negara berkembang lainnya terdepresiasi jauh lebih dalam. Pelemahan paling tajam dialami oleh peso Argentina, yang sampai 25,4%. Di Asia, rupee India juga melemah lebih dalam ketimbang rupiah, yaitu 4,8%.
![]() |
Penerapan pajak bisa mengurangi minat investor untuk masuk ke pasar keuangan Indonesia. Padahal, untuk saat ini Indonesia masih butuh investasi portofolio untuk menopang neraca pembayaran.
Sejak 2011, transaksi berjalan (current account) Indonesia selalu defisit. Oleh karena itu, neraca pembayaran membutuhkan transaksi modal dan finansial agar bisa surplus.
Pada kuartal I-2018, transaksi modal dan finansial memang masih surplus tetapi tidak mampu menambal lubang besar yang ditinggalkan transaksi berjalan. Hasilnya, neraca pembayaran membukukan defisit US$ 3,85 miliar. Sebelumnya, transaksi modal dan finansial masih mampu menalangi defisit transaksi berjalan sehingga neraca pembayaran tetap surplus.
Jika minat investor terhadap pasar keuangan Indonesia turun, maka arus modal masuk akan semakin berkurang. Akibatnya defisit neraca pembayaran bisa semakin lebar. Ini justru membuat rupiah melemah lebih dalam lagi, menjadi kontraproduktif dengan tujuan menjaga stabilitas nilai tukar.
Meski begitu, memang perlu ada pemikiran bagaimana untuk menjaga arus modal tidak mudah keluar, hal yang juga menyebabkan kerentanan rupiah. Saat ini, investor asing menjadi pemain penting di pasar keuangan domestik sehingga saat mereka keluar (apalagi kalau bersamaan) pasti menyebabkan tekanan terhadap nilai tukar.
Di SBN, kepemilikan asing per 4 Juni mencapai 38,14%. Sepertinya di negara-negara tetangga, tidak ada yang setinggi itu. Sementara di pasar saham, sekitar 40% aktivitas perdagangan dilakukan oleh investor asing.
Oleh karena itu, pergerakan rupiah seakan didikte oleh investor asing. Diperlukan sebuah instrumen pengelolaan, dan mungkin pajak adalah alternatif yang patut dipertimbangkan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
Next Page
Perlu Solusi Jangka Panjang
Pages
Most Popular