BI Akan Naikkan Bunga Lagi, IHSG Melemah

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
06 June 2018 12:35
IHSG melemah 0,06% pada akhir sesi 1 ke level 6.085,31.
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 0,06% pada akhir sesi 1 ke level 6.085,31. Pelemahan IHSG terjadi kala bursa saham kawasan regional diperdagangkan bervariasi: indeks Nikkei naik 0,39%, indeks Hang Seng naik 0,45%, indeks Kospi naik 0,25%, indeks SET (Thailand) naik 0,61%, indeks KLCI (Malaysia) naik 0,33%, indeks Shanghai turun 0,15%, dan indeks Strait Times turun 0,23%.

Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 5,3 triliun dengan volume sebanyak 9,8 miliar saham. Frekuensi perdagangan adalah 332.625 kali.

Saham-saham yang berkontribusi signifikan bagi koreksi IHSG diantaranya: PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-1,44%), PT United Tractors Tbk/UNTR (-3,15%), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (-1,04%), PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (-0,79%), dan PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk/INKP (-2,33%).

Pasca dibuka melemah 0,08%, IHSG sebenarnya sempat kembali ke zona hijau. Namun, IHSG kembali terpeleset ke zona merah pasca Bank Indonesia (BI) memastikan kenaikan suku bunga acuan lebih lanjut.

"BI akan terus mempertimbangkan perkembangan domesik dan internasional untuk memanfaatkan kenaikan bunga secara terukur. Itu forward guidance. Kita lihat probablitias kenaikan bunga memang ada tapi tidak gila-gilaan. Terukur," kata Perry di Kantornya, Rabu (6/6/2018).

Belum lama ini, IHSG tertekan lantaran BI menaikkan suku bunga acuan untuk kali kedua dalam sebulan pada 30 Mei silam. Saham-saham emiten perbankan gencar dilepas investor asing kala itu.

Kenaikan suku bunga acuan lebih lanjut semakin membuka kemungkinan dinaikkannya suku bunga kredit oleh perbankan. Masalahnya, penyaluran kredit saat ini terbilang sudah lesu.

Dalam kondisi suku bunga acuan yang lebih rendah saja, BI mencatat pertumbuhan kredit perbankan hanya mencapai 8,94% YoY per akhir April 2018, lebih rendah dibandingkan posisi April 2017 sebesar 9,5% YoY. Realisasi tersebut juga jauh di bawah target BI untuk tahun ini yang berada di kisaran dua digit.

Jika suku bunga kredit dinaikkan, tentu konsumen dan pelaku usaha akan berpikir dua kali sebelum menarik kredit. Akibatnya, target pertumbuhan ekonomi nan ambisius yang dipatok sebesar 5,4% pada tahun ini kian mustahil untuk dicapai. Hal ini tentu bukan kabar baik bagi pasar saham.

Hingga kini saham-saham perbankan yang masuk dalam kategori BUKU IV memang belum semuanya berada di zona merah. Namun, bukan tak mungkin aksi jual akan gencar dilakukan pada sesi 2 nanti.

Kemudian, investor nampak grogi menantikan rilis data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) periode Mei yang dijadwalkan pada hari ini. Data ini akan memberikan indikasi mengenai prospek konsumsi masyarakat Indonesia kedepannya.

Sampai dengan siang hari ini, indeks saham sektor barang konsumsi melemah sebesar 0,54%, menjadikannya sektor dengan kontribusi terbesar bagi koreksi IHSG. Nampak ada pesimisme bahwa data IKK periode Mei akan bisa membawa kejutan.

Dari sisi eksternal, sentimen juga bisa dibilang kurang kondusif. Risiko pertama datang dari panasnya tensi dagang antara AS dengan mitra dagangnya. Meksiko sudah menerapkan bea masuk untuk membalas kebijakan serupa yang diterapkan oleh AS. Kini, impor daging babi, apel, dan kentang dikenakan bea masuk 20%. Sementara impor baja, keju, dan bourbon dikenakan bea masuk 25%.

Untuk menyelesaikan friksi dagang dengan para tetangganya, Presiden Trump berniat untuk menggantikan skema Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA) dengan kesepakatan bilateral. "Presiden tengah mencari jalan terbaik untuk mendapatkan keuntungan terbesar bagi AS. Apakah itu melalui NAFTA atau jalan lain, pilihan-pilihan itu ada," kata Sarah Sanders, Juru Bicara Gedung Putih, seperti dikutip dari Reuters.

Namun, upaya ini mendapat penolakan dari Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau. Negosiasi yang berlarut-larut dan perang bea masuk lebih lanjut sangat mungkin terjadi dalam beberapa waktu ke depan. Situasi juga bisa bertambah runyam kala Presiden AS Donald Trump bertemu dengan pimpinan negara anggota-anggota G7 lainnya pada akhir pekan ini.

Kemudian, persepsi mengenai kenaikan suku bunga acuan secara lebih agresif kembali mencuat ke permukaan. Hal ini terlihat dari imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun yang naik ke level 2,9406% dibandingkan posisi kemarin (5/6/2018) yang sebesar 2,919%.

Pemicunya adalah positifnya data-data ekonomi. Data ISM Non-Manufacturing Employment Index periode Mei tercatat di level 54,1, naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 53,6. Kemudian, data ISM Non-Manufacturing Paid Index juga naik ke level 64,3 dari sebelumnya 61,8.

The Federal Reserve juga akan melakukan pertemuan pada pekan depan. Pelaku pasar akan sangat mencermati pernyataan-pernyataan dan versi terbaru dari dot plot bank sentral untuk mencari tahu arah kebijakan suku bunga mereka. Sembari menantikan pertemuan tersebut, aset-aset berisiko seperti saham menjadi ditinggalkan sejenak.
(hps) Next Article BI Naikkan Suku Bunga Acuan, IHSG Malah Turun

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular