Tembus US$111/ton, Rekor Baru Harga Batu Bara Sejak 2016

Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
04 June 2018 12:40
Harga batu bara ICE Newcastle kontrak berjangka ditutup menguat 0,82% ke US$111,05/ton pada perdagangan hari Jumat (01/06/2018).
Foto: REUTERS/Stringer
Jakarta, CNBC IndonesiaHarga batu bara ICE Newcastle kontrak berjangka ditutup menguat 0,82% ke US$111,05/ton pada perdagangan hari Jumat (01/06/2018), masih didorong oleh kuatnya permintaan komoditas ini untuk sumber energi pembangkit listrik di China. Dengan capaian tersebut, harga batu bara telah melambung 5,31% di sepanjang pekan lalu, dan berhasil mencetak rekor tertingginya sejak awal November 2016.

Mengutip data China Coal Resource, stok batu bara per 25 Mei 2018 di 6 pembangkit listrik utama China menurun ke kapasitas 16 hari penggunaan, atau setara dengan 12,41 juta ton. Angka itu merupakan level terendah sejak 9 Februari 2018 lalu.

Tembus US$111/ton, Rekor Baru Harga Batu Bara Sejak 2016Foto: CNBC Indonesia

Stok yang semakin menipis tersebut dipicu oleh penggunaan batu bara di 6 pembangkit listrik utama China yang sudah meningkat 26% secara year-on-year (YoY), per hari Jumat (25/05/2018) lalu. Hal ini disebabkan oleh datangnya periode heatwave (cuaca panas) yang lebih panas dari biasanya di dataran China, sehingga meningkatkan intensitas penggunaan listrik untuk alat pendingin ruangan.

"Konsumsi batu bara harian dari 6 pembangkit listrik terbesar (di China) saat ini berada di angka 800.000 ton, pada pekan ini. Angka itu sangatlah tinggi, dan cenderung tidak biasa, untuk bulan ini," kata salah seorang trader yang berbasis di Beijing, seperti dikutip dari Reuters, pada hari Selasa (22/5/2018).

Meski demikian, ada dua sentimen negatif yang berpeluang meredam kenaikan harga si batu hitam. Pertama, stok batu bara per 1 Juni 2018 di 6 pembangkit listrik utama China naik 1,3% ke 12,56 juta ton, atau 17 hari konsumsi, mengutip data dari China Coal Resource.

Kenaikan ini nampaknya merupakan andil dari pemerintah China untuk untuk menstabilkan harga batu bara domestik dan memperkuat pasokan. Pada dua pekan lalu, lembaga perencanaan China bahkan telah mengadakan pertemuan dengan para penambang, produsen listrik, dan industri di China, untuk mendiskusikan kondisi dan pasokan batu bara, sekaligus rencana untuk memangkas harga.

Kedua, sentimen perang dagang AS vs China juga menjadi beban. AS akan tetap melaporkan China ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) tuduhan pencurian ide dan teknologi. Duta Besar AS untuk WTO Dennis Shea mengatakan bahwa transfer teknologi secara paksa seringkali terjadi kala perusahaan asing mencoba untuk berinvestasi di China, terutama ketika bermitra dengan perusahaan milik atau yang dikendalikan oleh negara.

"Ini bukan hukum. China melalui regulasinya menghalalkan pemaksaan ini," tegas Shea, seperti dikutip dari Reuters.

Perkembangan ini membuat isu perang dagang kembali mengemuka. Padahal, AS dan China sedang dalam proses negosiasi perdagangan untuk menyelesaikan friksi perdagangan di antara mereka.

Tidak cukup sampai situ, AS akhirnya menerapkan bea masuk bagi impor baja dan aluminium dari Meksiko, Kanada, dan Uni Eropa. Padahal negara-negara tersebut merupakan sekutu utama Negeri Adidaya.

Tidak tinggal diam, para 'korban' itu membalas. Kanada memutuskan untuk balik mengenakan bea masuk bagi produk-produk AS seperti whiski, jus jeruk, baja, aluminium, dan sebagainya. Sementara Meksiko juga menerapkan bea masuk untuk daging babi, apel, anggur, keju, dan sebagainya yang berasal dari sang tetangga.

Uni Eropa memang belum menempuh langkah seperti Kanada atau Meksiko. Namun Benua Biru juga sudah mengambil ancang-ancang, bahkan mencari kawan.

"Kami akan mencoba menyelesaikan ini dengan negosiasi. Kami akan menyatukan langkah dan menyusun respons atas nama Uni Eropa. Mungkin kami akan bekerja sama lebih dekat dengan Kanada dan Meksiko," tegas Peter Altmaier, Menteri Ekonomi Jerman, seperti dikutip dari Reuters.

Aura perang dagang dalam skala global pun kian terasa. Perang dagang bukan lagi melibatkan AS dan China, tetapi merambat sampai ke Eropa. Ini tentu bukan kabar baik bagi perdagangan dan pertumbuhan ekonomi dunia.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(roy) Next Article Terpukul Pandemi, Harga Batu Bara Bisa di Bawah USD 50/ton

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular