
Rupiah Perkasa, Tetapi Dua Hantu Ini Masih Jadi Momok
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
31 May 2018 15:42

Jakarta, CNBC Indonesia - Dampak kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) mulai terasa kepada pergerakan nilai tukar rupiah yang meninggalkan level Rp 14.000/US$. Namun, masih ada sejumlah sentimen yang berpotensi membuat rupiah kembali tertekan.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, dinamika perekonomian global akan jauh lebih dominan menghantui pergerakan rupiah. Meski demikian, menurut dia, masih ada faktor domestik yang bisa memberikan tekanan pada rupiah.
"Tekanan eksternal akan lebih dominan, meskipun masih ada source (sumber) dari domestiknya," kata Josua kepada CNBC Indonesia, Kamis (31/5/2018).
Dari eksternal, tensi politik di Italia, memanasnya isu perang dagang AS - China, serta rapat anggota dewan gubernur The Fed (FOMC) akan menjadi momok yang dikhawatirkan memberikan tekanan terhadap rupiah.
Sementara itu, dari faktor ekonomi domestik, neraca pembayaran pada kuartal II-2018 yang diperkirakan akan melebar - namun tetap berada dalam batas yang sehat - masih menghantui pergerakan kurs mata uang Garuda.
"Karena biasanya di kuartal II ini puncaknya. Ini akan menjadi source of volatility dari domestik," jelasnya.
Menurutnya, level rupiah yang saat ini berada di di bawah Rp 14.000/US$ sudah sesuai dengan fundamentalnya. Fokus ke depan yang harus dilakukan, adalah dengan memperkuat pondasi agar nilai tukar rupiah tidak semakin rentan.
"Paling penting itu manage likuiditas dalam negeri dalam bentuk valas maupun rupiah. Dalam jangka pendek, harus perkuat cadangn devisa dan operasi moneter supaya likuiditas terjaga," katanya.
Hal senada turut dikemukakan Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro. Meskipun masih ada potensi tekanan, namun level di bawah Rp 14.00"/U$ sudah cukup terkendali dengan menimbang perkembangan ekonomi global.
"View kami memang fair valuenya di Rp 13.800. Jadi harusnya pergerakannya memang di sekitar sini," ungkap Andry.
Sebagai informasi, pada hari ini, Kamis (31/5/2018) pukul 14:00 WIB, US$ 1 di pasar spot dibanderol Rp 13.875. Rupiah menguat 0,79% dibandingkan penutupan hari sebelumnya.
(roy) Next Article Rupiah Sempat Beraksi di Level 13.000-an
Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, dinamika perekonomian global akan jauh lebih dominan menghantui pergerakan rupiah. Meski demikian, menurut dia, masih ada faktor domestik yang bisa memberikan tekanan pada rupiah.
Sementara itu, dari faktor ekonomi domestik, neraca pembayaran pada kuartal II-2018 yang diperkirakan akan melebar - namun tetap berada dalam batas yang sehat - masih menghantui pergerakan kurs mata uang Garuda.
"Karena biasanya di kuartal II ini puncaknya. Ini akan menjadi source of volatility dari domestik," jelasnya.
Menurutnya, level rupiah yang saat ini berada di di bawah Rp 14.000/US$ sudah sesuai dengan fundamentalnya. Fokus ke depan yang harus dilakukan, adalah dengan memperkuat pondasi agar nilai tukar rupiah tidak semakin rentan.
"Paling penting itu manage likuiditas dalam negeri dalam bentuk valas maupun rupiah. Dalam jangka pendek, harus perkuat cadangn devisa dan operasi moneter supaya likuiditas terjaga," katanya.
Hal senada turut dikemukakan Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro. Meskipun masih ada potensi tekanan, namun level di bawah Rp 14.00"/U$ sudah cukup terkendali dengan menimbang perkembangan ekonomi global.
"View kami memang fair valuenya di Rp 13.800. Jadi harusnya pergerakannya memang di sekitar sini," ungkap Andry.
Sebagai informasi, pada hari ini, Kamis (31/5/2018) pukul 14:00 WIB, US$ 1 di pasar spot dibanderol Rp 13.875. Rupiah menguat 0,79% dibandingkan penutupan hari sebelumnya.
(roy) Next Article Rupiah Sempat Beraksi di Level 13.000-an
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular