
Morgan Stanley: Tak Ada Lagi Kenaikan Bunga Acuan di 2018
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
30 May 2018 16:15

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) merealisasikan kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,75%. Kenaikan ini diprediksi menjadi yang terakhir sepanjang 2018.
Hari ini, Rabu (30/5/2018), Rapat Dewan Gubernur BI memutuskan menaikkan suku bunga acuan. Kebijakan ini merupakan langkah pre-emptive, front-loading, dan ahead of the curve untuk memperkuat stabilitas, khususnya nilai tukar.
Morgan Stanley, lembaga keuangan asal Amerika Serikat (AS), memperkirakan kenaikan hari ini adalah yang terakhir sepanjang 2018. Sebab, mereka memperkirakan BI hanya akan menaikkan suku bunga sebanyak 50 basis poin tahun ini. Kenaikan 25 basis poin yang pertama sudah dieksekusi pada 17 Mei.
"Kami hanya memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga acuan 50 basis poin, dan kami belum mengubah proyeksi tersebut. Sebab, situasi saat ini berbeda dengan 2013 saat BI harus menaikkan suku bunga sampai 200 basis poin," jelas Morgan Stanley dalam risetnya.
Dari eksternal, Morgan Stanley memperkirakan imbal hasil (yield) obligasi AS tenor 10 tahun sudah mencapai puncaknya. Artinya, ekspektasi inflasi di Negeri Paman Sam tidak akan melambung lebih tinggi lagi yang artinya kenaikan suku bunga acuan oleh The Federal Reserve/The Fed masih sejalan dengan ekspektasi, yaitu tiga kali sepanjang 2018. Belum ada pertanda bahwa The Fed lebih agresif dengan menaikkan sampai empat kali.
"Kami memperkirakan yield obligasi AS 10 tahun tidak akan lama bertahan di kisaran 3%. Kemungkinan akan turun ke 2,85% pada kuartal IV-2018 dan 2,75% pada kuartal II-2019," papar riset tersebut.
Sementara di dalam negeri, Morgan Stanley juga menilai belum ada kebutuhan untuk menaikkan suku bunga acuan lebih jauh. Setidaknya ada empat penyebab.
Pertama adalah inflasi yang terkendali. Sepertinya inflasi sepanjang 2018 masih akan sesuai dengan target BI yaitu di kisaran 2,5-4,5%.
Kedua adalah suku bunga riil yang semakin baik. Dengan inflasi yang terkendali, maka suku bunga riil yang diterima investor akan lebih baik karena tidak termakan inflasi.
Ketiga adalah kebutuhan pembiayaan eksternal yang semakin kecil. Defisit transaksi berjalan Indonesia pada 2018 diperkirakan sekitar 2,2% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Jauh lebih kecil dibandingkan 2013 yang mencapai kisaran 4% PDB.
Keempat adalah cadangan devisa yang memadai. Dalam lima tahun terakhir, BI dinilai berhasil memupuk cadangan devisa hingga mencapai US$ 124,9 miliar per akhir April 2018. Jumlah ini cukup untuk membiayai 7,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Jauh di atas standar kecukupan yaitu tiga bulan.
(aji/wed) Next Article BI Pede The Fed Tak Naikkan Bunga di 2019 dan 2020
Hari ini, Rabu (30/5/2018), Rapat Dewan Gubernur BI memutuskan menaikkan suku bunga acuan. Kebijakan ini merupakan langkah pre-emptive, front-loading, dan ahead of the curve untuk memperkuat stabilitas, khususnya nilai tukar.
Morgan Stanley, lembaga keuangan asal Amerika Serikat (AS), memperkirakan kenaikan hari ini adalah yang terakhir sepanjang 2018. Sebab, mereka memperkirakan BI hanya akan menaikkan suku bunga sebanyak 50 basis poin tahun ini. Kenaikan 25 basis poin yang pertama sudah dieksekusi pada 17 Mei.
Dari eksternal, Morgan Stanley memperkirakan imbal hasil (yield) obligasi AS tenor 10 tahun sudah mencapai puncaknya. Artinya, ekspektasi inflasi di Negeri Paman Sam tidak akan melambung lebih tinggi lagi yang artinya kenaikan suku bunga acuan oleh The Federal Reserve/The Fed masih sejalan dengan ekspektasi, yaitu tiga kali sepanjang 2018. Belum ada pertanda bahwa The Fed lebih agresif dengan menaikkan sampai empat kali.
"Kami memperkirakan yield obligasi AS 10 tahun tidak akan lama bertahan di kisaran 3%. Kemungkinan akan turun ke 2,85% pada kuartal IV-2018 dan 2,75% pada kuartal II-2019," papar riset tersebut.
Sementara di dalam negeri, Morgan Stanley juga menilai belum ada kebutuhan untuk menaikkan suku bunga acuan lebih jauh. Setidaknya ada empat penyebab.
Pertama adalah inflasi yang terkendali. Sepertinya inflasi sepanjang 2018 masih akan sesuai dengan target BI yaitu di kisaran 2,5-4,5%.
Kedua adalah suku bunga riil yang semakin baik. Dengan inflasi yang terkendali, maka suku bunga riil yang diterima investor akan lebih baik karena tidak termakan inflasi.
Ketiga adalah kebutuhan pembiayaan eksternal yang semakin kecil. Defisit transaksi berjalan Indonesia pada 2018 diperkirakan sekitar 2,2% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Jauh lebih kecil dibandingkan 2013 yang mencapai kisaran 4% PDB.
Keempat adalah cadangan devisa yang memadai. Dalam lima tahun terakhir, BI dinilai berhasil memupuk cadangan devisa hingga mencapai US$ 124,9 miliar per akhir April 2018. Jumlah ini cukup untuk membiayai 7,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Jauh di atas standar kecukupan yaitu tiga bulan.
(aji/wed) Next Article BI Pede The Fed Tak Naikkan Bunga di 2019 dan 2020
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular