Dekati US$ 110/ton, Harga Batu Bara Rekor Sejak Januari 2018

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
29 May 2018 14:17
Sang batu hitam mampu melanjutkan momen penguatan sebesar 1,05% di sepanjang pekan lalu, dan saat ini sudah menyentuh level tertingginya sejak 29 Januari 2018.
Foto: REUTERS/Stringer
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara ICE Newcastle kontrak berjangka ditutup menguat 1,80% ke US$107,35/ton pada perdagangan hari Senin (28/5/2018), didorong oleh langkanya pasokan batu bara untuk pembangkit listrik di China.

Sang batu hitam mampu melanjutkan momen penguatan sebesar 1,05% di sepanjang pekan lalu, dan saat ini sudah menyentuh level tertingginya sejak 29 Januari 2018. Catatan lainnya, hingga perdagangan kemarin, rata-rata harga batu bara sepanjang bulan Mei 2018 sudah mencapai US$103,05/ton, naik cukup pesat dari rata-rata bulan April 2018 sebesar US$93,61/ton.
Dekati US$110/ton, Harga Batu Bara Tertinggi Sejak JanuariFoto: CNBC Indonesia/Raditya Hanung

Sebelumnya, pergerakan harga batu bara sempat terbebani oleh rencana Pemerintah Negeri Tirai Bambu untuk menstabilkan harga batu bara domestik dan memperkuat pasokan, seperti dikutip dari laporan konsultan energi Fenwei Energy Information Services.

Lembaga perencanaan China, National Development and Reform Commission (NDRC) menyatakan akan mengambil setidaknya 9 langkah untuk menggiring harga pasar ke rentang yang rasional, di antaranya menggenjot produksi, meningkatkan kapasitas rel angkutan, pengurangan konsumsi, memastikan kontrak jangka panjang, serta memperkuat supervisi dan operasi bersama antara sektor batu bara dan tenaga listrik.

Pada akhir pekan lalu, NDRC telah mengadakan pertemuan dengan para penambang, produsen listrik, dan industri di China, untuk mendiskusikan kondisi dan pasokan batu bara, sekaligus rencana untuk memangkas harga.

Meski demikian, pertemuan tersebut nampaknya belum memunculkan langkah-langkah nyata untuk mengendalikan harga batu bara domestik di China. Selain itu, kenyataan di lapangan masih menunjukkan stok batu bara yang semakin ketat di negara berpenduduk terbanyak di dunia itu, khususnya di sektor pembangkitan listrik. Mengutip data China Coal Resource, stok batu bara per 25 Mei 2018 di 6 pembangkit listrik utama China menurun ke kapasitas 16 hari penggunaan, atau setara dengan 12,41 juta ton. Angka itu merupakan level terendah sejak 9 Februari 2018 lalu.

Stok yang semakin menipis tersebut dipicu oleh penggunaan batu bara di 6 pembangkit listrik utama China yang sudah meningkat 26% secara year-on-year (YoY), per hari Jumat (25/05/2018) lalu. Hal ini disebabkan oleh datangnya periode heatwave (cuaca panas) yang lebih panas dari biasanya di dataran China, sehingga meningkatkan intensitas penggunaan listrik untuk alat pendingin ruangan.

"Konsumsi batu bara harian dari 6 pembangkit listrik terbesar (di China) saat ini berada di angka 800.000 ton, pada pekan ini. Angka itu sangatlah tinggi, dan cenderung tidak biasa, untuk bulan ini," kata salah seorang trader yang berbasis di Beijing, seperti dikutip dari Reuters, pada hari Selasa (22/5/2018).

Kondisi ini lantas memaksa permintaan impor batu bara Negeri Panda juga ikut melonjak, meski ada kebijakan pembatasan impor di sejumlah pelabuhan utama. Sentimen ini akhirnya mampu mendorong harga batu bara bergerak menguat di awal pekan ini.

Terlebih, dengan tingkat operasi pembangkit listrik yang sangat tinggi tersebut, sejumlah analis juga mengkhawatirkan langkanya pasokan akan bertahan lama. "Kita meragukan intervensi pemerintah (China) akan efektif, karena bagaimanapun caranya mereka meregulasi pasokan, akan sulit untuk menekan permintaan," menurut analis dari Argonaut, seperti dilansir dari Reuters (29/05/2018).


(hps/hps) Next Article Ukur Sentimen Pendorong Koreksi Harga Batu Bara

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular