
Alasan Dolar Sentuh Rp 14.200: (Lagi-lagi) Kondisi Global
Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
28 May 2018 12:08

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah beberapa waktu belakangan sempat melemah terhadap dolar AS hingga menyentuh level Rp 14.200. Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang terdiri dari Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), sampai Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Kepala Dewan LPS menyebut pelemahan ini semata-mata karena kondisi global.
"Tekanan terhadap stabilitas khususnya nilai tukar rupiah lebih karena perubahan kebijakan di AS yang berdampak ke seluruh negara, termasuk Indonesia," demikian penjelasan KSSK dalam siaran pers hasil Rapat KSSK, Senin (28/5/2018).
Semakin membaiknya perekonomian dan meningkatnya inflasi di AS, menurut KSSK akan mendorong peningkatan suku bunga The Fed, yang oleh sebagian pelaku pasar keuangan diperkirakan dapat lebih agresif menjadi 4 kali kenaikan dalam tahun ini.
Sementara itu, penurunan pajak dan ekspansi pengeluaran fiskal Pemerintah AS akan berdampak pada peningkatan defisit fiskalnya yang diperkirakan akan mencapai sekitar 4% dari PDB tahun ini dan 5% tahun 2019.
"Kedua perubahan kebijakan AS tersebut telah memicu secara cepat kenaikan yield US Treasury Bond, seperti untuk tenor 10 tahun hingga sempat mencapai 3,1%, dan penguatan mata uang dolar AS terhadap hampir seluruh mata uang dunia," demikian penjelasan KSSK.
Ketidakpastian global juga meningkat sehubungan dengan potensi perang dagang antara AS dan China, serta beberapa ketegangan geopolitik regional.
"Berbagai faktor global tersebut telah memicu pembalikan modal asing (capital outflow) dan memberikan tekanan pada pasar keuangan di negara maju dan EMEs, termasuk Indonesia, baik penurunan harga saham, meningkatnya yield obligasi, maupun melemahnya nilai tukar terhadap dolar AS," tutup KSSK.
(dru/wed) Next Article Usai Temui Jokowi, BI: Kami Sudah Lakukan Triple Intervensi
"Tekanan terhadap stabilitas khususnya nilai tukar rupiah lebih karena perubahan kebijakan di AS yang berdampak ke seluruh negara, termasuk Indonesia," demikian penjelasan KSSK dalam siaran pers hasil Rapat KSSK, Senin (28/5/2018).
Semakin membaiknya perekonomian dan meningkatnya inflasi di AS, menurut KSSK akan mendorong peningkatan suku bunga The Fed, yang oleh sebagian pelaku pasar keuangan diperkirakan dapat lebih agresif menjadi 4 kali kenaikan dalam tahun ini.
"Kedua perubahan kebijakan AS tersebut telah memicu secara cepat kenaikan yield US Treasury Bond, seperti untuk tenor 10 tahun hingga sempat mencapai 3,1%, dan penguatan mata uang dolar AS terhadap hampir seluruh mata uang dunia," demikian penjelasan KSSK.
Ketidakpastian global juga meningkat sehubungan dengan potensi perang dagang antara AS dan China, serta beberapa ketegangan geopolitik regional.
"Berbagai faktor global tersebut telah memicu pembalikan modal asing (capital outflow) dan memberikan tekanan pada pasar keuangan di negara maju dan EMEs, termasuk Indonesia, baik penurunan harga saham, meningkatnya yield obligasi, maupun melemahnya nilai tukar terhadap dolar AS," tutup KSSK.
(dru/wed) Next Article Usai Temui Jokowi, BI: Kami Sudah Lakukan Triple Intervensi
Most Popular