
Dihantui Sejumlah Risiko, Laju Penguatan IHSG Tertahan
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
25 May 2018 12:47

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,59% sampai dengan akhir sesi I ke level 5.981,55. Penguatan IHSG terjadi kala bursa saham utama kawasan regional diperdagangkan di zona merah: indeks Nikkei turun 0,03%, indeks Shanghai turun 0,07%, indeks Hang Seng turun 0,26%, indeks Strait Times turun 0,02%, dan indeks Kospi turun 0,2%.
Nilai transaksi di bursa saham domestik sesi I mencapai Rp 3,6 triliun dengan volume sebanyak 4,4 miliar saham. Dimana frekuensi perdagangan yang tercatat mencapai 244.792 kali.
IHSG sempat mencapai titik tertingginya di level 6.003,24 (+0,95% dibandingkan penutupan kemarin, 24/5/2018), sebelum berangsur-angsur turun. Derasnya sentimen negatif yang menerpa membuat IHSG tak mampu melanjutkan laju impresif yang dicatatkan pada perdagangan kemarin, kala meroket sebesar 2,67%.
Pasca terapresiasi sebesar 0,51% kemarin, kini rupiah kembali terdepresiasi. Hingga siang hari ini, rupiah melemah 0,14% di pasar spot ke level Rp 14.150/dolar AS. Euforia yang datang dari pelantikan Perry Warjiyo sebagai Gubernur BI yang baru nampak hanya berlangsung 1 hari saja.
Kini, pelaku pasar mulai mempertanyakan pernyataan dari sang nahkoda baru bank sentral bahwa dirinya merupakan seseorang yang pro stability dan pro growth. Pasalnya,hal ini bisa jadi mustahil direalisasikan.
Dalam kondisi seperti saat ini, laju pertumbuhan ekonomi yang kencang berpotensi diimbangi oleh ketidakstabilan inflasi dan nilai tukar, sama seperti yang kita lihat pada tahun 2010-2012. Sebaliknya, jika kestabilan inflasi dan nilai tukar yang menjadi objektif, maka angan-angan mengenai pertumbuhan ekonomi yang kelewat kencang harus dikesampingkan terlebih dahulu.
Pernyataan Perry yang bisa jadi tidak realistis ini membuat pelaku pasar masih enggan memeluk mata uang rupiah.
Dari sisi eksternal, kondisi juga tak mendukung bagi IHSG untuk terus mempertahankan penguatannya. Risiko pertama datang dari batalnya pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dengan Pimpinan Korea Utara Kim Jong Un yang sejatinya dilakukan pada 12 Juni mendatang di Singapura.
Pada hari Kamis waktu setempat (24/5/2018), Gedung Putih merilis surat resmi dari Presiden Trump yang ditujukkan bagi Kim Jong Un. Setelah memuji Kim Jong Un atas waktu, kesabaran, dan usaha yang sudah ditujukan dalam negosiasi baru-baru ini dan juga dalam perbincangan mengenai pertemuan antar kedua negara, Trump mengungkapkan bahwa saat ini bukan merupakan waktu yang tepat untuk bertemu.
"Sayangnya, berdasarkan kemarahan yang luar biasa dan permusuhan yang telah anda (Kim Jong Un) tunjukkan dalam dalam pernyataan terbaru anda, saya merasa bahwa tidak pantas untuk melakukan pertemuan yang sudah lama direncanakan pada saat ini," tulis Trump dalam suratnya.
Tak sampai disitu, Trump nampak coba menebar terror bagi kubu Pyongyang dalam surat yang sama, seakan mengingatkan mereka bahwa AS tak akan bersikap lembut jika Korea Utara kembali berulah kedepannya.
"Anda berbicara mengenai kemampuan senjata nuklir anda, tapi yang kami miliki sangatlah besar dan kuat hingga saya berdoa kepada Tuhan mereka (senjata nuklir) tidak akan perlu digunakan," lanjut Trump.
Kedua, risiko perang dagang antara AS dan China akan membuat investor waspada. Seakan melengkapi pesimisme Presiden AS Donald Trump terkait negosiasi dagang dengan China, AS kini sudah tancap gas untuk memberlakukan bea masuk baru untuk mobil. Alasannya, derasnya impor mobil ke AS dinilai dapat membahayakan keamanan Negeri Paman Sam.
"Sudah cukup bukti yang menyebutkan bahwa selama puluhan tahun produk impor telah merusak industri dalam negeri. Oleh karena itu, pemerintah akan melakukan investigasi secara menyeluruh, adil, dan transparan," tegas Wilbur Ross, Menteri Perdagangan AS, seperti dikutip dari Reuters.
Saat ini, AS menerapkan tarif bea masuk untuk mobil dan suku cadangnya sebesar 2,5%. Ross belum menyebut besaran tarif bea masuk yang baru, namun menyatakan bahwa tarif yang lama sudah tak sesuai.
Jika bea masuk untuk mobil dinaikkan, aksi balas dendam bisa semakin gencar dilakukan oleh negara-negara mitra dagang AS. Hal ini tentu bukan kabar baik bagi bursa saham dunia, termasuk IHSG.
(hps) Next Article Bursa RI Merah Padam! Tenang...Asing Tetap Borong Saham
Nilai transaksi di bursa saham domestik sesi I mencapai Rp 3,6 triliun dengan volume sebanyak 4,4 miliar saham. Dimana frekuensi perdagangan yang tercatat mencapai 244.792 kali.
IHSG sempat mencapai titik tertingginya di level 6.003,24 (+0,95% dibandingkan penutupan kemarin, 24/5/2018), sebelum berangsur-angsur turun. Derasnya sentimen negatif yang menerpa membuat IHSG tak mampu melanjutkan laju impresif yang dicatatkan pada perdagangan kemarin, kala meroket sebesar 2,67%.
Kini, pelaku pasar mulai mempertanyakan pernyataan dari sang nahkoda baru bank sentral bahwa dirinya merupakan seseorang yang pro stability dan pro growth. Pasalnya,hal ini bisa jadi mustahil direalisasikan.
Dalam kondisi seperti saat ini, laju pertumbuhan ekonomi yang kencang berpotensi diimbangi oleh ketidakstabilan inflasi dan nilai tukar, sama seperti yang kita lihat pada tahun 2010-2012. Sebaliknya, jika kestabilan inflasi dan nilai tukar yang menjadi objektif, maka angan-angan mengenai pertumbuhan ekonomi yang kelewat kencang harus dikesampingkan terlebih dahulu.
Pernyataan Perry yang bisa jadi tidak realistis ini membuat pelaku pasar masih enggan memeluk mata uang rupiah.
Dari sisi eksternal, kondisi juga tak mendukung bagi IHSG untuk terus mempertahankan penguatannya. Risiko pertama datang dari batalnya pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dengan Pimpinan Korea Utara Kim Jong Un yang sejatinya dilakukan pada 12 Juni mendatang di Singapura.
Pada hari Kamis waktu setempat (24/5/2018), Gedung Putih merilis surat resmi dari Presiden Trump yang ditujukkan bagi Kim Jong Un. Setelah memuji Kim Jong Un atas waktu, kesabaran, dan usaha yang sudah ditujukan dalam negosiasi baru-baru ini dan juga dalam perbincangan mengenai pertemuan antar kedua negara, Trump mengungkapkan bahwa saat ini bukan merupakan waktu yang tepat untuk bertemu.
"Sayangnya, berdasarkan kemarahan yang luar biasa dan permusuhan yang telah anda (Kim Jong Un) tunjukkan dalam dalam pernyataan terbaru anda, saya merasa bahwa tidak pantas untuk melakukan pertemuan yang sudah lama direncanakan pada saat ini," tulis Trump dalam suratnya.
Tak sampai disitu, Trump nampak coba menebar terror bagi kubu Pyongyang dalam surat yang sama, seakan mengingatkan mereka bahwa AS tak akan bersikap lembut jika Korea Utara kembali berulah kedepannya.
"Anda berbicara mengenai kemampuan senjata nuklir anda, tapi yang kami miliki sangatlah besar dan kuat hingga saya berdoa kepada Tuhan mereka (senjata nuklir) tidak akan perlu digunakan," lanjut Trump.
Kedua, risiko perang dagang antara AS dan China akan membuat investor waspada. Seakan melengkapi pesimisme Presiden AS Donald Trump terkait negosiasi dagang dengan China, AS kini sudah tancap gas untuk memberlakukan bea masuk baru untuk mobil. Alasannya, derasnya impor mobil ke AS dinilai dapat membahayakan keamanan Negeri Paman Sam.
"Sudah cukup bukti yang menyebutkan bahwa selama puluhan tahun produk impor telah merusak industri dalam negeri. Oleh karena itu, pemerintah akan melakukan investigasi secara menyeluruh, adil, dan transparan," tegas Wilbur Ross, Menteri Perdagangan AS, seperti dikutip dari Reuters.
Saat ini, AS menerapkan tarif bea masuk untuk mobil dan suku cadangnya sebesar 2,5%. Ross belum menyebut besaran tarif bea masuk yang baru, namun menyatakan bahwa tarif yang lama sudah tak sesuai.
Jika bea masuk untuk mobil dinaikkan, aksi balas dendam bisa semakin gencar dilakukan oleh negara-negara mitra dagang AS. Hal ini tentu bukan kabar baik bagi bursa saham dunia, termasuk IHSG.
(hps) Next Article Bursa RI Merah Padam! Tenang...Asing Tetap Borong Saham
Most Popular