Pelemahan Rupiah Jadi yang Terdalam Kedua di Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
25 May 2018 09:38
Pelemahan Rupiah Jadi yang Terdalam Kedua di Asia
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada pagi hari ini. Rupiah berbalik arah dibandingkan kemarin yang mampu menguat cukup signifikan. 

Pada Jumat (24/5/2018), US$ 1 di pasar spot kala pembukaan pasar dibanderol Rp 14.140. Rupiah melemah 0,07% dibandingkan penutupan hari sebelumnya.  

Seiring perjalanan, rupiah semakin melemah. Pada pukul 09:12 WIB, dolar AS menguat 0,25% ke Rp 14.165. 

Mata uang Asia juga cenderung melemah. Namun dengan depresiasi 0,25%, sejauh ini rupiah menjadi mata uang dengan pelemahan terdalam kedua setelah yen Jepang. 

Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang Asia terhadap greenback:
 
Mata UangBid TerakhirPerubahan (%)
Yen Jepang109,62-0,35
Yuan China6,39-0,21
Won Korsel1.080,00+0,06
Dolar Taiwan29,94-0,02
Rupee India68,26+0,10
Dolar Singapura1,34-0,16
Ringgit Malaysia3,98-0,06
Peso Filipina52,58-0,19
Baht Thailand32,01-0,09

Kemarin, rupiah sempat menjadi mata uang dengan apresiasi tertinggi di Asia. Apresiasi rupiah mencapai 0,51%.


Namun hari ini, dolar AS memang sedang garang. Dollar Index, yang mencerminkan posisi dolar AS terhadap enam mata uang utama, saat ini menguat 0,17%. 

Penguatan dolar AS bisa jadi didorong oleh perkembangan di Eropa. Mark Carney, Gubernur Bank Sentral Inggris (Bank of England/BoE) menyatakan bahwa Negeri Ratu Elizabeth masih membutuhkan stimulus setelah keluar dari Uni Eropa. 

Setelah referendum yang menghasilkan 'perceraian' pada 2016, yang dikenal dengan istilah Brexit, Inggris baru resmi keluar dari Uni Eropa pada Maret tahun depan. Kini sedang berlangsung proses peralihan dan berbagai persyaratan yang masih harus dipenuhi oleh Inggris. 

Awalnya perundingan Brexit sepertinya akan berjalan mulus seiring dengan beberapa kesepakatan yang dicapai seperti: 
  • Hak warga Uni Eropa yang tinggal dan bekerja di Inggris, demikian pula sebaliknya, akan dihargai.
  • Perlindungan terhadap pasangan dan anak-anak warga negara Inggris dan Uni Eropa.
  • Tidak ada perbatasan yang kaku antara Uni Eropa dengan Irlandia dan Irlandia Utara.
  • Warga negara Irlandia dan Irlandia Utara tetap mendapat hak sebagai warga Uni Eropa.
  • Inggris akan memenuhi kewajibannya terhadap komitmen anggaran Uni Eropa.
  • Inggris akan tetap berkontribusi terhadap anggaran Uni Eropa pada 2019-2020.
Namun ada anggapan dari sebagian anggota parlemen bahwa kesepakatan ini justru dapat mempermalukan INggris. Apalagi Perdana Menteri Theresa May terkenal getol menyuarakan Inggris keluar dari Uni-Eropa.   

Parlemen Inggris pun menilai jika May menyetujui perundingan ini bisa menjadi kekalahan yang memalukan. Ditambah lagi Inggris masih harus menyumbang ke anggaran Uni Eropa.

Oleh karena itu, sepertinya perekonomian Inggris tidak akan mendarat mulus setelah keluar dari Uni Eropa. Situasi tersebut membuat BoE mempertimbangkan untuk terus memberikan stimulus untuk memacu laju perekonomian. 

"Transisi yang kurang mulus, atau berbeda dari perkiraan, bisa berdampak terhadap kebijakan moneter. Dalam situasi yang luar biasa, mungkin kami akan memberi toleransi ketika inflasi sudah melebihi target," tutur Carney, seperti dikutip Reuters. 

BoE punya target inflasi 2%, sementara laju inflasi sampai April sudah mencapai 2,4%. Percepatan laju inflasi semestinya direspons melalui kenaikan suku bunga acuan agar ekonomi tidak mengalami overheating. Ini pun menjadi ekspektasi pasar, bahwa BoE akan menerapkan kebijakan moneter ketat. 

Namun dengan pernyataan Carney, sepertinya BoE masih akan menerapkan kebijakan moneter akomodatif. Artinya, peluang kenaikan suku bunga acuan pun mengecil dan mata uang poundsterling kehilangan pijakan untuk menguat. 

Perkembangan tersebut lagi-lagi membuat AS menjadi satu-satunya negara maju yang siap menerapkan kebijakan moneter ketat. The Federal Reserve/The Fed, Bank Sentral AS, diperkirakan menaikkan suku bunga acuan minimal tiga kali sepanjang 2018. 

Dengan demikian, arus modal pun sepertinya masih akan terkonsentrasi ke Negeri Paman Sam. Hal ini menjadi sentimen positif bagi greenback, sehingga hari ini mampu menguat terhadap mata uang dunia, termasuk rupiah.

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular