Kabar dari OPEC dan AS Tekan Harga Minyak

Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
24 May 2018 10:56
Harga light sweet kontrak pengiriman Juli 2018 juga kompak turun 0,22% ke US$71,68/barel.
Foto: REUTERS/Andrew Cullen
Jakarta, CNBC IndonesiaHarga minyak jenis brent kontrak pengiriman Juli 2018 bergerak melemah 0,34% ke level US$79,53/barel hingga pukul 10.00 WIB hari ini. Sementara itu, light sweet kontrak pengiriman Juli 2018 juga kompak turun 0,22% ke US$71,68/barel.

Sentimen utama yang menjadi pemberat harga minyak pagi ini adalah ekspektasi peningkatan produksi oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), serta melambungnya cadangan minyak mentaj Amerika Serikat (AS).

Kabar dari OPEC dan AS Tekan Harga MinyakFoto: CNBC Indonesia/Raditya Hanung


Sejatinya, harga minyak masih diselimuti aura positif dari sentimen ketatnya pasokan komoditas ini di dunia, khususnya yang disumbangkan oleh anggota OPEC. Dari Venezuela, AS menyatakan tidak merestui rezim Presiden Nicolas Maduro untuk kembali berkuasa selama 6 tahun ke depan.

Oleh karena itu, Reuters mengabarkan bahwa Trump sudah menandatangani perintah larangan kepada warga negara AS untuk membeli aset-aset Venezuela. Hal ini bertujuan untuk membatasi ruang korupsi, sesuatu yang dituduhkan AS kepada pemerintahan Maduro.

Jika Venezuela kesulitan memperoleh akses pembiayaan, maka akan semakin menekan perekonomian negara tersebut, yang saat ini pun sudah jatuh ke lembah krisis. Dampaknya adalah produksi dan distribusi minyak akan semakin terdisrupsi, terlebih apabila wacana sanksi minyak dari Negeri Paman Sam jadi dieksekusi.

Sementara itu, kekhawatiran adanya disrupsi pasokan minyak dari Iran pun masih ada di permukaan, pasca AS memutuskan untuk keluar dari kesepakatan nuklir Iran, dan memulihkan sanksi ekonomi bagi Negeri Persia tersebut.

Terlebih, pada hari Senin (21/5/2018) waktu setempat, AS sudah menuntut Iran untuk melakukan perubahan besar, yakni dari menghentikan program nuklir hingga menarik diri dari perang sipil Suriah. Jika tidak, Negeri Paman Sam siap memberikan sanksi ekonomi yang sangat besar.

"Ini baru permulaan. Sengatan sanksi akan sangan menyakitkan. Ini akan menjadi sanksi terkuat di sepanjang sejarah," ucap Menteri Luar Negeri Mike Pompeo, seperti dikutip dari CNBC International.

Teranyar, National Oil Corp pada hari Rabu (23/5/2018) waktu setempat melaporkan bahwa anggota OPEC lainnya, Libya, memangkas produksi minyaknya sebanyak 120.000 barel per hari (bph) seiring cuaca panas yang ekstrim menganggu proses produksi.


Meski demikian, penguatan harga minyak tertahan oleh OPEC yang membuka peluang untuk meningkatkan produksi minyaknya pada bulan Juni mendatang, menanggapi disrupsi pasokan global yang terjadi saat ini, seperti dikutip dari Reuters. Selain itu, OPEC juga merespon keberatan AS yang menyatakan reli harga minyak sudah terlampau cepat.

Padahal, dalam kesepakatan awal tahun ini, OPEC (yang dipimpin Arab Saudi) dan negara-negara Non-OPEC (dipimpin oleh Rusia) setuju untuk melanjutkan pemangkasan produksi sebesar 1,8 juta bph hingga akhir tahun 2018. Wacana untuk diperpanjang hingga 2019 bahkan sempat muncul setelahnya.

Selain itu, faktor lain yang menjadi energi negatif bagi si emas hitam datang dari cadangan minyak mentah AS yang bertambah 5,8 juta barel di sepanjang pekan lalu, mengutip data resmi dari US Energy Information Administration (EIA). Capain itu jauh di atas konsensus S&P Global Platts, yang mengestimasikan penurunan sebesar 1,7 juta barel.

Sementara itu, produksi minyak mentah mingguan negeri adidaya juga kembali mencetak rekor baru, yakni sebesar 10,725 juta bph. Sedikit lagi AS akan merebut tahta Rusia yang menjadi produsen minyak terbesar di dunia. Produksi minyak mentah Negeri Beruang Merah saat ini berada di kisaran 11 juta bph.


(hps) Next Article Produksi AS Sentuh 11 Juta Bph, Harga Minyak ke Zona Merah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular