Hari Ini, Pelemahan Rupiah Terparah di Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
23 May 2018 16:45
Hari Ini, Pelemahan Rupiah Terparah di Asia
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali melemah. Dolar AS bahkan lagi-lagi mampu menembus level Rp 14.200.

Pada Rabu (23/5/2018), US$ 1 pada pukul 16:00 WIB berada di Rp 14.202. Rupiah melemah 0,49% dibandingkan penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Dolar AS dibuka di Rp 14.150, tetapi seiring perjalanan terus bergerak menguat. Bahkan posisi terkuat dolar AS sempat menyentuh Rp 14.210. Ini merupakan titik terkuat greenback sejak September 2015.

Pelemahan Rupiah Terparah di AsiaReuters

Seperti halnya rupiah, mata uang Asia pun cenderung melemah cukup dalam. Kecuali yen Jepang, yang mampu menguat signifikan terhadap dolar AS karena sifat mata uang ini sebagai aset aman (safe haven). Di tengah friksi dagang AS-China yang kembali muncul dan perundingan AS-Korea Utara yang terancam batal, permintaan terhadap yen meningkat sebagai instrumen lindung nilai investasi.

Dengan pelemahan 0,49%, rupiah jadi yang terburuk di antara mata uang utama regional. Kemudian disusul oleh won Korea Selatan dan rupee India.

Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang utama Asia terhadap greenback:

Mata UangBid TerakhirPerubahan (%)
Yen Jepang109,77+1,00
Yuan China6,38-0,24
Won Korsel1.080,39-0,45
Dolar Taiwan29,97-0,33
Rupee India68,29-0,42
Dolar Singapura1,34-0,36
Ringgit Malaysia3,97-0,33
Peso Filipina52,44-0,39
Baht Thailand32,10-0,38

Dolar AS memang sedang mengamuk. Terhadap mata uang utama dunia pun greenback perkasa. Ini terlihat dari Dollar Index yang saat ini menguat 0,13%.

Pelemahan Rupiah Terparah di AsiaReuters


Rupiah (dan mata uang Asia pada umumnya) tertekan dari tiga sisi. Pertama adalah investor memang sedang memburu dolar AS jelang rilis ikhtisar rapat (minutes of meeting) The Federal Reserve/The Fed edisi Mei 2018. The Fed memang menahan suku bunga acuan di 1,5-1,75% dalam pertemuan itu, tetapi pasar ingin mencermati setiap kata yang dilontarkan para pejabat bank sentral AS tersebut.

Pelaku pasar ingin mencari petunjuk mengenai arah kebijakan moneter AS ke depan. Di tengah positifnya data-data perekonomian AS, investor tentu penasaran apakah The Fed mempertimbangkan untuk menaikkan suku bunga secara agresif agar tidak terjadi overheating.

Jika sampai ada petunjuk ke arah sana, maka dolar AS akan semakin perkasa. Oleh karena itu, investor kemudian memburu dolar AS dan aset-aset berbasis mata uang tersebut untuk mengambil posisi sebelum nantinya greenback semakin mahal.

Kedua adalah perkembangan perang dagang AS-Eropa yang kembali negatif. Presiden AS Donald Trump menyatakan kurang puas dengan proses perundingan dagang dengan Beijing. Ini bisa menjadi halangan dalam upaya penyelesaian perang dagang antara kedua negara.

Ketiga, ada pula potensi pertemuan bersejarah AS-Korea Utara pada 12 Juni mendatang di Singapura batal. Trump menyindir sikap Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un kembali keras setelah bertemu dengan Presiden China Xi Jinping. Perkembangan ini bisa membuat proses perdamaian di Semenjung Korea terancam dan potensi gesekan bisa muncul kapan saja.

Akibat tiga dinamika tersebut, investor pun agak takut bermain dengan instrumen berisiko di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Mode risk aversion ini membuat aliran modal menjadi minim sehingga mata uang Asia bergerak melemah.

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular