Pelajaran dari Krisis 1998

20 Tahun Krismon: Trauma Saat Dolar Tembus Rp 16.800

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
22 May 2018 11:58
20 Tahun Krismon: Trauma Saat Dolar Tembus Rp 16.800
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - "Saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden RI terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari Kamis, 21 Mei 1998."

Kutipan legendaris tersebut diucapkan oleh HM Soeharto, Presiden ke-2 Indonesia. Pengunduran diri Soeharto menandai berakhirnya rezim Orde Baru yang berkuasa nyaris 32 tahun.

Oleh karena itu, banyak pihak memperingati 21 Mei sebagai kelahiran reformasi. Setelah momentum itu, Indonesia berubah. Indonesia bukan lagi yang dulu.

Kini sudah 20 tahun sejak reformasi bergulir. Suka-duka, senang-susah, sudah dilalui rakyat selama 2 dasawarsa.

Keruntuhan Orde Baru merupakan puncak dari krisis politik yang terjadi kala itu. Di tengah semakin panasnya tuntutan reformasi, Soeharto merespons dengan rencana merombak Kabinet Pembangunan VII.

Namun 14 menteri menolak diikutsertakan dalam kabinet baru tersebut. Mereka justru berbalik menuntut Soeharto untuk mundur, meski dengan bahasa yang halus dan sangat tersamarkan.

Krisis politik yang terkulminasi pada berakhirnya Orde Baru merupakan dampak dari krisis ekonomi yang sudah melanda sejak kira-kira setahun sebelumnya. Awal dari krisis ekonomi ini adalah pelemahan nilai tukar rupiah, sesuatu yang juga akrab di telinga akhir-akhir ini. CNBC Indonesia pernah mengulas mengenai bagaimana krismon mengubah wajah Indonesia. Bagaimana krisis ekonomi kemudian berujung ke krisis sosial-politik yang membuat Indonesia bukan yang dulu lagi.

Pada masa itu, kata krisis moneter alias krismon begitu akrab di telinga masyarakat. Sebenarnya apa itu krismon?

Kata moneter tentu mengacu kepada mata uang. Jadi singkatnya, krismon adalah memburuknya keadaan keuangan suatu negara yang berhubungan dengan mata uang.

Kala itu mata uang rupiah memang terpuruk. Bahkan nilai tukar rupiah pernah mencapai Rp 16.800/US$, terlemah sepanjang sejarah Indonesia.

Apa penyebabnya? Ada faktor eksternal dan internal. Dari luar negeri, kala itu mata uang Asia memang berguguran. Baht Thailand, peso Filipina, won Korea Selatan, dolar Hong Kong, dan lain-lain semua tumbang. Tidak terkecuali rupiah.

Memasuki 1998, baht melemah 56%. Won terkoreksi 68%, sementara rupiah anjlok nyaris 71%. Pelemahan rupiah memang yang paling dalam kala itu.

Dari dalam negeri, Paket Oktober (Pakto) 1988 membuat sektor keuangan Indonesia begitu bebas sehingga dana asing mengalir deras ke perbankan dan pasar modal. Begitu pemerintah melepas nilai tukar sesuai harga pasar, rupiah semakin melemah.

Investor asing kehilangan kepercayaan dan meninggalkan Indonesia. Rupiah yang sudah jatuh pun semakin terpuruk.

Gejolak rupiah berimbas ke seluruh sendi perekonomian. Perusahaan-perusahaan yang kala itu begitu bernafsu melakukan ekspansi bermodal utang dari luar negeri kalang-kabut. Utang yang harus mereka bayar membengkak karena pelemahan rupiah.

Akibat banyaknya perusahaan yang kolaps, perbankan pun terkena getah. Kredit macet di mana-mana membuat bank merugi. Pada 1 November 1997, ada 16 bank dilikuidasi.

Tidak hanya rugi karena kredit macet, bank juga diserbu oleh masyarakat yang ingin menarik uangnya. Kepercayaan masyarakat kepada bank mencapai titik nadir.

Gara-gara dolar yang mahal, harga barang-barang di dalam negeri pun melonjak. Maklum, Indonesia masih mengimpor barang dari luar negeri, termasuk kebutuhan pokok seperti beras, daging sapi, kedelai, gandum, dan sebagainya.

Perusahaan banyak yang tutup, harga barang melonjak, dampaknya adalah angka pengangguran dan kemiskinan meroket. Krisis moneter pun berubah menjadi gejolak sosial-politik.

Setelah 20 tahun, krisis besar itu tentu menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia. Namun, jangan salahkan jika krismon juga meninggalkan trauma mendalam. Oleh karena itu, tidak bisa disalahkan kala rupiah melemah cukup dalam dan cepat, selalu ada yang mengaitkannya dengan krismon.

Menjadi tugas otoritas moneter untuk menjaga nilai tukar rupiah tetap stabil. Sebab rakyat masih trauma melihat pelemahan rupiah yang begitu dalam. Rakyat takut akan terjadi krismon jilid II.

Semoga tidak terjadi...

TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/wed) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular