
Rupiah Balik Menguat, IHSG Naik 1,84%
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
11 May 2018 11:43

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melanjutkan tren positif. Sampai dengan akhir sesi I, IHSG menguat 1,84% ke level 6.016,6.
Transaksi berlangsung semarak dengan nilai sebesar Rp 4,7 triliun. Volume transaksi tercatat sebanyak 4,9 miliar saham dan frekuensi adalah sebanyak 248.564 kali.
Saham-saham yang berkontribusi paling besar bagi penguatan IHSG diantaranya: PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (+8,06%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (+2,79%), PT United Tractors Tbk/UNTR (+7,03%), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (+2,18%), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (+3,73%).
Investor nampak bereaksi positif merespon sinyal yang semakin jelas dari Bank Indonesia (BI) terkait kenaikan suku bunga acuan.
"Melemahnya nilai tukar rupiah dalam beberapa pekan terakhir sudah tidak lagi sejalan dengan kondisi fundamental ekonomi Indonesia saat ini. Terkait hal tersebut, dan melihat masih besarnya potensi tantangan dari kondisi global yang dapat berpotensi menganggu kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka menengah panjang, Bank Indonesia akan secara tegas dan konsisten mengarahkan dan memprioritaskan kebijakan moneter pada terciptanya stabilitas," demikian pernyataan Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo, Jumat (11/5/2018).
"Dengan mempertimbangkan hal tersebut, Bank Indonesia memiliki ruang yang cukup besar untuk menyesuaikan suku bunga kebijakan (7 Days Reverse Repo). Respon kebijakan tersebut akan dijalankan secara konsisten dan pre-emptive untuk memastikan keberlangsungan stabilitas," tambah Agus.
Seiring pernyataan BI tersebut, rupiah menguat 0,36% terhadap dolar AS ke level Rp 14.020. Investor asing mencatatkan beli bersih, walaupun nilainya kecil saja, yakni sebesar Rp 21,4 miliar.
Namun, kenaikan suku bunga acuan sejatinya juga patut diwaspadai. Pasalnya, kenaikan suku bunga acuan akan mendorong naik suku bunga kredit yang pada akhirnya semakin menekan daya beli masyarakat.
Menanggapi hal tersebut, bukan tak mungkin investor asing akan semakin gencar melakukan aksi jual di pasar saham. Rupiah pun berpotensi kembali melemah jika hal ini yang terjadi.
Dari sisi eksternal, meredanya ketakutan atas kenaikan suku bunga acuan yang kelewat agresif oleh the Federal Reserve telah membuka ruang bagi IHSG untuk kembali menguat.
Kemarin (10/5/2018), inflasi AS periode April diumumkan di level 0,2% MoM, lebih rendah dari konsensus yang sebesar 0,3% MoM. Tingkat inflasi yang masih terjaga lantas menimbulkan persepsi bahwa kenaikan suku bunga acuan pada tahun ini masih akan dilakukan sebanyak 3 kali, sesuai dengan rencana awal.
Kondisi geopolitik juga mendukung bursa saham dalam negeri untuk menguat. Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un pada 12 Juni mendatang yang akan dilakukan di Singapura.
Pertemuan kedua kepala ini terbilang bersejarah. Pasalnya, belum pernah sekalipun Presiden AS dan Pemimpin Korea Utara bertemu secara empat mata.
Malahan, Trump dan Kim Jong Un sempat terlibat perang kata-kata yang begitu panas pada tahun lalu. Trump sempat memanggil Kim Jong Un dengan sebutan 'Little Rocket Man', sementara Kim Jong Un memanggil mantan taipan properti tersebut dengan sebutan 'tua'.
Denuklirisasi akan menjadi fokus utama dari pertemuan ini. Jika denuklirisasi secara penuh benar dilakukan oleh Korea Utara, maka satu ketidakpastian yang dihadapi pelaku pasar akan menghilang.
Hubungan AS dan Korea Utara memang sedang mesra-mesranya. Kemarin (10/5/2018) waktu setempat, Secretary of State Mike Pompeo kembali dari Korea Utara dengan membawa 3 warga negara AS yang sebelumnya ditahan disana.
(ank/ank) Next Article BI: 2019, Rupiah Lebih Stabil!
Transaksi berlangsung semarak dengan nilai sebesar Rp 4,7 triliun. Volume transaksi tercatat sebanyak 4,9 miliar saham dan frekuensi adalah sebanyak 248.564 kali.
Saham-saham yang berkontribusi paling besar bagi penguatan IHSG diantaranya: PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (+8,06%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (+2,79%), PT United Tractors Tbk/UNTR (+7,03%), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (+2,18%), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (+3,73%).
"Melemahnya nilai tukar rupiah dalam beberapa pekan terakhir sudah tidak lagi sejalan dengan kondisi fundamental ekonomi Indonesia saat ini. Terkait hal tersebut, dan melihat masih besarnya potensi tantangan dari kondisi global yang dapat berpotensi menganggu kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka menengah panjang, Bank Indonesia akan secara tegas dan konsisten mengarahkan dan memprioritaskan kebijakan moneter pada terciptanya stabilitas," demikian pernyataan Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo, Jumat (11/5/2018).
"Dengan mempertimbangkan hal tersebut, Bank Indonesia memiliki ruang yang cukup besar untuk menyesuaikan suku bunga kebijakan (7 Days Reverse Repo). Respon kebijakan tersebut akan dijalankan secara konsisten dan pre-emptive untuk memastikan keberlangsungan stabilitas," tambah Agus.
Seiring pernyataan BI tersebut, rupiah menguat 0,36% terhadap dolar AS ke level Rp 14.020. Investor asing mencatatkan beli bersih, walaupun nilainya kecil saja, yakni sebesar Rp 21,4 miliar.
Namun, kenaikan suku bunga acuan sejatinya juga patut diwaspadai. Pasalnya, kenaikan suku bunga acuan akan mendorong naik suku bunga kredit yang pada akhirnya semakin menekan daya beli masyarakat.
Menanggapi hal tersebut, bukan tak mungkin investor asing akan semakin gencar melakukan aksi jual di pasar saham. Rupiah pun berpotensi kembali melemah jika hal ini yang terjadi.
Dari sisi eksternal, meredanya ketakutan atas kenaikan suku bunga acuan yang kelewat agresif oleh the Federal Reserve telah membuka ruang bagi IHSG untuk kembali menguat.
Kemarin (10/5/2018), inflasi AS periode April diumumkan di level 0,2% MoM, lebih rendah dari konsensus yang sebesar 0,3% MoM. Tingkat inflasi yang masih terjaga lantas menimbulkan persepsi bahwa kenaikan suku bunga acuan pada tahun ini masih akan dilakukan sebanyak 3 kali, sesuai dengan rencana awal.
Kondisi geopolitik juga mendukung bursa saham dalam negeri untuk menguat. Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un pada 12 Juni mendatang yang akan dilakukan di Singapura.
Pertemuan kedua kepala ini terbilang bersejarah. Pasalnya, belum pernah sekalipun Presiden AS dan Pemimpin Korea Utara bertemu secara empat mata.
Malahan, Trump dan Kim Jong Un sempat terlibat perang kata-kata yang begitu panas pada tahun lalu. Trump sempat memanggil Kim Jong Un dengan sebutan 'Little Rocket Man', sementara Kim Jong Un memanggil mantan taipan properti tersebut dengan sebutan 'tua'.
Denuklirisasi akan menjadi fokus utama dari pertemuan ini. Jika denuklirisasi secara penuh benar dilakukan oleh Korea Utara, maka satu ketidakpastian yang dihadapi pelaku pasar akan menghilang.
Hubungan AS dan Korea Utara memang sedang mesra-mesranya. Kemarin (10/5/2018) waktu setempat, Secretary of State Mike Pompeo kembali dari Korea Utara dengan membawa 3 warga negara AS yang sebelumnya ditahan disana.
(ank/ank) Next Article BI: 2019, Rupiah Lebih Stabil!
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular