Rupiah Melemah dan Asing Keluar, IHSG Malah Naik 2,31%

Houtmand P Saragih & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
09 May 2018 16:29
IHSG meroket 2,31% pada perdagangan hari ini ke level 5.907,94. Sempat 2 kali terjun ke zona merah, IHSG berhasil naik signifikan pasca rehat sesi 1.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) meroket 2,31% pada perdagangan hari ini ke level 5.907,94. Sempat 2 kali terjun ke zona merah, IHSG berhasil naik signifikan pasca rehat sesi 1.

Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 9,1 triliun dengan volume sebanyak 9,1 miliar saham. Frekuensi perdagangan adalah 434.202 kali.

Penguatan IHSG dipimpin oleh sektor jasa keuangan yang menguat hingga 3,64% dan berkontribusi sebesar 60,5 poin bagi total kenaikan IHSG yang sebesar 133,2 poin. Saham-saham sektor jasa keuangan yang ditransaksikan menguat diantaranya: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (+3,97%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (+5,51%), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (+4,56%), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (+9,9%).

Koreksi IHSG pada perdagangan kemarin (8/5/2018) yang sebesar 1,88% telah membuka ruang bagi investor untuk melakukan aksi beli. Terlebih jika ditarik dari awal tahun sampai dengan penutupan perdagangan kemarin, IHSG telah anjlok hingga 9,14%.

IHSG yang terus terkoreksi membuat valuasinya menjadi murah. Hal ini terlihat dari price-earnings ratio (PER) IHSG yang sebesar 16,16x, seperti dikutip dari Reuters. PER IHSG tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan PER bursa saham negara-negara berkembang di kawasan Asia, yakni Nifty (India) yang sebesar 22,32x, PSI (Filipina) yang sebesar 19,6x, SET (Thailand) yang sebesar 16,71x, dan KLCI (Malaysia) yang sebesar 16,58x.

Walaupun naik begitu signifikan, sejatinya cukup banyak sentimen negatif yang membayangi perdagangan hari ini.

Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) mengumumkan posisi cadangan devisa per akhir April 2018 di level US$ 124,86 miliar, turun US$ 1,14 miliar dari posisi akhir Maret 2018 yang sebesar US$ 126 miliar. Posisi cadangan devisa per akhir April merupakan yang terendah sejak Juni 2017.

Tergerusnya cadangan devisa salah satunya disebabkan oleh intervensi yang dilakukan oleh bank sentral di pasar valuta asing. Hal ini membuat investor waspada.

Pasalnya, ada ekspektasi bahwa cadangan devisa bulan Mei akan tergerus lebih banyak, seiring dengan pelemahan rupiah yang sudah terjadi sejak awal bulan. Pada bulan April, tekanan terhadap rupiah baru dimulai pada pertengahan bulan.

Jika cadangan devisa semakin anjlok, maka Indonesia akan semakin rentan terhadap tekanan-tekanan dari sisi eksternal.

Dari sisi eksternal, potensi kenaikan suku bunga acuan secara lebih agresif masih terbuka lebar, didukung oleh rendahnya tingkat pengangguran dan pernyataan anggota FOMC Raphael Bostic bahwa kenaikan suku bunga sebanyak 4 kali mungkin saja terjadi.

"Saya cukup yakin dengan (kenaikan suku bunga acuan) tiga kali untuk saat ini. Namun saya terbuka jika situasi mengarah ke tujuan lain. Apakah itu dua kali, atau empat kali, tergantung data yang ada," ungkap Bostic, dikutip dari Reuters.

Seiring dengan persepsi kenaikan suku bunga acuan yang agresif di AS, rupiah melemah 0,21%, ke level Rp 14.075/dolar AS.

Kemudian, tensi geopolitik dunia memanas pasca Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan akan menarik AS dari kesepakatan nuklir dengan Iran. Trump lantas menambahkan bahwa sanksi ekonomi dalam tingkatan tertinggi akan dikenakan bagi Iran.

"Perjanjian dengan Iran ini sangat buruk dan hanya menguntungkan satu pihak. Seharusnya tidak pernah dibuat. AS akan mengenakan sanksi ekonomi dalam tingkatan tertinggi," tegas Trump, seperti dilansir Reuters.

Iran merespon tegas keputusan Trump. Hassan Rouhani, Presiden Iran, mengatakan negaranya akan terus menjalankan kesepakatan meski tanpa AS. Rouhani juga menegaskan bahwa langkah AS adalah sesuatu yang illegal dan merusak tatanan internasional.

Bahkan, perang mungkin akan terjadi dalam waktu dekat. Pasalnya, Israel telah mengumumkan peringatan terkait adanya aktivitas abnormal dari tentara Iran di Suriah. Israel lantas memerintahkan tempat perlindungan bom di Golan Heights untuk disiapkan. Jika tanda-tanda adanya perang semakin nyata, investor bisa dipaksa melepas instrumen berisiko seperti saham dan mengalihkan dananya ke instrumen safe haven.

Merespon pelemahan rupiah dan panasnya kondisi di Timur Tengah, investor asing mencatatkan jual bersih senilai Rp 328,17 miliar. Saham-saham yang paling banyak dilepas investor asing diantaranya: PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (Rp 134,83 miliar), PT Astra International Tbk/ASII (Rp 112,16 miliar), PT United Tractors Tbk/UNTR (Rp 62,03 miliar), PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (Rp 31,55 miliar), dan PT Ace Hardware Indonesia Tbk/ACES (Rp 30,9 miliar).
Next Article Cadangan Devisa Tergerus, IHSG Dibuka Melemah 0,69%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular