
Di Tengah Kuatnya Dolar, BI: Ketahanan Rupiah Masih Terjaga
Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
05 May 2018 10:30

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) menegaskan ketahanan nilai tukar rupiah masih terjaga di tengah 'gempuran' dolar AS yang membumbung tinggi. Pada hari Jumat 4 Mei 2018, Rupiah tetap stabil, sedangkan Baht (Thailand) dan Ringgit (Malaysia) melemah. BI mengungkapkan outflow atau dana asing yang keluar (hot money) dalam beberapa pekan terakhir diyakini akan kembali ke pasar saham dan obligasi Indonesia.
BI mengungkapkan sudah terbiasa menghadapi tekanan global seperti ini dalam beberapa tahun terakhir sejak the Fed mendeklarkan Taper Tantrum di pertengahan 2013.
"Real money investor yang memiliki view jangka menengah panjang terhadap fundamental ekonomi Indonesia masih tetap ada memiliki SBN, sementara investor jangka pendek akan kembali bila risk off di pasar keuangan global mereda," kata Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah kepada CNBC Indonesia, Sabtu (5/5/2018).
BI memandang, ekonomi Indonesia akan tetap memiliki ketahanan yang cukup kuat, meskipun rupiah mengalami tekanan. Yang terpenting fluktuasinya tidak berlebihan, sehingga kepastian dunia usaha terpelihara.
"Jangan terlalu dikhawatirkan ya. Ini hanya psikologis saja karena fundamental ekonomi Indonesia cukup baik serta dampaknya [pelemahan rupiah] terhadap ekonomi tidak terlalu signifikan. Yang harus kita perhatikan perubahannya, bukan level nya" tambah Nanang.
Nanang menjelaskan, intervensi yang dilakukan bank sentral bukan bertujuan untuk mencapai level tertentu, melainkan mengelola volatilitas. Sejauh ini apabila dibandingkan dengan negara-negara lain, volatilitas rupiah relatif terjaga di kisaran 5%.
"Bank Indonesia berupaya menjaga volatilitasnya terkelola baik, yang saat ini sekitar 5,6%. Negara-negara lain itu volatilitasnya itu semua di atas 10%, bahkan ada yang 20%, seperti mata uang Turki, Brazil, dan india," katanya.
"Mekanisme pasar tetap berjalan baik. Permintaan devisa dari importir dan repatriasi dapat dipenuhi oleh penjualan devisa oleh eksportir. Bank Indonesia tugasnya melakukan smoothing volatility bila ada ketidakseimbangan pasokan dan permintaan devisa, misalnya karena meningkatnya permintaan devisa karena penarikan dana asing dari SBN," imbuh Nanang.
"Intervensi tetap dilakukan secara terukur memperhatikan kondisi pasar," tutup Mantan Kepala Departemen Pendalaman Pasar Keuangan ini.
(dru) Next Article Gubernur BI Akhirnya Blak-blakan! Rupiah Anjlok Karena Berita Ini
BI mengungkapkan sudah terbiasa menghadapi tekanan global seperti ini dalam beberapa tahun terakhir sejak the Fed mendeklarkan Taper Tantrum di pertengahan 2013.
"Real money investor yang memiliki view jangka menengah panjang terhadap fundamental ekonomi Indonesia masih tetap ada memiliki SBN, sementara investor jangka pendek akan kembali bila risk off di pasar keuangan global mereda," kata Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah kepada CNBC Indonesia, Sabtu (5/5/2018).
"Jangan terlalu dikhawatirkan ya. Ini hanya psikologis saja karena fundamental ekonomi Indonesia cukup baik serta dampaknya [pelemahan rupiah] terhadap ekonomi tidak terlalu signifikan. Yang harus kita perhatikan perubahannya, bukan level nya" tambah Nanang.
Nanang menjelaskan, intervensi yang dilakukan bank sentral bukan bertujuan untuk mencapai level tertentu, melainkan mengelola volatilitas. Sejauh ini apabila dibandingkan dengan negara-negara lain, volatilitas rupiah relatif terjaga di kisaran 5%.
"Bank Indonesia berupaya menjaga volatilitasnya terkelola baik, yang saat ini sekitar 5,6%. Negara-negara lain itu volatilitasnya itu semua di atas 10%, bahkan ada yang 20%, seperti mata uang Turki, Brazil, dan india," katanya.
"Mekanisme pasar tetap berjalan baik. Permintaan devisa dari importir dan repatriasi dapat dipenuhi oleh penjualan devisa oleh eksportir. Bank Indonesia tugasnya melakukan smoothing volatility bila ada ketidakseimbangan pasokan dan permintaan devisa, misalnya karena meningkatnya permintaan devisa karena penarikan dana asing dari SBN," imbuh Nanang.
"Intervensi tetap dilakukan secara terukur memperhatikan kondisi pasar," tutup Mantan Kepala Departemen Pendalaman Pasar Keuangan ini.
(dru) Next Article Gubernur BI Akhirnya Blak-blakan! Rupiah Anjlok Karena Berita Ini
Most Popular