
Harga Minyak Lesu di Tengah Dinamika Nuklir AS-Iran
Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
30 April 2018 11:50

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak bergerak melemah pagi ini, didorong oleh meningkatnya aktivitas pengeboran minyak Amerika Serikat (AS) dan belum adanya kepastian terkait kesepakatan nuklir Iran.
Hingga pukul 10.52 WIB hari ini, harga minyak jenis light sweet untuk kontrak pengiriman Juni 2018 bergerak terkoreksi 0,32% ke US$67,88/barel, sementara brent untuk kontrak pengiriman Juni 2018 juga turun 0,68% ke US$74,13/barel.
Sebagai catatan, harga minyak global bergerak tidak sejalan sepanjang pekan lalu. Lightsweet ditutup melemah 0,41%, sementara Brent naik hingga 0,78% dalam seminggu terakhir. Tidak serasinya pergerakan dua jenis minyak mentah global tersebut, memang banyak dipengaruhi oleh potensi presiden AS Donald Trump yang mengancam keluar dari kesepakatan nuklir Iran.
Dinamika terkait kesepakatan nuklir Iran pada pekan lalu dimulai dari pertemuan Trump dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron. Dalam pertemuan tersebut, Macron mendesak Trump untuk mematuhi kesepakatan dengan Iran. Sampai ada kesepakatan baru, AS diharuskan untuk taat dan tidak bisa menarik diri begitu saja.
Secara mengejutkan, Trump menyambut positif argumentasi Macron, bahkan menyatakan AS dapat segera mencapai kesepakatan dengan Prancis untuk menjaga kesepakatan nuklir Iran yang diteken pada 2015.
"Kita mengerti satu sama lain, dan akan melihat bagaimana hasilnya. Kita setidaknya dapat mencapai kesepakatan antara kita dengan cukup cepat. Saya kira kita sudah cukup dekat untuk memahami satu sama lain, dan saya merasa pertemuan kita berjalan sangat baik," ujar orang no. 1 di AS tersebut.
Namun, Trump belum mengambil sikap apapun dalam pertemuan tersebut, dan masih menunggu hingga tanggal 12 Mei untuk mengambil keputusan. Mantan taipan properti di Negeri Paman Sam itu cenderung memutuskan untuk bergeming pada sikapnya, untuk saat ini.
Sementara itu, dari Ali Akbar Velayati, penasihat Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei, menegaskan Teheran tidak akan menyetujui perubahan atas kesepakatan dengan AS dan negara-negara barat tentang program nuklir yang dibuat pada 2015.
"Perubahan atau amandemen tidak akan diterima oleh Iran. Jika Trump keluar dari kesepakatan, maka Iran juga demikian. Kami tidak akan menerima kesepakatan yang tidak menguntungkan," tegas Velayati, dikutip dari Reuters.
Sikap AS dan Iran yang sama-sama ngotot dengan pendiriannya tersebut lantas berpotensi besar mengancam kesepakatan nuklir yang dibuat pada masa pemerintahan Presiden Barack Obama itu. Bila ini terjadi, maka kemungkinan Iran mendapat sanksi ekonomi baru dari AS, akan terbuka lebar.
Sanksi ekonomi akan membatasi gerak ekonomi Iran, termasuk produksi dan distribusi minyak. Persepsi ini menyokong pergerakan harga minyak pekan lalu, yang begerak stabil dekat dengan titik tertingginya dalam tiga tahun terakhir.
Akan tetapi, hingga saat ini, peluang kedua skenario, antara penerapan sanksi baru terhadap Iran maupun AS yang melunak, masih terbuka lebar. Pada akhir pekan, Menteri Pertahanan AS Jim Mantis pun menyatakan bahwa keputusan AS untuk keluar dari kesepakatan nuklir tersebut belum dibuat.
Di tengah ketidakpastian yang ada, investor di pasar keuangan cenderung menarik dananya dari komoditas ini karena harganya yang sedang fluktuatif. Investor mengurangi kepemilikannya di instrumen minyak jangka panjang sebanyak 7.396 lot menjadi 612.486 lot pada pekan kedua April.
Sembari menunggu nasib Iran, investor sepertinya lebih memilih mundur terlebih dulu sehingga membuat harga minyak terkoreksi.
Hari ini, sentimen lain yang menekan harga minyak adalah bertambahnya jumlah kilang minyak aktif di negeri Paman Sam pekan lalu, sebanyak 5 unit menjadi 825 unit, level tertingginya sejak Maret 2015. Perkembangan ini menjadi indikasi bahwa produksi dan pasokan minyak mentah AS masih akan kuat ke depan.
Sebagai catatan, produksi minyak AS terus mencatatkan rekor baru, mendekati angka 10,6 juta barel per hari (bph) hingga saat ini. Padahal produksi minyak AS pada akhir tahun 2017 masih berada di bawah angka 10 juta bph.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(hps) Next Article Harga Minyak Turun (Lagi)
Hingga pukul 10.52 WIB hari ini, harga minyak jenis light sweet untuk kontrak pengiriman Juni 2018 bergerak terkoreksi 0,32% ke US$67,88/barel, sementara brent untuk kontrak pengiriman Juni 2018 juga turun 0,68% ke US$74,13/barel.
![]() |
Sebagai catatan, harga minyak global bergerak tidak sejalan sepanjang pekan lalu. Lightsweet ditutup melemah 0,41%, sementara Brent naik hingga 0,78% dalam seminggu terakhir. Tidak serasinya pergerakan dua jenis minyak mentah global tersebut, memang banyak dipengaruhi oleh potensi presiden AS Donald Trump yang mengancam keluar dari kesepakatan nuklir Iran.
Secara mengejutkan, Trump menyambut positif argumentasi Macron, bahkan menyatakan AS dapat segera mencapai kesepakatan dengan Prancis untuk menjaga kesepakatan nuklir Iran yang diteken pada 2015.
"Kita mengerti satu sama lain, dan akan melihat bagaimana hasilnya. Kita setidaknya dapat mencapai kesepakatan antara kita dengan cukup cepat. Saya kira kita sudah cukup dekat untuk memahami satu sama lain, dan saya merasa pertemuan kita berjalan sangat baik," ujar orang no. 1 di AS tersebut.
Namun, Trump belum mengambil sikap apapun dalam pertemuan tersebut, dan masih menunggu hingga tanggal 12 Mei untuk mengambil keputusan. Mantan taipan properti di Negeri Paman Sam itu cenderung memutuskan untuk bergeming pada sikapnya, untuk saat ini.
Sementara itu, dari Ali Akbar Velayati, penasihat Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei, menegaskan Teheran tidak akan menyetujui perubahan atas kesepakatan dengan AS dan negara-negara barat tentang program nuklir yang dibuat pada 2015.
"Perubahan atau amandemen tidak akan diterima oleh Iran. Jika Trump keluar dari kesepakatan, maka Iran juga demikian. Kami tidak akan menerima kesepakatan yang tidak menguntungkan," tegas Velayati, dikutip dari Reuters.
Sikap AS dan Iran yang sama-sama ngotot dengan pendiriannya tersebut lantas berpotensi besar mengancam kesepakatan nuklir yang dibuat pada masa pemerintahan Presiden Barack Obama itu. Bila ini terjadi, maka kemungkinan Iran mendapat sanksi ekonomi baru dari AS, akan terbuka lebar.
Sanksi ekonomi akan membatasi gerak ekonomi Iran, termasuk produksi dan distribusi minyak. Persepsi ini menyokong pergerakan harga minyak pekan lalu, yang begerak stabil dekat dengan titik tertingginya dalam tiga tahun terakhir.
Akan tetapi, hingga saat ini, peluang kedua skenario, antara penerapan sanksi baru terhadap Iran maupun AS yang melunak, masih terbuka lebar. Pada akhir pekan, Menteri Pertahanan AS Jim Mantis pun menyatakan bahwa keputusan AS untuk keluar dari kesepakatan nuklir tersebut belum dibuat.
Di tengah ketidakpastian yang ada, investor di pasar keuangan cenderung menarik dananya dari komoditas ini karena harganya yang sedang fluktuatif. Investor mengurangi kepemilikannya di instrumen minyak jangka panjang sebanyak 7.396 lot menjadi 612.486 lot pada pekan kedua April.
Sembari menunggu nasib Iran, investor sepertinya lebih memilih mundur terlebih dulu sehingga membuat harga minyak terkoreksi.
Hari ini, sentimen lain yang menekan harga minyak adalah bertambahnya jumlah kilang minyak aktif di negeri Paman Sam pekan lalu, sebanyak 5 unit menjadi 825 unit, level tertingginya sejak Maret 2015. Perkembangan ini menjadi indikasi bahwa produksi dan pasokan minyak mentah AS masih akan kuat ke depan.
Sebagai catatan, produksi minyak AS terus mencatatkan rekor baru, mendekati angka 10,6 juta barel per hari (bph) hingga saat ini. Padahal produksi minyak AS pada akhir tahun 2017 masih berada di bawah angka 10 juta bph.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(hps) Next Article Harga Minyak Turun (Lagi)
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular