
Tak Cuma Saham, Investor Asing Juga Kabur Rp 21 T di Obligasi
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
29 April 2018 14:18

Jakarta, CNBC Indonesia - Tak hanya di pasar saham, ternyata investor asing juga berbondong-bondong kabur dari pasar obligasi Indonesia sepanjang pekan ini. Mengutip data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, kepemilikan investor asing atas Surat Berharga Negara (SBN) yang dapat diperdagangkan per 26 April adalah sebesar Rp 848,48 triliun, turun Rp 21,32 triliun jika dibandingkan posisi akhir minggu lalu yang sebesar Rp 869,8 triliun.
Jika dibandingkan dengan jual bersih di pasar saham yang sebesar Rp 5,3 triliun, jual bersih di pasar obligasi lantas berkali-kali lipat lebih besar jumlahnya.
Meroketnya imbal hasil (yield) obligasi terbitan pemerintah AS menjadi biang kerok dibalik gencarnya investor asing dalam melepas SBN. Sepanjang pekan ini, imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun terus merangkak naik sampai mencapai titik tertingginya di level 3,024%, titik tertinggi sejak Juli 2011 silam.
Akibatnya, instrumen ini menjadi menarik di mata investor. Mereka pun menjual kepemilikannya atas obligasi negara-negara lain seperti Indonesia dan mengalihkannya ke dalam dolar AS, sembari menunggu waktu yang pas untuk memburu obligasi AS.
Sepanjang minggu ini, indeks dolar AS yang menggambarkan pergerakan greenback terhadap mata uang utama lainnya terkerek naik sebesar 1,36% ke level 91,542.
Mulai Tak laku
Pemerintah sudah sepatutnya mewaspadai kenaikan imbal obligasi AS. Pasalnya, walaupun sudah berangsur turun ke bawah 3%, masih terdapat potensi nilainya akan kembali merangkak naik.
Pada hari Jumat kemarin (27/4/2018), pembacaan perdana untuk data pertumbuhan ekonomi AS kuartal-1 tercatat sebesar 2,3% QoQ (annualized), jauh lebih tinggi dibandingkan konsensus yang dihimpun oleh Reuters sebesar 2% QoQ. Jika laporan keuangan dan data-data ekonomi yang akan dirilis pekan depan kembali mengalahkan estimasi para analis, imbal hasil di kisaran 3% sangat mungkin untuk kembali kita dapati.
Di sisi lain, SBN terbitan Indonesia terlihat mulai tidak laku. Pada 24 April lalu, pemerintah melakukan lelang SBN dengan target indikatif senilai Rp 17 triliun dan target maksimal senilai Rp 25,5 triliun. Namun, jumlah yang dimenangkan tercatat hanya sebesar Rp 6,15 triliun. Hal tersebut menandai kali pertama dalam tahun ini perolehan dana dalam lelang SBN tidak mencapai target.
Rendahnya pemasukan ini tak lepas dari penawaran peserta lelang yang hanya sebesar Rp 17,02 triliun, jauh di bawah jumlah penawaran pada lelang sebelumnya yang sebesar Rp 37,72 triliun. Padahal, target indikatif dan maksimal yang dipatok pada saat itu (10 April 2018) adalah sama. Ini merupakan jumlah penawaran terendah dalam lelang SBN sejak 2016.
Akibat sepinya permintaan, biaya penerbitan pun menjadi semakin mahal. Pada lelang tersebut, Obligasi Negara (ON) seri acuan FR0064 dilepas dengan rata-rata imbal hasil tertimbang sebesar 6,91993%. Padahal, pada penerbitan sebelumnya, yield untuk ON seri yang sama tercatat hanya sebesar 6,58989%. Sebagai catatan, pergerakan imbal hasil obligasi berbanding terbalik dengan harganya.
(ank/ank) Next Article MAMI: Yield Obligasi RI 10 Tahun Berpeluang Turun Ke 6%
Jika dibandingkan dengan jual bersih di pasar saham yang sebesar Rp 5,3 triliun, jual bersih di pasar obligasi lantas berkali-kali lipat lebih besar jumlahnya.
Akibatnya, instrumen ini menjadi menarik di mata investor. Mereka pun menjual kepemilikannya atas obligasi negara-negara lain seperti Indonesia dan mengalihkannya ke dalam dolar AS, sembari menunggu waktu yang pas untuk memburu obligasi AS.
Sepanjang minggu ini, indeks dolar AS yang menggambarkan pergerakan greenback terhadap mata uang utama lainnya terkerek naik sebesar 1,36% ke level 91,542.
Mulai Tak laku
Pemerintah sudah sepatutnya mewaspadai kenaikan imbal obligasi AS. Pasalnya, walaupun sudah berangsur turun ke bawah 3%, masih terdapat potensi nilainya akan kembali merangkak naik.
Pada hari Jumat kemarin (27/4/2018), pembacaan perdana untuk data pertumbuhan ekonomi AS kuartal-1 tercatat sebesar 2,3% QoQ (annualized), jauh lebih tinggi dibandingkan konsensus yang dihimpun oleh Reuters sebesar 2% QoQ. Jika laporan keuangan dan data-data ekonomi yang akan dirilis pekan depan kembali mengalahkan estimasi para analis, imbal hasil di kisaran 3% sangat mungkin untuk kembali kita dapati.
Di sisi lain, SBN terbitan Indonesia terlihat mulai tidak laku. Pada 24 April lalu, pemerintah melakukan lelang SBN dengan target indikatif senilai Rp 17 triliun dan target maksimal senilai Rp 25,5 triliun. Namun, jumlah yang dimenangkan tercatat hanya sebesar Rp 6,15 triliun. Hal tersebut menandai kali pertama dalam tahun ini perolehan dana dalam lelang SBN tidak mencapai target.
Rendahnya pemasukan ini tak lepas dari penawaran peserta lelang yang hanya sebesar Rp 17,02 triliun, jauh di bawah jumlah penawaran pada lelang sebelumnya yang sebesar Rp 37,72 triliun. Padahal, target indikatif dan maksimal yang dipatok pada saat itu (10 April 2018) adalah sama. Ini merupakan jumlah penawaran terendah dalam lelang SBN sejak 2016.
Akibat sepinya permintaan, biaya penerbitan pun menjadi semakin mahal. Pada lelang tersebut, Obligasi Negara (ON) seri acuan FR0064 dilepas dengan rata-rata imbal hasil tertimbang sebesar 6,91993%. Padahal, pada penerbitan sebelumnya, yield untuk ON seri yang sama tercatat hanya sebesar 6,58989%. Sebagai catatan, pergerakan imbal hasil obligasi berbanding terbalik dengan harganya.
(ank/ank) Next Article MAMI: Yield Obligasi RI 10 Tahun Berpeluang Turun Ke 6%
Most Popular