
Menanti Nasib Negeri Persia, Harga Minyak Melandai
Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
27 April 2018 10:49

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak bergerak melandai pagi ini, didorong oleh pelaku pasar yang masih cenderung wait and see menanti keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terkait sanksi nuklir pada Iran. Pergerakan harga sang emas hitam pagi ini juga masih dipengaruhi oleh melonjaknya cadangan dan produksi minyak mentah Negeri Paman Sam.
Hingga pukul 09.57 WIB hari ini, harga minyak jenis Light Sweet untuk kontrak pengiriman Juni 2018 bergerak terkoreksi 0,38% ke US$67,93/barel, sementara Brent untuk kontrak pengiriman Juni 2018 juga turun 0,40% ke US$74,44/barel.
Harga minyak ditutup menguat pada perdagangan kemarin, di mana Brent bahkan naik hingga 1%, didorong oleh masih kuatnya kekhawatiran atas ancaman sanksi bagi Iran.
Ali Akbar Velayati, penasihat Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei, menegaskan Teheran tidak akan menyetujui perubahan atas kesepakatan dengan AS dan negara-negara barat tentang program nuklir yang dibuat pada 2015. Padahal, Trump mengancam akan keluar dari kesepakatan jika tidak ada perubahan substansial.
"Perubahan atau amandemen tidak akan diterima oleh Iran. Jika Trump keluar dari kesepakatan, maka Iran juga demikian. Kami tidak akan menerima kesepakatan yang tidak menguntungkan," tegas Velayati, dikutip dari Reuters.
Sikap AS dan Iran yang sama-sama ngotot dengan pendiriannya bisa mengancam kesepakatan nuklir yang dibuat pada masa pemerintahan Presiden Barack Obama tersebut. Bila ini terjadi, maka ada kemungkinan Iran justru akan mendapat sanksi ekonomi baru dari AS.
Sanksi ekonomi akan membatasi gerak ekonomi Iran, termasuk produksi dan distribusi minyak. Persepsi ini membuat harga minyak terkerek ke atas kemarin.
Namun, hingga saat ini belum ada keputusan terkait sikap negeri Paman Sam. Peluang kedua skenario, antara penerapan sanksi baru terhadap Iran maupun AS yang melunak, masih terbuka lebar. Kemarin Menteri Pertahanan AS Jim Mantis menyatakan keputusan AS untuk keluar dari kesepakatan nuklir belum ditetapkan.
Trump baru akan memutuskan langkah berikutnya pada 12 Mei. Pelaku pasar pun cenderung bermain aman dan memasang posisi risk-off, sembari menanti nasib Negeri Persia.
Sentimen negatif lainnya bagi harga minyak datang dari cadangan minyak mentah AS yang meningkat 2,2 juta barel dalam sepekan hingga tanggal 20 April menjadi 429,1 juta. Padahal konsensus yang dihimpun S&P Global Platts memprediksi penurunan cadangan sebesar 1,1 juta barel.
Selain itu, produksi minyak AS juga berhasil mencatat rekor baru, mendekati angka 10,6 juta barel per hari (bph). Padahal produksi minyak AS pada akhir tahun 2017 masih berada di bawah angka 10 juta bph.
(RHG/RHG) Next Article Harga Minyak Melesat, karena AS Jadi Juru Runding Rusia-Arab?
Hingga pukul 09.57 WIB hari ini, harga minyak jenis Light Sweet untuk kontrak pengiriman Juni 2018 bergerak terkoreksi 0,38% ke US$67,93/barel, sementara Brent untuk kontrak pengiriman Juni 2018 juga turun 0,40% ke US$74,44/barel.
![]() |
Ali Akbar Velayati, penasihat Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei, menegaskan Teheran tidak akan menyetujui perubahan atas kesepakatan dengan AS dan negara-negara barat tentang program nuklir yang dibuat pada 2015. Padahal, Trump mengancam akan keluar dari kesepakatan jika tidak ada perubahan substansial.
"Perubahan atau amandemen tidak akan diterima oleh Iran. Jika Trump keluar dari kesepakatan, maka Iran juga demikian. Kami tidak akan menerima kesepakatan yang tidak menguntungkan," tegas Velayati, dikutip dari Reuters.
Sikap AS dan Iran yang sama-sama ngotot dengan pendiriannya bisa mengancam kesepakatan nuklir yang dibuat pada masa pemerintahan Presiden Barack Obama tersebut. Bila ini terjadi, maka ada kemungkinan Iran justru akan mendapat sanksi ekonomi baru dari AS.
Sanksi ekonomi akan membatasi gerak ekonomi Iran, termasuk produksi dan distribusi minyak. Persepsi ini membuat harga minyak terkerek ke atas kemarin.
Namun, hingga saat ini belum ada keputusan terkait sikap negeri Paman Sam. Peluang kedua skenario, antara penerapan sanksi baru terhadap Iran maupun AS yang melunak, masih terbuka lebar. Kemarin Menteri Pertahanan AS Jim Mantis menyatakan keputusan AS untuk keluar dari kesepakatan nuklir belum ditetapkan.
Trump baru akan memutuskan langkah berikutnya pada 12 Mei. Pelaku pasar pun cenderung bermain aman dan memasang posisi risk-off, sembari menanti nasib Negeri Persia.
Sentimen negatif lainnya bagi harga minyak datang dari cadangan minyak mentah AS yang meningkat 2,2 juta barel dalam sepekan hingga tanggal 20 April menjadi 429,1 juta. Padahal konsensus yang dihimpun S&P Global Platts memprediksi penurunan cadangan sebesar 1,1 juta barel.
Selain itu, produksi minyak AS juga berhasil mencatat rekor baru, mendekati angka 10,6 juta barel per hari (bph). Padahal produksi minyak AS pada akhir tahun 2017 masih berada di bawah angka 10 juta bph.
(RHG/RHG) Next Article Harga Minyak Melesat, karena AS Jadi Juru Runding Rusia-Arab?
Most Popular