Dolar AS Menuju Rp 14.000, RI Butuh 'Obat' Sementara

Arys Aditya, CNBC Indonesia
26 April 2018 13:30
Kondisi depresiasi rupiah yang terjadi saat ini lebih merupakan gejala dan bukan penyakit secara fundamental.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tetap berpeluang melaju ke level Rp 14.000 per dolar AS meskipun Bank Indonesia disebut tidak akan tinggal diam.

Dalam sepekan terakhir, rupiah terus tertekan oleh greenback dan nyaris menyentuh level psikologis Rp 14.000 per dolar AS. Hal ini diiringi oleh koreksi IHSG dan kenaikan yield SBN 10 tahun.

Chief Economist and Investment Strategist Manulife Asset Management Indonesia (MAMI) Katarina Setiawan mengemukakan kondisi depresiasi rupiah yang terjadi saat ini lebih merupakan gejala dan bukan penyakit secara fundamental.

Katarina memaparkan, kondisi fundamental domestik masih kuat. Akan tetapi, lanjutnya, investor belum mampu menyesuaikan diri dengan sentimen global. Hal ini, lanjutnya, membuat bank sentral akan melakukan dua dari tiga tahap kebijakan yang dimiliki. Dua tahap itu adalah dorongan hedging dan wajib rupiah, serta intervensi di pasar.

"Saat ini hanya gejala, lebih butuh paracetamol daripada antibiotik karena tidak ada virusnya. BI terlihat sudah masuk di pasar sejak Maret 2018, di currency maupun melalui bond," ujarnya dalam konferensi pers, Kamis (26/4/2018).

Dia mengatakan tahap ketiga kebijakan BI adalah kenaikan suku bunga kebijakan 7-days reverse repo rate. Namun, Katarina menyebut BI akan sangat berhati-hati dan tidak gegabah dalam menggunakan instrumen tersebut.

"Menurut saya, kenaikan suku bunga BI hanya terjadi apabila the Fed lebih agresif dari perkiraan sebelumnya," ungkapnya.


(dru) Next Article BI: 2019, Rupiah Lebih Stabil!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular