
Sri Mulyani Buka-bukaan Soal Dolar AS yang Menuju Rp 14.000
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
26 April 2018 13:17

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati buka suara mengenai penguatan dolar AS yang nyaris menembus Rp 14.000/US$. Sri Mulyani berpesan, agar masyarakat tidak perlu panik dengan anjloknya rupiah.
Berbicara usai menghadiri sidang paripurna DPR, Sri Mulyani menegaskan, tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari pelemahan rupiah. Pasalnya, penguatan dolar AS bukan hanya berdampak terhadap nilai tukar rupiah.
"Masyarakat perlu terus diberikan informasi, sehingga mereka menjadi lebih tenang bahwa pergerakan ini adalah pergerakan yang berasal dari AS, pegaruhnya pada seluruh mata uang dunia," kata Sri Mulyani, Kamis (26/4/2018).
Sri Mulyani mengklaim, depresiasi rupiah masih jauh lebih baik dibandingkan mata uang negara-negara maju maupun berkembang. Kondisi ini, sambung dia, bersumber dari AS, terutama kenaikan US Treasury di level 3%.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu pun belum terlalu mengkhawatirkan dampak penguatan dolar AS yang nyaris menembus Rp 14.000/US$, meskipun pelemahan rupiah akan berdampak terhadapl biaya bunga utang jatuh tempo yang harus dibayarkan pemerintah,
"Kita harus menimbang dari kemungkinan kenaikan dari bunga utang yang tentu kami perhatikan dalam konteks belanja pada semester II ini. Kami akan lihat sensitivitas perubahan nilai tukar kepada seluruh pos belanja," katanya.
Manfaatkan momentum pelemahan
Meskipun pelemahan rupiah bisa berdampak negatif pada sendi perekonomian, namun Sri Mulyani memandang, Indonesia perlu memanfaatkan momentum di tengah penguatan dolar AS, yakni dari sisi peningkatan kinerja ekspor domestik.
"Ekspor kita harus dipacu lebih bagus, karena memang kesempatannya adalah hari ini, mumpung global growth masih positif," katanya.
Pada tahun ini hingga 2019, pertumbuhan ekonomi global diperkirakan sebesar 3,9% atau naik tipis dari proyeksi sebelumnya hanya 3,8%. Momentum ini, ditegaskan dia, perlu dimanfaatkan untuk memperluas pasar ekspor Indonesia.
"Permintaan dari negara-negara yang memiliki pertumbuhan relatif tinggi sangat ada. Kualitas dari ekspor, terutama dari manufaktur harus dipacu. Karena kalau berasal dari komoditas raw material barangkali memiliki elastisitas yang tidak terlalu tinggi," jelasnya.
(dru) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Berbicara usai menghadiri sidang paripurna DPR, Sri Mulyani menegaskan, tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari pelemahan rupiah. Pasalnya, penguatan dolar AS bukan hanya berdampak terhadap nilai tukar rupiah.
"Masyarakat perlu terus diberikan informasi, sehingga mereka menjadi lebih tenang bahwa pergerakan ini adalah pergerakan yang berasal dari AS, pegaruhnya pada seluruh mata uang dunia," kata Sri Mulyani, Kamis (26/4/2018).
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu pun belum terlalu mengkhawatirkan dampak penguatan dolar AS yang nyaris menembus Rp 14.000/US$, meskipun pelemahan rupiah akan berdampak terhadapl biaya bunga utang jatuh tempo yang harus dibayarkan pemerintah,
"Kita harus menimbang dari kemungkinan kenaikan dari bunga utang yang tentu kami perhatikan dalam konteks belanja pada semester II ini. Kami akan lihat sensitivitas perubahan nilai tukar kepada seluruh pos belanja," katanya.
Manfaatkan momentum pelemahan
Meskipun pelemahan rupiah bisa berdampak negatif pada sendi perekonomian, namun Sri Mulyani memandang, Indonesia perlu memanfaatkan momentum di tengah penguatan dolar AS, yakni dari sisi peningkatan kinerja ekspor domestik.
"Ekspor kita harus dipacu lebih bagus, karena memang kesempatannya adalah hari ini, mumpung global growth masih positif," katanya.
Pada tahun ini hingga 2019, pertumbuhan ekonomi global diperkirakan sebesar 3,9% atau naik tipis dari proyeksi sebelumnya hanya 3,8%. Momentum ini, ditegaskan dia, perlu dimanfaatkan untuk memperluas pasar ekspor Indonesia.
"Permintaan dari negara-negara yang memiliki pertumbuhan relatif tinggi sangat ada. Kualitas dari ekspor, terutama dari manufaktur harus dipacu. Karena kalau berasal dari komoditas raw material barangkali memiliki elastisitas yang tidak terlalu tinggi," jelasnya.
(dru) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Most Popular