
Rupiah Tertekan, Begini Caranya Dongkrak Cadangan Devisa
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
25 April 2018 15:55

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah menjadi tajuk utama pembicaraan di kalangan investor dalam beberapa hari terakhir. Bagaimana tidak, terhitung sejak 19 April sampai dengan akhir perdagangan kemarin (24/4/2018), rupiah melemah hingga 0,76% terhadap dolar AS ke level Rp 13.885, mendekati level psikologis Rp 14.000. Bahkan, kini rupiah diperdagangkan di level Rp 13.920/dolar AS di pasar spot.
Pelemahan rupiah dipicu oleh kembali munculnya ketakutan pelaku pasar atas kenaikan suku bunga acuan yang lebih agresif dari perkiraan awal.
Bank Indonesia (BI) selaku bank sentral pun tak tinggal diam. Agus Martowardojo selaku Gubernur BI mengungkapkan BI telah melakukan intervensi dalam jumlah besar untuk menjaga nilai rupiah tetap stabil.
"Untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai fundamentalnya, Bank Indonesia telah melakukan intervensi baik di pasar valas (valuta asing) maupun pasar SBN [surat Berharga Negara] dalam jumlah cukup besar," tegas Agus dalam keterangannya dari Washington DC, Selasa (24/4/2018).
Walaupun intervensi di pasar valas bisa menstabilkan pergerakan rupiah, namun hal ini sejatinya perlu diwaspadai. Pasalnya, hal ini membutuhkan cadangan devisa yang tak sedikit jumlahnya.
Masih ingat di pikiran kita ketika cadangan devisa terkuras hingga US$ 11,62 miliar guna menstabilisasi rupiah sepanjang 11 bulan pertama tahun 2015. Padahal, rupiah tetap saja anjlok ke level Rp 14.653/dolar AS. Kemudian sepanjang Maret 2018, cadangan devisa terkuras sebesar US$ 2,06 miliar guna menahan laju depresiasi mata uang dalam negeri. Per akhir bulan lalu, cadangan devisa Indonesia tercatat sebesar US$ 126 miliar.
Memang, terkadang intervensi di pasar valas dibutuhkan, terutama dalam kondisi seperti ini. Lantas, cara terbaik untuk mempersiapkan diri adalah dengan meningkatkan cadangan devisa.
Berikut adalah beberapa cara yang bisa ditempuh pemerintah guna membantu Bank Indonesia meningkatkan cadangan devisanya.
1. Perkuat Ekspor Manufaktur
Ekspor merupakan salah satu elemen penting dalam menambah amunisi devisa Indonesia. Jika ekspor tercatat lebih besar dari impor atau yang biasa disebut surplus neraca perdagangan, maka Indonesia akan kebanjiran dolar AS yang pada akhirnya akan menambah pundi-pundi cadangan devisa.
Melihat komposisi ekspor, jelas sudah bahwa manufaktur merupakan elemen utama dari ekspor Indonesia. Sepanjang 2017, ekspor barang-barang manufaktur Indonesia mencapai US$ 125 miliar atau setara dengan 74% dari total ekspor yang sebesar US$ 168,7 miliar.
Jika pemerintah ingin mendongkrak secara signifikan cadangan devisa yang dimiliki oleh bank sentral, ekspor manufaktur harus digenjot. Masalahnya, ini bukan merupakan perkara mudah.
Berbagai hal seperti infrastruktur, perizinan, hingga insentif harus disiapkan oleh pemerintah, dimana waktu yang dibutuhkan tidaklah sebentar. Belum lagi jika berbicara mengenai akses pasar ekspor yang masih terbatas.
Indonesia wajib aktif dalam memfinalisasikan kesepakatan dagang besar yang mampu membuka pasar ekspor bagi produsen dalam negeri. Blok dagang Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) sejatinya merupakan peluang emas bagi Indonesia. Namun, kini perundingannya menjadi tertunda lantaran China sibuk balas-membalas mengenakan bea masuk dengan AS.
2. Perbanyak Kunjungan Wisatawan Asing
Kunjungan wisatawan mancanegara sebenarnya memiliki potensi yang besar untuk bisa mendongkrak cadangan devisa. Masalahnya, sektor pariwisata Indonesia sangat jauh tertinggal dibandingkan negara lain.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kunjungan wistawan asing pada 2017 adalah sebanyak 14,04 juta jiwa. Sebagai perbandingan, jumlah kunjungan wistawan asing ke Malaysia yang wilayahnya jauh lebih kecil daripada Indonesia mencapai 26,8 juta jiwa pada tahun 2016. Bahkan, Singapura yang luas negaranya hanya sebesar 0,04% dari luas wilayah Indonesia berhasil mengundang 17,4 juta wisatawan asing pada tahun lalu.
Namun, sama dengan meningkatkan ekspor, meningkatkan jumlah wisatawan asing membutuhkan berbagai persiapan yang tak sebentar waktunya.
3. Terbitkan Surat Utang Valas
Cara termudah meraup dolar AS dalam waktu cepat dan mendongkrak cadangan devisa adalah melalui penerbitan surat utang dalam denominasi mata uang asing. Kemarin, pemerintah Indonesia telah menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) dalam denominasi dolar AS senilai US$ 1 miliar dengan tenor 10 tahun.
Namun, menerbitkan SUN dalam denominasi mata uang asing bukan tanpa resiko. Pada penerbitan kemarin, SUN dijual pada harga 99,804%, seperti dilansir dari halaman resmi Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan. Ini artinya, biaya yang harus ditanggung pemerintah nantinya dari penerbitan surat utang tersebut akan menjadi lebih tinggi, dikarenakan dijual di bawah nilai nominalnya.
Hal tersebut merefleksikan minat investor yang kurang tinggi dalam merespon penerbitan surat utang denominasi dolar AS. Jika nantinya pemerintah memaksa melakukan penerbitan lagi, bukan tak mungkin biaya yang harus ditanggung semakin tinggi. Hal tersebut tentu bukan kabar baik bagi postur APBN Indonesia.
Kemudian, belakangan ini banyak pihak yang mempermasalahkan utang Indonesia, menyusul nilainya yang sudah mencapai Rp 4.000 triliun. Walaupun rasionya masih 29% jika dibandingkan dengan nilai perekonomian, penerbitan surat utang dalam denominasi valas yang terkesan terburu-buru bisa menimbulkan persepsi negatif bagi investor. Bukan tak mungkin dolar AS akan semakin diburu dan membuat rupiah semakin terpuruk.
Jadi, urusan meningkatkan cadangan devisa bukanlah perkara mudah. Dibutuhkan persiapan yang memakan waktu bertahun-tahun lamanya supaya cadangan devisa bisa menggelembung tanpa menimbulkan persepsi yang negatif dari pelaku pasar.
Melihat volatilitas pasar keuangan yang begitu tinggi pada tahun ini, pemerintah sudah seharusnya mempersiapkan diri mulai dari sekarang.
(ank/ank) Next Article "Dimakan" Rupiah! Cadangan Devisa RI Turun 7 Bulan
Pelemahan rupiah dipicu oleh kembali munculnya ketakutan pelaku pasar atas kenaikan suku bunga acuan yang lebih agresif dari perkiraan awal.
Bank Indonesia (BI) selaku bank sentral pun tak tinggal diam. Agus Martowardojo selaku Gubernur BI mengungkapkan BI telah melakukan intervensi dalam jumlah besar untuk menjaga nilai rupiah tetap stabil.
Walaupun intervensi di pasar valas bisa menstabilkan pergerakan rupiah, namun hal ini sejatinya perlu diwaspadai. Pasalnya, hal ini membutuhkan cadangan devisa yang tak sedikit jumlahnya.
Masih ingat di pikiran kita ketika cadangan devisa terkuras hingga US$ 11,62 miliar guna menstabilisasi rupiah sepanjang 11 bulan pertama tahun 2015. Padahal, rupiah tetap saja anjlok ke level Rp 14.653/dolar AS. Kemudian sepanjang Maret 2018, cadangan devisa terkuras sebesar US$ 2,06 miliar guna menahan laju depresiasi mata uang dalam negeri. Per akhir bulan lalu, cadangan devisa Indonesia tercatat sebesar US$ 126 miliar.
Memang, terkadang intervensi di pasar valas dibutuhkan, terutama dalam kondisi seperti ini. Lantas, cara terbaik untuk mempersiapkan diri adalah dengan meningkatkan cadangan devisa.
Berikut adalah beberapa cara yang bisa ditempuh pemerintah guna membantu Bank Indonesia meningkatkan cadangan devisanya.
1. Perkuat Ekspor Manufaktur
Ekspor merupakan salah satu elemen penting dalam menambah amunisi devisa Indonesia. Jika ekspor tercatat lebih besar dari impor atau yang biasa disebut surplus neraca perdagangan, maka Indonesia akan kebanjiran dolar AS yang pada akhirnya akan menambah pundi-pundi cadangan devisa.
Melihat komposisi ekspor, jelas sudah bahwa manufaktur merupakan elemen utama dari ekspor Indonesia. Sepanjang 2017, ekspor barang-barang manufaktur Indonesia mencapai US$ 125 miliar atau setara dengan 74% dari total ekspor yang sebesar US$ 168,7 miliar.
Jika pemerintah ingin mendongkrak secara signifikan cadangan devisa yang dimiliki oleh bank sentral, ekspor manufaktur harus digenjot. Masalahnya, ini bukan merupakan perkara mudah.
Berbagai hal seperti infrastruktur, perizinan, hingga insentif harus disiapkan oleh pemerintah, dimana waktu yang dibutuhkan tidaklah sebentar. Belum lagi jika berbicara mengenai akses pasar ekspor yang masih terbatas.
Indonesia wajib aktif dalam memfinalisasikan kesepakatan dagang besar yang mampu membuka pasar ekspor bagi produsen dalam negeri. Blok dagang Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) sejatinya merupakan peluang emas bagi Indonesia. Namun, kini perundingannya menjadi tertunda lantaran China sibuk balas-membalas mengenakan bea masuk dengan AS.
2. Perbanyak Kunjungan Wisatawan Asing
Kunjungan wisatawan mancanegara sebenarnya memiliki potensi yang besar untuk bisa mendongkrak cadangan devisa. Masalahnya, sektor pariwisata Indonesia sangat jauh tertinggal dibandingkan negara lain.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kunjungan wistawan asing pada 2017 adalah sebanyak 14,04 juta jiwa. Sebagai perbandingan, jumlah kunjungan wistawan asing ke Malaysia yang wilayahnya jauh lebih kecil daripada Indonesia mencapai 26,8 juta jiwa pada tahun 2016. Bahkan, Singapura yang luas negaranya hanya sebesar 0,04% dari luas wilayah Indonesia berhasil mengundang 17,4 juta wisatawan asing pada tahun lalu.
Namun, sama dengan meningkatkan ekspor, meningkatkan jumlah wisatawan asing membutuhkan berbagai persiapan yang tak sebentar waktunya.
3. Terbitkan Surat Utang Valas
Cara termudah meraup dolar AS dalam waktu cepat dan mendongkrak cadangan devisa adalah melalui penerbitan surat utang dalam denominasi mata uang asing. Kemarin, pemerintah Indonesia telah menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) dalam denominasi dolar AS senilai US$ 1 miliar dengan tenor 10 tahun.
Namun, menerbitkan SUN dalam denominasi mata uang asing bukan tanpa resiko. Pada penerbitan kemarin, SUN dijual pada harga 99,804%, seperti dilansir dari halaman resmi Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan. Ini artinya, biaya yang harus ditanggung pemerintah nantinya dari penerbitan surat utang tersebut akan menjadi lebih tinggi, dikarenakan dijual di bawah nilai nominalnya.
Hal tersebut merefleksikan minat investor yang kurang tinggi dalam merespon penerbitan surat utang denominasi dolar AS. Jika nantinya pemerintah memaksa melakukan penerbitan lagi, bukan tak mungkin biaya yang harus ditanggung semakin tinggi. Hal tersebut tentu bukan kabar baik bagi postur APBN Indonesia.
Kemudian, belakangan ini banyak pihak yang mempermasalahkan utang Indonesia, menyusul nilainya yang sudah mencapai Rp 4.000 triliun. Walaupun rasionya masih 29% jika dibandingkan dengan nilai perekonomian, penerbitan surat utang dalam denominasi valas yang terkesan terburu-buru bisa menimbulkan persepsi negatif bagi investor. Bukan tak mungkin dolar AS akan semakin diburu dan membuat rupiah semakin terpuruk.
Jadi, urusan meningkatkan cadangan devisa bukanlah perkara mudah. Dibutuhkan persiapan yang memakan waktu bertahun-tahun lamanya supaya cadangan devisa bisa menggelembung tanpa menimbulkan persepsi yang negatif dari pelaku pasar.
Melihat volatilitas pasar keuangan yang begitu tinggi pada tahun ini, pemerintah sudah seharusnya mempersiapkan diri mulai dari sekarang.
(ank/ank) Next Article "Dimakan" Rupiah! Cadangan Devisa RI Turun 7 Bulan
Most Popular