Dolar Nyaris Rp 14.000, Bos-bos Bank Besar Ikut Bicara
Gita Rossiana, CNBC Indonesia
24 April 2018 10:24

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah melemah terhadap dolar AS hingga nyaris menyentuh Rp 14.000/US$. Banyak pihak ikut bicara mengenai pelemahan tersebut dan salah satu yang paling disorot adalah petinggi-petinggi bank di tanah air.
Berikut komentar bos-bos perbankan tanah air soal dolar AS yang melambung hingga nyaris Rp 14.000/US$ :
Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo
Kartika menilai dampak langsung koreksi nilai tukar rupiah terhadap kinerja kredit perseroan tidak signifikan. Hal ini, disebabkan karena para debitur jumbo Bank Mandiri secara alamiah telah melakukan lindung nilai alias hedging.
Dia memaparkan, situasi saat ini sudah jauh lebih baik dibandingkan ketika krisis global 2008 atau krisis Asia 1997-1998 menghantam. Sekarang, tuturnya, mayoritas nasabah sudah menyadari pentingnya hedging untuk meminimalisir resiko nilai tukar.
"Kami banyak memberi kredit ke produsen CPO dan batubara, yang incomenya dolar. Yang lain juga sudah sadar dengan membeli produk hedge seperti option, dsb," tuturnya.
"Dampak direct rasanya tidak signifikan seperti dulu, tapi tetap kami akan lihat di sektor-sektor tertentu. Belum khawatir lah," tambah dia.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja
Jahja mengatakan pelemahan rupiah terhadap dolar diakibatkan oleh kondisi global.
"Kalau dilihat secara global kan dolar AS sudah jelas market sudah mengantisipasi [bunga acuan AS] naik. Nah kemarin satu kali [kenaikan bunga acuan AS], katanya bisa 3-4 kali, kita tidak tahu nantinya seperti apa," kata Jahja.
Dengan pelemahan tersebut, Jahja mengatakan kuncinya saat ini ada di Bank Indonesia yang memiliki cadangan devisa untuk menjaga stabilitas rupiah. Karena, sambung Jahja seperti saat ini saat rupiah per dolar AS dari Rp 13.750 bergerak ke Rp 13.900 tidak banyak yang tahu apakah sudah ada intervensi dari BI.
"Apakah ada intervensi dari BI kita tak tahu. Ya mungkin tresuri bisa mengetahui tapi ini bukan sesuatu yang bisa di-disclose. Yang bisa kita lihat nanti adalah pada akhir bulan jumlah cadangan dari BI turun atau naik, kalau mereka intervensi cukup besar pasti cadangannya turun kalau itu tidak termasuk dari ekspor dan lain-lain," terangnya.
"Jadi ini bergantung sekali kebijakan moneter dari BI apakah memang kurs di bawah Rp 14.000 akan terus dipertahankan dengan cara misalnya dalam kurun waktu delapan bulan itu tidak ada lagi kenaikan rupiah padahal Fed menaikkan lagi dua atau tiga kali lagi. Pasti secara psikologis itu akan menyebabkan kurs rupiah kita tertantang, ter-challenge," imbuh Jahja.
Direktur Utama BNI Achmad Baiquni
Baiquni menjelaskan, pihaknya menjaga posisi square dalam menerapkan kebijakan mengenai valuta asing. "Kebijakan kami hati-hati dengan menjaga posisi square," jelas dia.
Menurut Baiquni, pihaknya sangat selektif dalam memberikan valuta asing kepada debitur. "Kepada debitur yang pendapatannya foreign currency kami baru berikan valas, kalau kepada debitur rupiah kami berikan rupiah untuk menghindari fluktuasi rupiah," papar dia.
(dru) Next Article Tenang! Layanan & Dana Tunai Bank Aman Selama Libur Lebaran
Berikut komentar bos-bos perbankan tanah air soal dolar AS yang melambung hingga nyaris Rp 14.000/US$ :
Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo
Dia memaparkan, situasi saat ini sudah jauh lebih baik dibandingkan ketika krisis global 2008 atau krisis Asia 1997-1998 menghantam. Sekarang, tuturnya, mayoritas nasabah sudah menyadari pentingnya hedging untuk meminimalisir resiko nilai tukar.
"Kami banyak memberi kredit ke produsen CPO dan batubara, yang incomenya dolar. Yang lain juga sudah sadar dengan membeli produk hedge seperti option, dsb," tuturnya.
"Dampak direct rasanya tidak signifikan seperti dulu, tapi tetap kami akan lihat di sektor-sektor tertentu. Belum khawatir lah," tambah dia.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja
Jahja mengatakan pelemahan rupiah terhadap dolar diakibatkan oleh kondisi global.
"Kalau dilihat secara global kan dolar AS sudah jelas market sudah mengantisipasi [bunga acuan AS] naik. Nah kemarin satu kali [kenaikan bunga acuan AS], katanya bisa 3-4 kali, kita tidak tahu nantinya seperti apa," kata Jahja.
Dengan pelemahan tersebut, Jahja mengatakan kuncinya saat ini ada di Bank Indonesia yang memiliki cadangan devisa untuk menjaga stabilitas rupiah. Karena, sambung Jahja seperti saat ini saat rupiah per dolar AS dari Rp 13.750 bergerak ke Rp 13.900 tidak banyak yang tahu apakah sudah ada intervensi dari BI.
"Apakah ada intervensi dari BI kita tak tahu. Ya mungkin tresuri bisa mengetahui tapi ini bukan sesuatu yang bisa di-disclose. Yang bisa kita lihat nanti adalah pada akhir bulan jumlah cadangan dari BI turun atau naik, kalau mereka intervensi cukup besar pasti cadangannya turun kalau itu tidak termasuk dari ekspor dan lain-lain," terangnya.
"Jadi ini bergantung sekali kebijakan moneter dari BI apakah memang kurs di bawah Rp 14.000 akan terus dipertahankan dengan cara misalnya dalam kurun waktu delapan bulan itu tidak ada lagi kenaikan rupiah padahal Fed menaikkan lagi dua atau tiga kali lagi. Pasti secara psikologis itu akan menyebabkan kurs rupiah kita tertantang, ter-challenge," imbuh Jahja.
Direktur Utama BNI Achmad Baiquni
Baiquni menjelaskan, pihaknya menjaga posisi square dalam menerapkan kebijakan mengenai valuta asing. "Kebijakan kami hati-hati dengan menjaga posisi square," jelas dia.
Menurut Baiquni, pihaknya sangat selektif dalam memberikan valuta asing kepada debitur. "Kepada debitur yang pendapatannya foreign currency kami baru berikan valas, kalau kepada debitur rupiah kami berikan rupiah untuk menghindari fluktuasi rupiah," papar dia.
(dru) Next Article Tenang! Layanan & Dana Tunai Bank Aman Selama Libur Lebaran
Most Popular