
Wall Street Siap Dibuka Bervariasi, Yield Jadi Perhatian
Houtmand P Saragih & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
23 April 2018 18:38

Jakarta, CNBC Indonesia - Wall Street berpotensi dibuka bervariasi pada perdagangan hari ini. Hal ini terlihat dari kontrak futures dari tiga indeks saham utama AS, dimana kontrak futures indeks Dow Jones turun 2 poin pada saat pembukaan, sementara indeks S&P 500 dan Nasdaq masing-masing naik sebesar 2 poin dan 6 poin.
Pada perdagangan hari ini beberapa faktor berpotensi menentukan arah pergerakan bursa saham Negeri Paman Sam. Pertama, rilis data indeks keyakinan konsumen periode April dan penjualan rumah baru periode Maret yang akan sama-sama dirilis pada pukul 21:00 WIB. Kedua, rilis laporan keuangan dari perusahaan-perusahaan yang melantai di Wall Street seperti Halliburton, Alaska Air, and Hasbro.
Ketiga, segala perkembangan terkait kebijakan dagang AS. Baru-baru ini, Menteri Keuangan Steve Mnuchin menyatakan bahwa ia sedang mempertimbangkan kunjungan ke China guna membicarakan kesepakatan dagang. Ia juga menyatakan optimismenya bahwa kesepakatan dapat dicapai antar kedua belah pihak.
Pada hari ini, Presiden Prancis Emmanuel Macron dijadwalkan memulai kunjungannya ke AS guna membicarakan kerjasama kedua negara, salah satunya dalam hal ekonomi.
Keempat, perkembangan geopolitik terkait dengan Korea Utara. Pada hari Sabtu (21/4/2018), Korea Utara setuju untuk menutup situs pengembangan nuklirnya serta menghentikan uji coba nuklir maupun penembakan rudal balistik antar benua (ICBM). Hal ini dilakukan guna menciptakan perdamaian dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Kelima, perkembangan dari tudingan AS kepada OPEC terkait harga minyak mentah. Pada hari Jumat pagi waktu setempat (20/4/2018), Presiden AS Donald Trump mengritik secara keras Organisasi Negara-negara Penghasil Minyak (OPEC) karena dianggap telah memanipulasi kenaikan harga minyak yang belakangan ini terjadi.
"Sepertinya OPEC melakukannya lagi. Dengan jumlah produksi minyak yang mencapai rekor di mana-mana, termasuk kapal-kapal penuh minyak di lautan, harga minyak yang sangat tinggi saat ini dibuat-buat! Tidak bagus dan tidak akan bisa diterima," tulis Trump melalui akun Twitter @realDonaldTrump.
Menyusul cuitan Trump tersebut, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) dan Brent langsung anjlok. WTI turun 0,92% menjadi US$ 67,7/barel, sementara Brent turun 0,89% menjadi US$ 73,15/barel. Pada perdagangan hari ini, WTI turun 0,39% menjadi US$ 68,13/barel, sementara brent melemah 0,09% menjadi US$ 73,99/barel.
Jika Trump sampai mengeluarkan kebijakan yang mampu menekan harga minyak mentah dunia, hubungan AS dengan Timur Tengah bisa merenggang. Hal tersebut tentu bukan merupakan kabar baik bagi pasar keuangan dunia.
Terakhir, pergerakan pasar obligasi. Sampai dengan berita ini diturunkan, imbal hasil obligasi tenor 10 tahun terbitan pemerintah AS sudah semakin mendekati angka 3%, yakni di level 2,9808%. Pada akhir minggu lalu, nilainya tercatat masih sebesar 2,951%.
Imbal hasil yang sudah semakin tinggi ini telah membuat pelaku pasar melepas kepemilikannya atas instrumen investasi beresiko seperti saham dan beralih memeluk dolar AS, sembari menunggu saat yang tepat untuk mulai memburu obligasi pemerintah AS.
Sampai dengan berita ini diturunkan, indeks dolar AS yang menggambarkan pergerakan dolar AS terhadap mata uang utama dunia lainnya naik sebesar 0,46% ke level 90,732. Jika imbal hasil obligasi AS terus naik, Wall Street dipastikan akan mendapatkan tekanan.
Next Article Sektor Perbankan Nanjak Lagi, Wall Street Melesat Lagi
Pada perdagangan hari ini beberapa faktor berpotensi menentukan arah pergerakan bursa saham Negeri Paman Sam. Pertama, rilis data indeks keyakinan konsumen periode April dan penjualan rumah baru periode Maret yang akan sama-sama dirilis pada pukul 21:00 WIB. Kedua, rilis laporan keuangan dari perusahaan-perusahaan yang melantai di Wall Street seperti Halliburton, Alaska Air, and Hasbro.
Ketiga, segala perkembangan terkait kebijakan dagang AS. Baru-baru ini, Menteri Keuangan Steve Mnuchin menyatakan bahwa ia sedang mempertimbangkan kunjungan ke China guna membicarakan kesepakatan dagang. Ia juga menyatakan optimismenya bahwa kesepakatan dapat dicapai antar kedua belah pihak.
Keempat, perkembangan geopolitik terkait dengan Korea Utara. Pada hari Sabtu (21/4/2018), Korea Utara setuju untuk menutup situs pengembangan nuklirnya serta menghentikan uji coba nuklir maupun penembakan rudal balistik antar benua (ICBM). Hal ini dilakukan guna menciptakan perdamaian dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Kelima, perkembangan dari tudingan AS kepada OPEC terkait harga minyak mentah. Pada hari Jumat pagi waktu setempat (20/4/2018), Presiden AS Donald Trump mengritik secara keras Organisasi Negara-negara Penghasil Minyak (OPEC) karena dianggap telah memanipulasi kenaikan harga minyak yang belakangan ini terjadi.
"Sepertinya OPEC melakukannya lagi. Dengan jumlah produksi minyak yang mencapai rekor di mana-mana, termasuk kapal-kapal penuh minyak di lautan, harga minyak yang sangat tinggi saat ini dibuat-buat! Tidak bagus dan tidak akan bisa diterima," tulis Trump melalui akun Twitter @realDonaldTrump.
Menyusul cuitan Trump tersebut, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) dan Brent langsung anjlok. WTI turun 0,92% menjadi US$ 67,7/barel, sementara Brent turun 0,89% menjadi US$ 73,15/barel. Pada perdagangan hari ini, WTI turun 0,39% menjadi US$ 68,13/barel, sementara brent melemah 0,09% menjadi US$ 73,99/barel.
Jika Trump sampai mengeluarkan kebijakan yang mampu menekan harga minyak mentah dunia, hubungan AS dengan Timur Tengah bisa merenggang. Hal tersebut tentu bukan merupakan kabar baik bagi pasar keuangan dunia.
Terakhir, pergerakan pasar obligasi. Sampai dengan berita ini diturunkan, imbal hasil obligasi tenor 10 tahun terbitan pemerintah AS sudah semakin mendekati angka 3%, yakni di level 2,9808%. Pada akhir minggu lalu, nilainya tercatat masih sebesar 2,951%.
Imbal hasil yang sudah semakin tinggi ini telah membuat pelaku pasar melepas kepemilikannya atas instrumen investasi beresiko seperti saham dan beralih memeluk dolar AS, sembari menunggu saat yang tepat untuk mulai memburu obligasi pemerintah AS.
Sampai dengan berita ini diturunkan, indeks dolar AS yang menggambarkan pergerakan dolar AS terhadap mata uang utama dunia lainnya naik sebesar 0,46% ke level 90,732. Jika imbal hasil obligasi AS terus naik, Wall Street dipastikan akan mendapatkan tekanan.
Next Article Sektor Perbankan Nanjak Lagi, Wall Street Melesat Lagi
Most Popular