
BI Sebut Pelemahan Rupiah Masih Aman, Lira Sudah Sampai 6%
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
23 April 2018 17:32

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) menepis stigma yang menyebut bahwa nilai tukar rupiah mengalami pelemahan paling parah dibandingkan mata uang negara-negara sepadan. Pelemahan rupiah, masih jauh lebih baik dari pelemahan yang terjadi di negara lain.
Kepala Departemen Komunikasi BI Agusman mengatakan dalam catatan BI depresiasi rupiah secara year to date (ytd) hanya sekitar 2%, atau jauh lebih baik dibandingkan depresiasi mata uang negara yang sepadan.
"Peso Filipina -4%, Bath Thailand -4%, Indonesia relatif 2% depresiasinya. Ringgit Malaysia 3% apresiasi, Rupee India -3%, Lira Turki -6%. Masih banyak yang lebih parah dari kita," kata Agusman di Gedung BI, Senin (23/4/2018).
BI pun angkat bicara mengenai pergerakan rupiah yang bukan hanya melemah terhadap dolar AS, melainkan juga mata uang negara-negara lain seperti Poundsterling, Euro, dolar Australia, dolar Singapura, maupun Yuan China dalam beberapa hari terakhir.
Menurut Agusman, kondisi tersebut lebih dikarenakan kondisi neraca perdagangan antara Indonesia dan negara-negara tersebut mengalami defisit. "Ini kan bisnis global, kita semua saling terkait. Biasanya orang menggunakan dolar AS sebagai patokan, bisa juga dengan perdagangan sesama," katanya.
Terlepas dari pelemahan rupiah, Agusman menegaskan, BI akan senantiasa berada di pasar, dan tak segan melakukan intervensi untuk menstabilisasi nilai tukar. BI menegaskan akan terus menjaga psikologis pasar.
"Kita tetap berjaga-jaga di pasar, dan kita tentu butuh teman-teman untuk menjaga ramai-ramai. Pasti bisa," katanya.
Sebagai informasi, pada awal 2018, pergerakan mata uang Garuda memang sempat tertekan hingga ke level Rp 13.535/US$, namun kembali menguat pada level terendahnya di Rp 13.290/US$. Penguatan rupiah terhadap mata uang Paman Sam, terjadi pada 25 Januari 2018 lalu.
Kendati demikian, rupiah tak mampu menahan kekuatan dolar AS, hingga mencatatkan level tertingginya Rp 13.905/US$ pada akhir pekan lalu, Jumat (20/4/2018). Sementara pada hari ini, Senin (23/4/2018), rupiah masih bertahan pada posisi Rp 13.895/US$.
(dru) Next Article Gubernur BI Akhirnya Blak-blakan! Rupiah Anjlok Karena Berita Ini
Kepala Departemen Komunikasi BI Agusman mengatakan dalam catatan BI depresiasi rupiah secara year to date (ytd) hanya sekitar 2%, atau jauh lebih baik dibandingkan depresiasi mata uang negara yang sepadan.
"Peso Filipina -4%, Bath Thailand -4%, Indonesia relatif 2% depresiasinya. Ringgit Malaysia 3% apresiasi, Rupee India -3%, Lira Turki -6%. Masih banyak yang lebih parah dari kita," kata Agusman di Gedung BI, Senin (23/4/2018).
Menurut Agusman, kondisi tersebut lebih dikarenakan kondisi neraca perdagangan antara Indonesia dan negara-negara tersebut mengalami defisit. "Ini kan bisnis global, kita semua saling terkait. Biasanya orang menggunakan dolar AS sebagai patokan, bisa juga dengan perdagangan sesama," katanya.
Terlepas dari pelemahan rupiah, Agusman menegaskan, BI akan senantiasa berada di pasar, dan tak segan melakukan intervensi untuk menstabilisasi nilai tukar. BI menegaskan akan terus menjaga psikologis pasar.
"Kita tetap berjaga-jaga di pasar, dan kita tentu butuh teman-teman untuk menjaga ramai-ramai. Pasti bisa," katanya.
Sebagai informasi, pada awal 2018, pergerakan mata uang Garuda memang sempat tertekan hingga ke level Rp 13.535/US$, namun kembali menguat pada level terendahnya di Rp 13.290/US$. Penguatan rupiah terhadap mata uang Paman Sam, terjadi pada 25 Januari 2018 lalu.
Kendati demikian, rupiah tak mampu menahan kekuatan dolar AS, hingga mencatatkan level tertingginya Rp 13.905/US$ pada akhir pekan lalu, Jumat (20/4/2018). Sementara pada hari ini, Senin (23/4/2018), rupiah masih bertahan pada posisi Rp 13.895/US$.
(dru) Next Article Gubernur BI Akhirnya Blak-blakan! Rupiah Anjlok Karena Berita Ini
Most Popular