Investor Asing Bawa Kabur Rp 1 T, IHSG Terkoreksi 0,47%

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
23 April 2018 16:34
Pelemahan IHSG senada dengan mayoritas bursa saham kawasan regional yang juga terjebak di zona merah.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri perdagangan pertama di awal pekan dengan melemah 0,47% ke level 6.308,15. Pelemahan IHSG senada dengan mayoritas bursa saham kawasan regional yang juga terjebak di zona merah.

Indeks Nikkei turun 0,33%, indeks Shanghai turun 0,09%, indeks Hang Seng turun 0,54%, indeks Kospi turun 0,09%, indeks SET (Thailand) turun 0,36%, dan indeks KLCI (Malaysia) turun 0,39%.

Nilai transaksi mencapai Rp 7,17 triliun dengan volume 11,26 miliar saham. Frekuensi perdagangan tercatat sebanyak 375.081 kali. Sebanyak delapan sektor saham ditransaksikan melemah, dipimpin oleh sektor properti, real estate, dan konstruksi bangunan yang turun hingga 0,89%.

Saham-saham yang berkontribusi paling besar bagi pelemahan IHSG diantaranya: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (-0,86%), PT Astra International Tbk/ASII (-1,32%), PT Gudang Garam Tbk/GGRM (-2,28%), PT Kalbe Farma Tbk/KLBF (-4,39%), dan PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-0,64%).

Sama seperti hari Jumat lalu (20/4/2018), pelemahan rupiah menjadi momok bagi laju IHSG. Sampai dengan akhir perdagangan IHSG hari ini, rupiah melemah 0,11% ke level Rp 13.890/dolar AS, dimana ini merupakan titik terlemah semenjak awal 2016 Silam.

Dolar AS memang sedang berada dalam posisi yang perkasa pada hari ini. Sampai dengan berita ini diturunkan, indeks dolar AS yang menggambarkan pergerakan dolar AS terhadap mata uang utama dunia lainnya naik sebesar 0,35% ke level 90,635. Padahal pada pagi hari tadi saat IHSG dibuka, penguatannya masih sebesar 0,05%. Sebagai catatan, pada perdagangan hari Jumat lalu indeks dolar AS menguat signifikan hingga 0,42%.

Seiring dengan pelemahan rupiah, investor asing mencatatkan jual bersih yang begitu besar, yakni senilai Rp 1,02 triliun. Saham-saham yang paling banyak dilepas oleh investor asing diantaranya: PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 229,58 miliar), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (Rp 133,46 miliar), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (Rp 123,77 miliar), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 99,05 miliar), dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk/PGAS (Rp 55,01 miliar).

Penguatan dolar AS masih dipicu oleh ekspektasi atas kenaikan suku bunga acuan oleh the Federal Reserve yang lebih agresif dari perkiraan. Mengutip Thomson Reuters, sebanyak 77% dari perusahaan anggota indeks S&P 500 yang telah mengumumkan kinerja keuangan sampai dengan Kamis pagi waktu setempat (19/4/2018) mencatatkan laba bersih yang lebih tinggi dari ekspektasi.

Lantas, kinerja yang positif dari para emiten ditakutkan akan mendorong inflasi terakselerasi lebih kencang dan memaksa the Federal Reserve selaku bank sentral AS untuk menaikkan suku bunga acuan lebih dari 3 kali pada tahun ini.

Merespon hal tersebut, imbal hasil obligasi tenor 10 tahun terbitan Negeri Paman Sam kembali terkerek naik bahkan mendekati 3%, yakni di level 2,9901%. Pada akhir perdagangan minggu lalu, nilainya masih sebesar 2,951.

Imbal hasil yang sudah semakin tinggi ini membuat pelaku pasar melepas kepemilikannya atas instrumen investasi di negara lain dan beralih memeluk dolar AS, sembari menunggu saat yang tepat untuk mulai memburu obligasi pemerintah AS.

Dari sisi pertambangan, harga minyak mentah terkoreksi cukup signifikan. Sampai dengan akhir perdagangan IHSG, Harga minyak mentah WTI kontrak pengiriman Mei melemah sebesar 0,77% ke level US$ 67,87/barel, sementara brent kontrak pengiriman Juni melemah 0,72% menjadi US$ 75,53/barel.

Pelemahan harga minyak mentah salah satunya dipicu oleh kritis keras Presiden AS Donald Trump terhadap Organisasi Negara-negara Penghasil Minyak (OPEC) karena dianggap telah memanipulasi kenaikan harga minyak yang belakangan ini terjadi.

"Sepertinya OPEC melakukannya lagi. Dengan jumlah produksi minyak yang mencapai rekor di mana-mana, termasuk kapal-kapal penuh minyak di lautan, harga minyak yang sangat tinggi saat ini dibuat-buat! Tidak bagus dan tidak akan bisa diterima," tulis Trump di melalui akun @realDonaldTrump pada hari Jumat waktu setempat.

Pelaku pasar kini takut Trump akan mengeluarkan kebijakan yang bisa menekan harga minyak mentah dunia. Selain itu, Baker Hughes melaporkan bahwa kilang minyak aktif AS bertambah sebanyak 5 unit sepanjang pekan lalu menjadi 820 unit, dimana ini meurpakat level tertinggi sejak Maret 2015 silam.

Penambahan kilang minyak tersebut mengindikasikan bahwa produksi minyak mentah Negeri Paman Sam belum akan berhenti meningkat. Sebagai catatan, saat ini produksi minyak mentah AS tercatat sebanyak 10,54 juta barel per hari. Produksi AS hanya kalah dari Rusia yang sebanyak 11 juta barel per hari.
(ank/ank) Next Article Jokowi Disuntik Vaksin Corona, Bursa RI Siap-siap ke 6.500

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular