
Yield Obligasi AS Terus Naik,Tekanan di Pasar SUN Meningkat
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
23 April 2018 12:56

Jakarta, CNBC Indonesia - Tekanan jual di pasar obligasi terus berlanjut. Sampai dengan siang hari ini, imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun ikut naik 9,2bps menjadi 6,839%, dari yang sebelumnya 6,747%.
Padahal pada awal perdagangan, imbal hasilnya masih berada di angka 6,806%. Kenaikan yield tersebut menandakan banyak investor yang sedang melepas kepemikannya.
Pelepasan kepemilikan obligasi oleh investor dipicu kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS. Pada perdagangan terakhir di pekan lalu (20/4/2018), imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun naik sebesar 3,7bps ke level 2,951%, level tertinggi sejak awal 2014. Kemudian pada perdagangan hari ini, imbal hasilnya kembali naik ke menjadi 2,9714%, semakin mendekati 3%.
Kenaikan imbal hasil obligasi AS merupakan hasil dari ekspektasi atas kenaikan suku bunga acuan oleh the Federal Reserve yang lebih agresif dari perkiraan. Mengutip Thomson Reuters, sebanyak 77% dari perusahaan anggota indeks S&P 500 yang telah mengumumkan kinerja keuangan sampai dengan Kamis pagi waktu setempat (19/4/2018) mencatatkan laba bersih yang lebih tinggi dari ekspektasi.
Lantas, kinerja yang positif dari para emiten ditakutkan akan mendorong inflasi terakselerasi lebih kencang dan memaksa the Federal Reserve selaku bank sentral AS untuk menaikkan suku bunga acuan lebih dari 3 kali pada tahun ini.
Imbal hasil yang sudah semakin tinggi ini membuat pelaku pasar melepas kepemilikannya atas instrumen investasi di negara lain dan beralih memeluk dolar AS, sembari menunggu saat yang tepat untuk mulai memburu obligasi pemerintah AS.
Sampai dengan berita ini diturunkan, indeks dolar AS yang menggambarkan pergerakan dolar AS terhadap mata uang utama dunia lainnya naik sebesar 0,07% ke level 90,382. Sebagai catatan, pada perdagangan hari Jumat lalu (20/4/2018) indeks dolar AS menguat hingga 0,42%.
Di sisi lain, imbal hasil obligasi negara-negara lain (baik berkembang maupun maju) tercatat naik, menandakan adanya aksi jual yang dilakukan oleh investor: imbal hasil tenor 10 tahun Malaysia naik 4,4bps menjadi 4,102%, imbal hasil Thailand naik 1,5bps menjadi 2,46%, imbal hasil Korea Selatan naik 5bps menjadi 2,722%, dan imbal hasil Hong Kong naik 5,8bps menjadi 2,214%.
(hps) Next Article Angkasa Pura 2 Terbitkan Surat Utang Rp 2,25 T
Padahal pada awal perdagangan, imbal hasilnya masih berada di angka 6,806%. Kenaikan yield tersebut menandakan banyak investor yang sedang melepas kepemikannya.
Pelepasan kepemilikan obligasi oleh investor dipicu kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS. Pada perdagangan terakhir di pekan lalu (20/4/2018), imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun naik sebesar 3,7bps ke level 2,951%, level tertinggi sejak awal 2014. Kemudian pada perdagangan hari ini, imbal hasilnya kembali naik ke menjadi 2,9714%, semakin mendekati 3%.
Lantas, kinerja yang positif dari para emiten ditakutkan akan mendorong inflasi terakselerasi lebih kencang dan memaksa the Federal Reserve selaku bank sentral AS untuk menaikkan suku bunga acuan lebih dari 3 kali pada tahun ini.
Imbal hasil yang sudah semakin tinggi ini membuat pelaku pasar melepas kepemilikannya atas instrumen investasi di negara lain dan beralih memeluk dolar AS, sembari menunggu saat yang tepat untuk mulai memburu obligasi pemerintah AS.
Sampai dengan berita ini diturunkan, indeks dolar AS yang menggambarkan pergerakan dolar AS terhadap mata uang utama dunia lainnya naik sebesar 0,07% ke level 90,382. Sebagai catatan, pada perdagangan hari Jumat lalu (20/4/2018) indeks dolar AS menguat hingga 0,42%.
Di sisi lain, imbal hasil obligasi negara-negara lain (baik berkembang maupun maju) tercatat naik, menandakan adanya aksi jual yang dilakukan oleh investor: imbal hasil tenor 10 tahun Malaysia naik 4,4bps menjadi 4,102%, imbal hasil Thailand naik 1,5bps menjadi 2,46%, imbal hasil Korea Selatan naik 5bps menjadi 2,722%, dan imbal hasil Hong Kong naik 5,8bps menjadi 2,214%.
(hps) Next Article Angkasa Pura 2 Terbitkan Surat Utang Rp 2,25 T
Most Popular