Ini Penyebab Rupiah Jeblok dan Dolar AS Tembus Rp 13.800

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
20 April 2018 11:12
Pergerakan rupiah kembali mengejutkan pelaku pasar pada hari ini. Sampai dengan berita ini diturunkan, rupiah melemah hingga 0,25%.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Pergerakan rupiah kembali mengejutkan pelaku pasar pada hari ini. Sampai dengan berita ini diturunkan, rupiah melemah hingga 0,25% di pasar spot ke level Rp 13.815/dolar AS.

Pelemahan rupiah disebabkan oleh kembalinya ketakutan pelaku pasar atas kenaikan suku bunga acuan the Federal Reserve yang lebih agresif dari rencana. Positifnya kinerja keuangan dari korporasi-korporasi yang melantai di Wall Street menjadi penyebabnya.

Mengutip Thomson Reuters, sebanyak 77% dari perusahaan anggota indeks S&P 500 yang telah mengumumkan kinerja keuangan sampai dengan Kamis pagi waktu setempat (19/4/2018) mencatatkan laba bersih yang lebih tinggi dari ekspektasi.


Kinerja yang positif dari para emiten membuka ruang bagi inflasi untuk terakselerasi lebih kencang dan memaksa the Federal Reserve selaku bank sentral untuk menaikkan suku bunga acuan lebih dari 3 kali pada tahun ini.

Merespon hal tersebut, dolar AS lantas menjadi perkasa. Indeks dolar AS yang mengukur pergerakan greenback terhadap mata uang utama dunia lainnya menguat sebesar 0,03% ke level 89,963.


Di sisi lain, pasar saham dan obligasi menjadi korbannya. Kini, kondisi pasar obligasi AS menjadi sangat penting untuk dicermati pelaku pasar. Pada perdagangan kemarin, imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun naik sebesar 0,7bps ke level 2,921%, dimana ini merupakan titik tertinggi sejak 21 Februari silam. Sebagai catatan, pergerakan imbal hasil obligasi berbanding terbalik dengan harganya.

Tingkat imbal hasil obligasi yang sudah menarik ini sangat mungkin mendorong investor tergiur untuk menempatkan dananya pada obligasi terbitan pemerintah AS, serta melepas kepemilikannya atas instrumen investasi di Indonesia. Terlebih, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menahan tingkat suku bunga acuan di level 4,25%, di saat negara-negara tetangga seperti Malaysia, China, dan Singapura sudah mulai melakukan normalisasi. Jika capital outflow menuju AS benar terjadi, bisa dipastikan tekanan terhadap rupiah masih akan berlangsung.

BI nampaknya kembali perlu untuk merogoh koceknya guna melakukan stabilisasi nilai tukar, seperti yang sudah dilakukan sepanjang bulan lalu.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ank/ank) Next Article BI: 2019, Rupiah Lebih Stabil!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular