
Setelah Kuat Sebentar, Wall Street Kembali Terkoreksi
Prima Wirayani, CNBC Indonesia
20 April 2018 06:27

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks-indeks utama Wall Street ditutup melemah pada perdagangan hari Kamis (19/4/2018) setelah sebuah perusahaan besar pembuat chip asal Asia menyampaikan proyeksi bisnis yang mengecewakan dan membuat saham sektor teknologi terkoreksi.
Selain itu, investor juga resah akan kemungkinan kenaikan suku bunga, dilansir dari CNBC International.
Dow Jones Industrial Average turun 0,34% menjadi 24.664,86 dengan saham Apple menjadi salah satu yang berkinerja paling buruk hari itu. S&P 500 melemah 0,6% ke level 2.693,13 dengan sektor teknologi dan kebutuhan konsumen anjlok masing-masing 1,1% dan 3,1%. Nasdaq Composite ditutup terkoreksi 0,8% menjadi 7.238,06.
Pelemahan indeks-indeks utama itu sedikit membaik di jam-jam terakhir perdagangan setelah Bloomberg News melaporkan bahwa Wakil Jaksa Agung Rod Rosenstein memberi tahu Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump minggu lalu dirinya tidak menjadi target penyelidikan oleh penasihat khusus Robert Mueller. Trump kemudian mengatakan ia tidak lagi ingin memecat Rosenstein saat ini.
Sementara itu, Taiwan Semiconductor Manufacturing (TMSC) memperkirakan pada hari Kamis pendapatan kuartal keduanya akan berada di kisaran US$7,8 miliar (Rp 107,7 triliun) hingga US$7,9 miliar atau berada jauh di bawah estimasi Wall Street US$8,8 miliar.
Pengumuman itu menyeret sektor energi turun. Saham Apple turun tajam 2,8% sementara Nvidia, Micron, dan Advanced Micro Devices juga terkoreksi paling tidak 2,4%. The VanEck Vectors Semiconductor ETF (SMH) melemah 4,5% dan mencatat pelemahan terburuknya sejak 1 Desember 2016.
Wall Street juga mewaspadai kenaikan suku bunga karena imbal hasil obligasi negara AS bertenor 10 tahun menembus level 2,9%. Yield tersebut trus berada di dekat level ini di awal tahun dan memicu terjadinya koreksi di bursa saham AS sebab investor cemas inflasi akan naik lebih cepat dari perkiraan.
Kenaikan yield obligasi acuan itu disebabkan imbal hasil obligasi bertenor dua tahun menyentuh level tertingginya dalam hampir 10 tahun terakhir.
Pelemahan pada hari Kamis ini terjadi setelah S&P 500 dan Nasdaq mencatatkan penguatan tipis pada perdagangan hari Rabu, didorong oleh baiknya laporan keuangan United Airlines dan CSX.
(prm) Next Article Wall Street Dibuka 'Galau' di Awal Pekan, Ada Apa?
Selain itu, investor juga resah akan kemungkinan kenaikan suku bunga, dilansir dari CNBC International.
Dow Jones Industrial Average turun 0,34% menjadi 24.664,86 dengan saham Apple menjadi salah satu yang berkinerja paling buruk hari itu. S&P 500 melemah 0,6% ke level 2.693,13 dengan sektor teknologi dan kebutuhan konsumen anjlok masing-masing 1,1% dan 3,1%. Nasdaq Composite ditutup terkoreksi 0,8% menjadi 7.238,06.
Sementara itu, Taiwan Semiconductor Manufacturing (TMSC) memperkirakan pada hari Kamis pendapatan kuartal keduanya akan berada di kisaran US$7,8 miliar (Rp 107,7 triliun) hingga US$7,9 miliar atau berada jauh di bawah estimasi Wall Street US$8,8 miliar.
Pengumuman itu menyeret sektor energi turun. Saham Apple turun tajam 2,8% sementara Nvidia, Micron, dan Advanced Micro Devices juga terkoreksi paling tidak 2,4%. The VanEck Vectors Semiconductor ETF (SMH) melemah 4,5% dan mencatat pelemahan terburuknya sejak 1 Desember 2016.
Wall Street juga mewaspadai kenaikan suku bunga karena imbal hasil obligasi negara AS bertenor 10 tahun menembus level 2,9%. Yield tersebut trus berada di dekat level ini di awal tahun dan memicu terjadinya koreksi di bursa saham AS sebab investor cemas inflasi akan naik lebih cepat dari perkiraan.
Kenaikan yield obligasi acuan itu disebabkan imbal hasil obligasi bertenor dua tahun menyentuh level tertingginya dalam hampir 10 tahun terakhir.
Pelemahan pada hari Kamis ini terjadi setelah S&P 500 dan Nasdaq mencatatkan penguatan tipis pada perdagangan hari Rabu, didorong oleh baiknya laporan keuangan United Airlines dan CSX.
(prm) Next Article Wall Street Dibuka 'Galau' di Awal Pekan, Ada Apa?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular