
Di ASEAN, Mata Uang Rupiah Masih Melemah Paling Parah
Alfado Agustio, CNBC Indonesia
17 April 2018 12:10

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sedang mengalami momen yang kurang menyenangkan. Bagaimana tidak, rupiah merupakan mata uang dengan nilai pelemahan kedua terbesar terhadap dolar Amerika Serikat (AS) untuk di kawasan Asia Tenggara setelah peso Filipina.
Berdasarkan data yang dilansir dari Reuters hari ini (17/04/2018), Secara year-to-date (YTD) Rupiah telah terdepresiasi 1,5%, terbesar setelah Peso Filipina yang mencapai 4,23%.
Nilai tukar mata uang kawasan ASEAN (dari 1 Januari sampai 17 April 2018) :
Melemah
Menurut catatan Tim Riset CNBC Indonesia, setidaknya ada tiga faktor yang membuat nilai tukar rupiah cenderung melemah terhadap dolar AS diantaranya :
1. Aksi Net Sell mendominasi Pasar Saham
Pasar saham Indonesia sepertinya masih menjadi faktor yang mempengaruhi rupiah sulit menguat terhadap dolar AS. Data dari Indonesia Stock Exchange (IDX) hingga hari ini, secara year-to-date (YTD) aksi net sell (Aksi Jual Bersih) oleh investor masih mendominasi dengan nilai Rp 27,04 triliun. Situasi ini membuat ketersediaan valas dalam negeri menjadi berkurang sehingga menekan mata uang domestik.
2. Ekspektasi kenaikan suku bunga acuan di AS
Pada maret lalu, The Federal Reserve/The FED memutuskan untuk menaikkan tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps ke posisi 1,5%-1,75%. Di saat yang sama, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menahan tingkat suku bunga acuannya BI-7 Days Reverse Repo di kisaran 4,25%. Semakin kecilnya spread antara yield (imbal hasil) antara Obligasi Pemerintah Indonesia dan AS dapat memicu terjadi capital outflow.
Pasar memperkirakan, The FED akan menaikkan lagi tingkat suku bunga acuaannya hingga 2-3 kali pada tahun. CME Fed Wacth tool memperkirakan, The FED akan kembali menaikkan tingkat suku bunga acuannya pada Juni 2018 dengan kemungkinan 94,5%. Jika BI kembali memutuskan untuk menahan suku bunganya, besar kemungkinan investor untuk memulangkan dananya yang ada di Indonesia kembali ke negeri paman sam.
3. Meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Doddy Zulverdi menilai pelemahan yang terjadi pada rupiah disebabkan meningkatnya ketegangan di timur tengah. Saat ini ketegangan perang di kawasan suriah semakin meluas. Tiga negara besar yaitu AS, Prancis dan Inggris berkoalisi untuk menyerang negara tersebut. Di sisi lain, Rusia yang berada di pihak suriah juga tidak tinggal diam.
Presiden Bashar Assad untuk menghadapi serangan tersebut. Ketegangan yang terjadi menilmbulkan kecemasan investor sehingga mereka menjual aset-aset beresiko termasuk aset berdenominasi rupiah. Hal ini membuat posisi mata uang rupiah menjadi tertekan.
4. Meningkatnya Utang Dalam Negeri
Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini memicu pemerintah dan swasta untuk berekspansi. Terbatasnya sumber pendanaan yang ada di dalam negeri, membuat sumber pendanaan yang berasal dari luar negeri menjadi alternative. Utang adalah salah satu instrumen yang biasa digunakan untuk mendapat sumber pendanaan dari luar negeri. Data Statistik Utang Luar Negeri (SULNI) Bank Indonesia April 2018, utang pemerintah Indonesia Per Februari 2018 secara year-to-year (YoY)meningkat hampir 12% ke posisi US$ 181 miliar.
Di pihak lain, utang pihak swasta juga meningkat hampir 7% ke posisi US$ 174 miliar. Peningkatan utang berpotensi meningkatkan mata uang dolar keluar dari Indonesia. Pasalnya dari setiap utang yang diperoleh tentu ada bunga yang harus dibayarkan pihak peminjam tiap bulannya. Dengan kondisi ini, akan banyak kebutuhan dolar AS yang digunakan untuk membayar bunga tersebut sehingga membuat ketesediaan dolar AS di dalam negeri menjadi terbatas sehingga menekan mata uang domestik.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dru/dru) Next Article Bank Besar Jual Dolar AS Hingga Rp 15.195/US$
Berdasarkan data yang dilansir dari Reuters hari ini (17/04/2018), Secara year-to-date (YTD) Rupiah telah terdepresiasi 1,5%, terbesar setelah Peso Filipina yang mencapai 4,23%.
Nilai tukar mata uang kawasan ASEAN (dari 1 Januari sampai 17 April 2018) :
- Rupiah melemah 1,5%
- Peso Filipina Melemah 4,23%
- Dong Vietnam melemah 0,33%
- Dolar Singapura menguat 2,02%
- Ringgit Malaysia menguat 3,88%
- Baht Thailand menguat 4%
- Dollar Brunei menguat 1,76%
- Riel Kamboja menguat 0,47%
- Kip Lao Laos menguat 0,30%
- Kyat Myanmar menguat 2,79%
Menurut catatan Tim Riset CNBC Indonesia, setidaknya ada tiga faktor yang membuat nilai tukar rupiah cenderung melemah terhadap dolar AS diantaranya :
1. Aksi Net Sell mendominasi Pasar Saham
Pasar saham Indonesia sepertinya masih menjadi faktor yang mempengaruhi rupiah sulit menguat terhadap dolar AS. Data dari Indonesia Stock Exchange (IDX) hingga hari ini, secara year-to-date (YTD) aksi net sell (Aksi Jual Bersih) oleh investor masih mendominasi dengan nilai Rp 27,04 triliun. Situasi ini membuat ketersediaan valas dalam negeri menjadi berkurang sehingga menekan mata uang domestik.
2. Ekspektasi kenaikan suku bunga acuan di AS
Pada maret lalu, The Federal Reserve/The FED memutuskan untuk menaikkan tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps ke posisi 1,5%-1,75%. Di saat yang sama, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menahan tingkat suku bunga acuannya BI-7 Days Reverse Repo di kisaran 4,25%. Semakin kecilnya spread antara yield (imbal hasil) antara Obligasi Pemerintah Indonesia dan AS dapat memicu terjadi capital outflow.
Pasar memperkirakan, The FED akan menaikkan lagi tingkat suku bunga acuaannya hingga 2-3 kali pada tahun. CME Fed Wacth tool memperkirakan, The FED akan kembali menaikkan tingkat suku bunga acuannya pada Juni 2018 dengan kemungkinan 94,5%. Jika BI kembali memutuskan untuk menahan suku bunganya, besar kemungkinan investor untuk memulangkan dananya yang ada di Indonesia kembali ke negeri paman sam.
3. Meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Doddy Zulverdi menilai pelemahan yang terjadi pada rupiah disebabkan meningkatnya ketegangan di timur tengah. Saat ini ketegangan perang di kawasan suriah semakin meluas. Tiga negara besar yaitu AS, Prancis dan Inggris berkoalisi untuk menyerang negara tersebut. Di sisi lain, Rusia yang berada di pihak suriah juga tidak tinggal diam.
Presiden Bashar Assad untuk menghadapi serangan tersebut. Ketegangan yang terjadi menilmbulkan kecemasan investor sehingga mereka menjual aset-aset beresiko termasuk aset berdenominasi rupiah. Hal ini membuat posisi mata uang rupiah menjadi tertekan.
4. Meningkatnya Utang Dalam Negeri
Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini memicu pemerintah dan swasta untuk berekspansi. Terbatasnya sumber pendanaan yang ada di dalam negeri, membuat sumber pendanaan yang berasal dari luar negeri menjadi alternative. Utang adalah salah satu instrumen yang biasa digunakan untuk mendapat sumber pendanaan dari luar negeri. Data Statistik Utang Luar Negeri (SULNI) Bank Indonesia April 2018, utang pemerintah Indonesia Per Februari 2018 secara year-to-year (YoY)meningkat hampir 12% ke posisi US$ 181 miliar.
Di pihak lain, utang pihak swasta juga meningkat hampir 7% ke posisi US$ 174 miliar. Peningkatan utang berpotensi meningkatkan mata uang dolar keluar dari Indonesia. Pasalnya dari setiap utang yang diperoleh tentu ada bunga yang harus dibayarkan pihak peminjam tiap bulannya. Dengan kondisi ini, akan banyak kebutuhan dolar AS yang digunakan untuk membayar bunga tersebut sehingga membuat ketesediaan dolar AS di dalam negeri menjadi terbatas sehingga menekan mata uang domestik.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dru/dru) Next Article Bank Besar Jual Dolar AS Hingga Rp 15.195/US$
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular