Dolar Singapura Menguat, Impor Makin Mahal

Alfado Agustio, CNBC Indonesia
09 April 2018 10:58
Sentimen perang dagang yang mereda memberi ruang bagi penguatan mata uang Negeri Singa terhadap mata uang lain, termasuk rupiah.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Singapura bergerak melemah pada hari ini. Sentimen perang dagang yang mereda (untuk saat ini) memberi ruang bagi penguatan mata uang Negeri Singa terhadap mata uang lain, termasuk rupiah. 

Pada Senin (9/4/2018) SG$ 1 dibanderol Rp 10.473,94, rupiah melemah 0,09% dibandingkan penutupan hari sebelumnya. Sementara secara year-to-date (YTD), rupiah sudah melemah 4%. 

Reuters
 
Meski dolar Singapura hanya menguat tipis, tetapi perbankan masih menjual mata uang ini relatif mahal. Bahkan ada yang menjualnya di atas Rp 10.600.

BankKurs BeliKurs Jual
Bank MandiriRp 10.276,00Rp 10.586,00
Bank BNIRp 10.327,00Rp 10.627,00
Bank BRIRp 10.397,39Rp 10.530,32
Bank BCARp 10.346,00Rp 10.582,00
Bank BTNRp 10.098,00Rp 10.433,00
 
Penguatan dolar Singapura ditopang oleh meredanya tensi perdagangan antara AS dan China. Hal ini tidak lepas dari cuitan Twitter Presiden Donald Trump yang menyatakan bahwa China akan menghapuskan hambatan perdagangan (trade barriers) dan lebih menghormati hak atas kekayaan intelektual.

Cuitan Trump membawa optimisme di pasar bahwa para pemimpin di AS dan China masih berupaya untuk menghindari perang dagang. Bila perang dagang AS-China tidak terjadi, maka arus perdagangan dunia akan lancar sehingga setiap negara termasuk Singapura bisa menikmati devisa dari ekspor.


AS dan China merupakan dua mitra dagang penting bagi Singapura. Meningkatnya tensi perang dagang antar kedua negara tentu akan memukul ekspor negeri tetangga ini. Data Singapore Departement of Statistics (DOS) Februari 2018 memperlihatkan data ekspor non-minyak Singapura mengalami penurunan signifikan, terutama ke China. 

Singapore Department of Statistics
Terlihat bahwa ekspor Singapura ke China turun lebih besar dibandingkan ke AS. Secara keseluruhan ekspor Februari turun hingga 23% dibandingkan bulan sebelumnya. Penurunan ini didominasi oleh berkurangnya ekspor barang non-elektronik yang turun cukup dalam. 

Akibatnya ini berdampak kepada penerimaan devisa negara karena di pihak lain nilai ekspor China ke Singapura cukup tinggi di periode yang sama meningkat 18%. Dolar Singapura pun mengalami tekanan. 

Meredanya tensi perang dagang saat ini ikut membantu menguatnya mata uang dolar Singapura baik terhadap dolar AS maupun mata uang kawasan termasuk rupiah. Dampak dari pelemahan ini sejatinya dapat menambah beban Indonesia khususnya dari sisi impor. 

Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Januari 2018, Singapura masih menjadi salah satu importir utama dengan pangsa mencapai 11,89%. Singapura menempati urutan kedua, hanya kalah dari China dengan pangsa 24,75%. 

Dengan pelemahan rupiah terhadap dolar Singapura, maka impor dari negara tersebut menjadi semakin mahal dan menciptakan imported inflation. Untuk saat ini, impor dari Singapura memang sulit dihindari karena merupakan barang-barang strategis seperti produk turunan minyak (BBM). 

Jenis BarangVolume (Kg)Nilai (US$)
Produk minyak dan turunannya15.102.442.4458.350.347.967
Hidrokarbon dan turunannya943.925.530845.932.550
Plastik372.265.957510.300.389
Alat listrik dan sirkuit elektrik12.296.163392.086.804
Peralatan telekomunikasi dan bagiannya3.209.499389.959.485
Lainnya3.410.607.7126.400.155.725
Sub total19.884.747.30616.888.682.920
BPS 

Oleh karena itu dibutuhkan kebijakan strategis untuk mengurangi tekanan imported inflation ini. Salah satunya adalah dengan membangun kilang di Indonesia sehingga bisa mengurangi impor BBM dari Singapura. 

Pemerintah telah merilis kebijakan insentif fiskal untuk merangsang investasi di sektor hilir, termasuk pembangunan kilang. Insentif fiskal tersebut mencakup tax holiday dan tax allowance yang lebih ramah investasi. 


Diharapkan insentif ini bisa lebih banyak mengundang investor untuk menanamkan modal di pembangunan kilang. Meski dampaknya mungkin tidak terasa dalam jangka pendek, tetapi dalam jangka panjang Indonesia bisa menikmati penguatan nilai tukar rupiah karena berkurangnya ketergantungan terhadap impor BBM.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji) Next Article Rupiah Melemah, Bank Jual Dolar Singapura Sampai Rp 10.600

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular