Strategi Bank Sentral Gairahkan Pertumbuhan Kredit

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
06 April 2018 08:41
BI menyempurnakan kebijakan GWM Averaging, Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM), dan Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM).
Foto: CNBC Indonesia/Chandra Gian Asmara
Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) akhirnya menyempurnakan kebijakan Giro Wajib Minimum (GWM) Averaging, Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM), dan Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM). Kebijakan ini akan efektif dilakukan pada Juli dan Oktober mendatang.

Tujuan bank sentral melakukan penyempurnaan instrumen kebijakan moneter dan makroprudensial itu semata-mata untuk menggairahkan ekonomi melalui transmisi kredit. Dengan kecukupan likuiditas bank, diharapkan mampu mendorong gairah di sektor riil dengan kucuran maksimal kredit.

Apa saja aturannya?

GWM Averaging

Penyempurnaan GWM Averaging yang dituangkan dalam Peraturan BI No.20/3/PBI/2018 merupakan bagian dari reformulasi kerangka operasional kebijakan moneter BI. Penyempurnaan ini, diharapkan semakin memperkuat kerangka operasi moneter bank sentral.

Berikut beberapa substansi penyempurnaan yang diatur dalam PBI GWM:
  1. Penambahan porsi GWM dalam rupiah rata-rata bagi BUK dari 1,5% menjadi 2% dari keseluruhan kewajiban pemenuhan GWM dalam rupiah bagi BUK sebesar 6,5% Pemberlakuan GWM dalam valas rata-rata bagi BUK sebesar 2% dari keseluruhan kewajiban GWM dalam valas bagi BUK sebesar 8%
  2. Pemberlakuan GWM dalam rupiah rata-rata bagi BUS dan UUS sebesar 2% dari keseluruhan kewajiban GWM dalam rupiah bagi BUS dan UUS sebesar 5%
  3. Pemberian jasa giro bagi GWM dalam rupiah BUK menjadi 0% (penihilan jasa giro)
  4. Penyeragaman Calculation Period (masa penghitungan), Lag Period (masa penyiapan), dan Maintenance Period (masa pemenuhan) masing-masing menjadi selama 2 (dua) minggu


Bank sentral menilai, penyempurnaan GWM Averaging memiliki domino effect yang secara tidak langsung akan berdampak terhadap aktivitas ekonomi nasional. Dari sisi mikro, kebijakan ini akan membuat bank jauh lebih fleksibel mengelola likuiditasnya.

Dengan fleksibiitas tersebut, akan memengaruhi perbankan mengendalikan suku bunga di pasar uang antar bank (PUAB), yang memang menjadi sasaran operasional bank sentral. Harapannya, hal ini bisa menekan suku bunga kredit perbankan.

Selain itu, fleksibilitas yang pada akhirnya dimiliki perbankan diharapkan dapat membantu bank sentral daam upaya memperdalam pasar keuangan.

"Fleksibilitas akan lebih luas bagi bank kelola likuiditas. Harapannya, bank bisa menempatkan dana pada instrumen lainnya, membantu kita memperdalam pasar keuangan. Perbankan juga punya room, sehingga mereka dapat return yang besar," kata Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Dody Budi Waluyo

"Tentu apakah ini efektif atau tidak, tergantung perbankan apakah bisa mengelola dengan baik atau tidak," tambah Dody.

RIM dan PLM

Melalui RIM, BI berupaya untuk mendorong fungsi intermediasi perbankan kepada sektor riil, sesuai dengan kapasitas dan target pertumbuhan ekonomi. BI menegaskan, hal ini akan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian.

Dalam ketentuan yang diterbitkan, ditetapkan RIM dengan target kisaran 80-92% baik untuk BUK maupun BUS dan UUS, dan memperluas komponen kredit/pembiayaan yang memasukkan Surat-Surat Berharga (SSB) yang dibeli oleh BUK, BUS, dan UUS, dan memperluas komponen simpanan dengan memasukkan SSB yang diterbitkan oleh BUS dan UUS.

Sementara untuk PLM, BI berupaya memitigasi adanya risiko likuiditas perbankan. BI tidak ingin, risiko di likuiditas perbankan nantinya bisa menjalar ke berbagai sektor, sehingga menjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan,

"Melalui pengaturan PLM diharapkan dapat mengatasi risiko likuiditas perbankan mengingat risiko likuiditas ini mampu mengamplifikasi risiko lain menjadi risiko sistemik," kata Asisten Gubernur Filianingsih Hendarta.

Adapun PLM ditetapkan dengan besaran 4% dari DPK. Terdapat penyempurnaan dari GWM Sekunder dengan adanya fleksibilitas di dalam PLM, yaitu dalam kondisi tertentu, surat berharga dalam perhitungan PLM dapat digunakan dalam transaksi repo kepada Bank Indonesia dalam operasi pasar terbuka paling banyak sebesar 2% dari DPK.
(dru/dru) Next Article Tok! BI Rate Diputuskan Tetap 5,75%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular