
BRI Syariah, Ambisi Jadi Nomor Satu dan NPF yang Membengkak
Donald Banjarnahor, CNBC Indonesia
05 April 2018 15:36

Jakarta, CNBC Indonesia - PT BRI Syariah memutuskan untuk melaksanakan penawaran umum perdana atau Initial Public Offering (IPO) di tengah kondisi keuangan yang sedang tertekan.
Anak usaha PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) ini menggunakan buku laporan keuangan Desember 2017 dalam prospektus IPO. Namun laporan keuangan itu menunjukan kondisi BRI Syariah sedang tidak prima.
Hal tersebut tercermin pada rasio pembiayaan bermasalah (NPF) gross sebesar 6,43%, sementara NPF nett 4,72%. Kenaikan NPF tersebut menggerus laba bersih hingga 40% dan tersisa hanya Rp 101,09 miliar.
Meski demikian, BRI tetap memberikan restu agar IPO bisa dilaksanakan bulan ini. "Induk support penuh, apapun akan dipertaruhkan," ujar Direktur Utama BRI Suprajarto seusai public expose BRI Syariah, Kamis (5/4/2018).
Suprajarto menjabarkan alasan IPO tetap dilaksanakan meski kondisi keuangan BRI Syariah tidak dalam kondisi terbaik serta tidak ada mitra strategis dalam aksi korporasi ini. Alasan pertama, BRI sudah lakukan perombakan direksi BRI Syariah pada tahun lalu yang diharapkan bisa menyelesaikan masalah NPF pada tahun ini.
"Kondisi yang kurang bagus hanya beberapa, jadi cukup bisa dibenahi dengan direksi yang baru. Dengan direksi yang baru kondisi performance BRI Syariah akan lebih baik," ujarnya.
Alasan berikutnya, momentum untuk segera menjadikan BRI Syariah masuk ke dalam Bank Buku III dari sebelumnya Buku II. Dengan menjadi bank buku III, izin operasional dan bisnis bank akan semakin luas. "Ada beberapa strategi dari induk agar performance BRI Syariah lebih baik," ujar Suprajarto.
Dengan harga penawaran Rp 505 sampai Rp 650 per lembar saham, BRI Syariah memang memiliki peluang sangat besar untuk masuk bank buku III pasca IPO. BRI Syariah berpeluang meraup dana antara Rp 1,32 triliun - Rp 1,7 triliun, sementara kebutuhan dana untuk masuk bank buku III tinggal sekitar Rp 1,5 triliun lagi.
Direktur Utama BRI Syariah Moch Hadi Santoso mengatakan menjadi bank buku III adalah satu tahapan untuk menjadi bank syariah terbesar di Indonesia. "Kami ditantang untuk menjadi bank syariah terbesar dalam kurun waktu 3-5 tahun mendatang," ujarnya.
Jelas tidak mudah untuk mewujudkan ambisi ini, mengingat aset BRI Syariah baru Rp 31,5 triliun, sementara aset Bank Syariah Mandiri (BSM) sebagai bank syariah terbesar hampir 3 kali lipat besarnya, yakni Rp 87,94 triliun. Secara sederhana, ambisi itu bisa diraih apabila pertumbuhan aset BRI Syariah dua kali lipat dari pertumbuhan aset BSM dalam kurun waktu 5 tahun.
Namun, tantangan nyata dari BRI Syariah saat ini masih NPF. Bank ini selalu menutup tahun dengan NPF gross di atas 4% sejak 2013 lalu. Akhir tahun 2017 merupakan kondisi NPF terburuk yang dicatat perseroan.
Terkait hal ini, Hadi mengatakan BRI Syariah menargetkan NPF bisa turun di bawah 3% pada akhir 2018 dengan strategi membuat divisi khusus yang menangani NPF. "Kami juga sudah menyiapkan cadangan (kerugian penurunan nilai) untuk mengantisipasi NPF," jelasnya.
(roy/roy) Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000
Anak usaha PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) ini menggunakan buku laporan keuangan Desember 2017 dalam prospektus IPO. Namun laporan keuangan itu menunjukan kondisi BRI Syariah sedang tidak prima.
Hal tersebut tercermin pada rasio pembiayaan bermasalah (NPF) gross sebesar 6,43%, sementara NPF nett 4,72%. Kenaikan NPF tersebut menggerus laba bersih hingga 40% dan tersisa hanya Rp 101,09 miliar.
"Kondisi yang kurang bagus hanya beberapa, jadi cukup bisa dibenahi dengan direksi yang baru. Dengan direksi yang baru kondisi performance BRI Syariah akan lebih baik," ujarnya.
Alasan berikutnya, momentum untuk segera menjadikan BRI Syariah masuk ke dalam Bank Buku III dari sebelumnya Buku II. Dengan menjadi bank buku III, izin operasional dan bisnis bank akan semakin luas. "Ada beberapa strategi dari induk agar performance BRI Syariah lebih baik," ujar Suprajarto.
Dengan harga penawaran Rp 505 sampai Rp 650 per lembar saham, BRI Syariah memang memiliki peluang sangat besar untuk masuk bank buku III pasca IPO. BRI Syariah berpeluang meraup dana antara Rp 1,32 triliun - Rp 1,7 triliun, sementara kebutuhan dana untuk masuk bank buku III tinggal sekitar Rp 1,5 triliun lagi.
Direktur Utama BRI Syariah Moch Hadi Santoso mengatakan menjadi bank buku III adalah satu tahapan untuk menjadi bank syariah terbesar di Indonesia. "Kami ditantang untuk menjadi bank syariah terbesar dalam kurun waktu 3-5 tahun mendatang," ujarnya.
Jelas tidak mudah untuk mewujudkan ambisi ini, mengingat aset BRI Syariah baru Rp 31,5 triliun, sementara aset Bank Syariah Mandiri (BSM) sebagai bank syariah terbesar hampir 3 kali lipat besarnya, yakni Rp 87,94 triliun. Secara sederhana, ambisi itu bisa diraih apabila pertumbuhan aset BRI Syariah dua kali lipat dari pertumbuhan aset BSM dalam kurun waktu 5 tahun.
Namun, tantangan nyata dari BRI Syariah saat ini masih NPF. Bank ini selalu menutup tahun dengan NPF gross di atas 4% sejak 2013 lalu. Akhir tahun 2017 merupakan kondisi NPF terburuk yang dicatat perseroan.
Terkait hal ini, Hadi mengatakan BRI Syariah menargetkan NPF bisa turun di bawah 3% pada akhir 2018 dengan strategi membuat divisi khusus yang menangani NPF. "Kami juga sudah menyiapkan cadangan (kerugian penurunan nilai) untuk mengantisipasi NPF," jelasnya.
(roy/roy) Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular