Lagi, Cadangan AS Hantui Harga Minyak, Batu Bara Masih Loyo

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
04 April 2018 10:47
Harga minyak global bergerak melemah pada pagi ini, seiring ekspektasi meningkatnya cadangan minyak Amerika Serikat (AS).
Foto: Reuters
Jakarta, CNBC Indonesia- Harga minyak global bergerak melemah pada pagi ini, seiring ekspektasi meningkatnya cadangan minyak Amerika Serikat (AS). Hingga pukul 09.22 WIB, harga minyak light sweet kontrak pengiriman Mei 2018 terkoreksi 0,27% ke US$63,34/barel, sementara Brent kontrak pengiriman Juni 2018 juga turun 0,28% ke US$ 67,93/barel.

Lagi, Cadangan AS Hantui Harga Minyak, Batu Bara Masih LoyoFoto: Raditya Hanung


Ekspektasi peningkatan cadangan minyak mentah AS selama dua minggu berturut-turut kembali menghembuskan angin panas bagi harga minyak global. Berdasarkan konsensus yang dihimpun Reuters, stok minyak Negeri Paman Sam diprediksi meningkat sebesar 200.000 barel, selama sepekan hingga tanggal 30 Maret.

Uniknya, ekspektasi analis tersebut berbeda dengan data yang dirilis oleh American Petroleum Institute (API) pagi ini, dimana cadangan minyak mentah AS dilaporkan turun 3,28 juta barel pada periode yang sama. API juga menyampaikan stok Bahan Bakar Minyak (BBM) AS meningkat 1,123 juta barel, padahal analis mengestimasi adanya penurunan stok BBM sebesar 1,26 juta barel.

Data resmi cadangan minyak mentah AS akan dipublikasikan oleh US Energy Information Administration (EIA) pada hari ini pukul 21.30 WIB. Sebagai catatan, data yang dirilis API memang tidak selalu sama dengan data yang dipublikasikan oleh EIA.

Namun demikian, pelemahan harga minyak pagi ini masih terbatas setelah Alexander Novak, Menteri Energi Rusia, menyatakan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan negara-negara non OPEC, akan membentuk badan bersama untuk kerja sama setelah kesepakatan pemotongan produksi selesai pada akhir 2018.

Kemungkinan upaya untuk mempertahankan harga minyak tetap tinggi akan lebih strategis, terkoordinasi, dan bersifat jangka panjang ketimbang melalui upaya ad hoc seperti pengurangan produksi yang ditempuh saat ini.

"Kami sedang memikirkan format kerja sama yang lebih jangka panjang. Termasuk di dalamnya adalah pemantauan pasar, pertukaran informasi, dan aksi bersama jika diperlukan," ungkap Novak seperti dikutip Reuters.

Sementara itu, harga emas bergerak menguat tipis pada pagi ini, masih didorong oleh tingginya tensi perang dagang antara AS dan China. Harga sang logam mulia naik 0,08% ke US$ 1.338,40/troy ounce hingga pukul 09.51 WIB hari ini. Harga emas mampu sedikit rebound setelah kemarin ditutup melemah hingga 0,69% kemarin.

Kemarin, Presiden AS Donald Trump kembali memanasi perselisihan dagang dengan Negeri Tirai Bambu, dengan mengumumkan pengenaan bea masuk 25% terhadap sekitar 1.300 produk teknologi industri, transportasi, dan medis dari China. Upaya itu dilakukan untuk menekan Beijing agar mengubah praktik kekayaan intelektualnya yang disebut AS merugikan perusahaan-perusahaannya.

Sebelumnya, pada awal pekan China secara resmi mengenakan bea masuk baru terhadap 128 barang impor dari Amerika Serikat (AS), termasuk daging babi dan buah-buahan, senilai US$3 miliar (Rp 41,2 triliun). Kekhawatiran akan kembali semaraknya perang dagang memang cenderung mendorong investor untuk melirik instrumen safe haven seperti emas.

Dari komoditas tambang, harga batu bara ICE Newcastle Futures kembali melanjutkan pelemahannya, dengan turun 0,27% ke US$ 92/ton kemarin. Dengan capaian tersebut, harga batu bara sudah melemah selama 4 hari berturut-turut, dan kembali memecahkan rekor harga batu bara terendah di sepanjang tahun ini. Selain akibat memanasnya tensi perang dagang, kontraksi harga batu bara juga dipicu oleh Presiden China Xi Jinping yang memberikan arahan untuk memangkas penggunaan batu bara dan meningkatkan konsumsi energi bersih.

Lagi, Cadangan AS Hantui Harga Minyak, Batu Bara Masih Loyo


Sebagai tambahan, rencana China untuk memangkas produksi baja hingga 100-150 juta ton per tahun juga masih menjadi pemberat harga batu bara, sebagaimana permintaan bahan bakar batu bara untuk industri baja dipastikan akan menurun. Pada 2017 lalu, Negeri Panda tersebut sudah melakukan pengurangan produksi baja hingga lebih dari 50 juta ton per tahun.

Dari komoditas agrikultur, harga Crude Palm Oil (CPO) untuk kontrak pengiriman Juni 2018 ditutup terkoreksi 0,90% ke MYR 2.436/ton. Penurunan ini nampaknya terjadi seiring investor melakukan aksi ambil untung, setelah selama dua hari sebelumnya harga CPO naik signifikan. Pada perdagangan hari Selasa (3/4) harga CPO menguat hingga 1,36%.

Harga CPO masih diperkirakan akan kembali menguat, seiring dengan permintaan yang diekspektasikan meningkat selama bulan April, seiring akan datangnya Bulan Ramadhan. Selain itu, penguatan harga vegetable oil lainnya masih berpotensi mengerek harga CPO. Pagi ini, harga minyak kedelai untuk kontrak pengiriman Mei 2018 di Chicago Board of Trade bergerak menguat 0,09%. 
(gus/gus) Next Article Harga Minyak Terseret Virus Corona, Begini Analisisnya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular