
Won Menguat 1,8% Terhadap Dolar AS, Rupiah Melemah 0,18%
Alfado Agustio, CNBC Indonesia
31 March 2018 13:08

Pelemahan yang terjadi pada rupiah juga sejalan dengan penurunan di bursa saham. Indeks Harga Saham gabungan (IHSG) terkoreksi 0,35% ke level 6.188,99 dipicu penurunan harga saham-saham berkapitalisasi besar atau blue chip. Penguatan dolar AS tidak lepas dari kembali memanasnya perang dagang antara AS dan China sehingga menimbulkan kekhawatiran investor terhadap situasi ekonomi global.
Investor cenderung bermain lebih aman dan enggan bermain di instrumen beresiko seperti pasar saham. Akibatnya permintaan terhadap instrumen bebas resiko seperti dolar AS pun meningkat sehingga memicu penguatan yang terjadi pada mata uang tersebut.
Faktor lain yang ikut mempengaruhi penguatan dolar, peningkatan kebutuhan valas di akhir kuartal I-2018. Perusahaan-perusahaan asing biasanya akan menyetorkan dividen ke prinsipal di negara asalnya, sehingga mendorong permintaan valuta asing (valas) akan naik. Penguatan dolar AS juga karena rilis data ekonomi terbaru AS.
Pertumbuhan ekonomi AS kuartal IV-2017 tercatat sebesar 2,9% year on year (YoY), naik dari kuartal sebelumnya sebesar 2,5% YoY. Pencapaian tersebut melampaui konsensus pasar yang dihimpun Reuters sebesar 2,7% YoY.
Secara tahunan, AS membukukan pertumbuhan ekonomi sebesar 2,3% YoY pada 2017. Lebih tinggi dari capaian 2016 sebesar 1,5% YoY.
Pertumbuhan ekonomi AS disokong oleh pertumbuhan konsumsi (berkontribusi lebih 2/3 dari ekonomi AS) yang direvisi menjadi 4% YoY, dari kuartal sebelumnya sebesar 3,8% YoY. Capaian tersebut merupakan laju tercepat sejak tahun 2014. Data ini seakan memberi alarm bahwa The Federal Reserve/The Fed menaikkan suku bunga acuan dengan lebih agresif. Artinya, kartu kenaikan suku bunga acuan empat kali sepanjang 2018 kembali muncul di atas meja.
Kenaikan suku bunga acuan akan berdampak positif bagi mata uang, karena ekspektasi inflasi ke depan bisa terjangkar. Tidak terkecuali dolar AS, yang mendapat suntikan tenaga tiap kali ada kabar soal kenaikan suku bunga, apalagi secara agresif. Kombinasi antara kekhawatiran perang dagang, peningkatan kebutuhan valas korporasi, plus data pertumbuhan ekonomi AS menyebabkan permintaan greenback meningkat. Maka tidak heran mata uang ini bergerak menguat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(roy/roy)
Investor cenderung bermain lebih aman dan enggan bermain di instrumen beresiko seperti pasar saham. Akibatnya permintaan terhadap instrumen bebas resiko seperti dolar AS pun meningkat sehingga memicu penguatan yang terjadi pada mata uang tersebut.
Faktor lain yang ikut mempengaruhi penguatan dolar, peningkatan kebutuhan valas di akhir kuartal I-2018. Perusahaan-perusahaan asing biasanya akan menyetorkan dividen ke prinsipal di negara asalnya, sehingga mendorong permintaan valuta asing (valas) akan naik. Penguatan dolar AS juga karena rilis data ekonomi terbaru AS.
Pertumbuhan ekonomi AS disokong oleh pertumbuhan konsumsi (berkontribusi lebih 2/3 dari ekonomi AS) yang direvisi menjadi 4% YoY, dari kuartal sebelumnya sebesar 3,8% YoY. Capaian tersebut merupakan laju tercepat sejak tahun 2014. Data ini seakan memberi alarm bahwa The Federal Reserve/The Fed menaikkan suku bunga acuan dengan lebih agresif. Artinya, kartu kenaikan suku bunga acuan empat kali sepanjang 2018 kembali muncul di atas meja.
Kenaikan suku bunga acuan akan berdampak positif bagi mata uang, karena ekspektasi inflasi ke depan bisa terjangkar. Tidak terkecuali dolar AS, yang mendapat suntikan tenaga tiap kali ada kabar soal kenaikan suku bunga, apalagi secara agresif. Kombinasi antara kekhawatiran perang dagang, peningkatan kebutuhan valas korporasi, plus data pertumbuhan ekonomi AS menyebabkan permintaan greenback meningkat. Maka tidak heran mata uang ini bergerak menguat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(roy/roy)
Pages
Most Popular