Won Menguat 1,8% Terhadap Dolar AS, Rupiah Melemah 0,18%

Alfado Agustio, CNBC Indonesia
31 March 2018 13:08
Won Menguat 1,8% Terhadap Dolar AS, Rupiah Melemah 0,18%
Foto: Muhammad Luthfi Rahman
Jakarta, CNBC Indonesia- Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dalam sepekan ini cenderung melemah namun di dua hari terakhir pergerakannya cenderung stagnan. Dampak penguatan dolar AS yang tertahan akibat sepinya sentimen menjelang libur panjang.


Secara point to point, rupiah telah mengalami depresiasi sebesar 0,18% sepanjang pekan ini. Posisi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada penutupan perdagangan minggu ini berada di posisi Rp 13,760. Sementara posisi tertinggi rupiah berada di Rp 13,770 dan posisi terendah berada di Rp 13,735.

Foto: CNBC Indonesia

Mata uang kawasan bergerak variatif terhadap greenback. Yen Jepang mengalami depresiasi hingga 0,81%, namun Won Korea Selatan mengalami penguatan hingga 1,32%.

Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang di Asia terhadap dolar AS selama perdagangan sepekan terakhir :

Foto: CNBC Indonesia

Penguatan beberapa mata uang di kawasan terhadap dolar AS, juga tergambar pada pergerakan dolar index pada perdagangan pekan ini. Meskipun di akhir perdagangan dolar index bergerak kebawah, akan tetapi secara point to point greenback mengalami apresiasi hampir 1%.
Foto: CNBC Indonesia

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pelemahan yang terjadi pada rupiah juga sejalan dengan penurunan di bursa saham. Indeks Harga Saham gabungan (IHSG) terkoreksi 0,35% ke level 6.188,99 dipicu penurunan harga saham-saham berkapitalisasi besar atau blue chip. Penguatan dolar AS tidak lepas dari kembali memanasnya perang dagang antara AS dan China sehingga menimbulkan kekhawatiran investor terhadap situasi ekonomi global.

Investor cenderung bermain lebih aman dan enggan bermain di instrumen beresiko seperti pasar saham. Akibatnya permintaan terhadap instrumen bebas resiko seperti dolar AS pun meningkat sehingga memicu penguatan yang terjadi pada mata uang tersebut.

Faktor lain yang ikut mempengaruhi penguatan dolar, peningkatan kebutuhan valas di akhir kuartal I-2018. Perusahaan-perusahaan asing biasanya akan menyetorkan dividen ke prinsipal di negara asalnya, sehingga mendorong permintaan valuta asing (valas) akan naik. 

Penguatan dolar AS juga karena rilis data ekonomi terbaru AS.

Pertumbuhan ekonomi AS kuartal IV-2017 tercatat sebesar 2,9% year on year (YoY), naik dari kuartal sebelumnya sebesar 2,5% YoY. Pencapaian tersebut melampaui konsensus pasar yang dihimpun Reuters sebesar 2,7% YoY.  

Secara tahunan, AS membukukan pertumbuhan ekonomi sebesar 2,3% YoY pada 2017. Lebih tinggi dari capaian 2016 sebesar 1,5% YoY. 



Pertumbuhan ekonomi AS disokong oleh pertumbuhan konsumsi (berkontribusi lebih 2/3 dari ekonomi AS) yang direvisi menjadi 4% YoY, dari kuartal sebelumnya sebesar 3,8% YoY. Capaian tersebut merupakan laju tercepat sejak tahun 2014.

Data ini seakan memberi alarm bahwa The Federal Reserve/The Fed menaikkan suku bunga acuan dengan lebih agresif. Artinya, kartu kenaikan suku bunga acuan empat kali sepanjang 2018 kembali muncul di atas meja. 



Kenaikan suku bunga acuan akan berdampak positif bagi mata uang, karena ekspektasi inflasi ke depan bisa terjangkar. Tidak terkecuali dolar AS, yang mendapat suntikan tenaga tiap kali ada kabar soal kenaikan suku bunga, apalagi secara agresif. 

Kombinasi antara kekhawatiran perang dagang, peningkatan kebutuhan valas korporasi, plus data pertumbuhan ekonomi AS menyebabkan permintaan greenback meningkat. Maka tidak heran mata uang ini bergerak menguat. 

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular