
Pandangan Para Analis Soal Perry Warjiyo yang 'Pro Growth'
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
29 March 2018 12:05

Jakarta, CNBC Indonesia - Jalan Perry Warjiyo ke pucuk tertinggi pimpinan Bank Indonesia (BI) semakin mulus. Ini setelah Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat meloloskan Perry Warjiyo dalam uji kepatutan dan kelayakan calon Gubernur BI.
Dalam pernyataan resminya setelah menjadi calon BI-1, sikap (stance) Perry Warjiyo dianggap dovish dan cenderung pro pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut tercermin dari keinginan Perry Warjiyo menekan suku bunga kredit.
Lantas, apa kata pelaku pasar dalam menganalisis pernyataan Perry Warjiyo :
Ekonom Bank Mandiri
Dalam kondisi ketidakpastian, harus diakui bahwa upaya dalam menggenjot perekonomian tidak hanya bisa mengandalkan fiskal pemerintah. Perlu adanya bauran kebijakan moneter untuk menstimulus ekonomi.
"Tantangannya sekarang bagaimana mewujudkan itu [pro stabilitas dan pro pertumbuhan] di tengah gejolak pasar keuangan dunia," kata Andry Asmoro, Ekonom Bank Mandiri.
Andry menjelaskan, dalam kondisi ketidakpastian seperti ini kecil kemungkinan bagi bank sentral kembali melonggarkan tingkat suku bunga acuan untuk memberikan dorongan bagi perekonomian.
"Akan lebih gunakan makroprudensial. Ruang penurunan sudah tidak ada. Kalau ketat, kayaknya tidak berdampak positif kepada pertumbuhan ekonomi," jelasnya.
Ekonom Bank Central Asia
Bukan perkara mudah bagi BI dalam mengelola stabilitas, sekaligus berupaya menggenjot perekonomian. Stance BI di bawah kepemimpinan Perry Warjiyo, pun diperkirakan akan tetap netral.
"Karena instrumen untuk pertumbuhan tidak selalu dari suku bunga. Apalagi sekarang [penurunan suku bunga acuan] transmisi ke kredit masih lemah," kata David Sumual, Ekonom BCA.
Meski demikian, David menilai BI tetap perlu mewaspadai berbagai risiko ditengah era pengetatan yang dilakukan sejumlah bank sentral. Hal ini yang perlu menjadi perhatian BI ditengah upaya menggenjot pertumbuhan.
"Komunikasi harus jelas. Sinyal [menaikan suku bunga BI] sebenarnya sudah ada. Tapi harus dikomunikasikan," ungkapnya.
Ekonom UOB Indonesia
Senada, upaya bank sentral dalam mendorong perekonomian hanya bisa dilakukan dengan melakukan relaksasi kebijakan makroprudensial. Ada beberapa alasan yang mendadari hal itu.
"Masih ada tekanan dari normalisasi AS, dan sudah ada bukti capital reversal. Dari dalam negeri, ada risiko inflasi di paruh kedua. Kalau ada risiko inflasi, BI harus mempertimbangkan menaikan suku bunga," ungkap Enrico Tanuwidjaja, Ekonom UOB Indonesia.
Ekonom CIMB Niaga
BI dianggap memiliki sejumlah instrumen yang bisa dioptimalkan untuk menggenjot perekonomian. Artinya, upaya meningkatkan geliat ekonomi domestik tidak hanya semata-mata menggunakan jalur suku bunga.
"Karena bisa melaui payment system, dan makroprudensial," kata Kepala Ekonom CIMB Niaga Adrian Panggabean.
Dalam kondisi saat ini, Adrian memandang, ekonomi nasional memang masih membutuhkan stimulus. Atas dasar itu, tidak ada alasan bagi BI untuk mengikuti pengetatan yang dilakukan sejumlah bank sentral negara lainnya.
"Kalau sudah disitu, jangan diapa-apakan lagi. Jangkarnya biarkan disitu, nanti bisa menggunakan instrumen lain," jelasnya.
Ekonom Maybank
Keputusan BI di bawah kepemimpinan Perry Warjiyo yang akan menerapkan kebijakan pro pertumbuhan dianggap sudah sesuai dengan kondisi perekonomian nasional, yang masih membutuhkan stimulus.
"Pekerjaan rumah itu ya sinkronisasi dengan kebijakan pemerintah selaku otoritas kebijakan fiskal. Contohnya terkait kebijakan suku bunga," kata Myrdal Gunarto, Ekonom Maybank.
(dru) Next Article Perry Warjiyo dan 5 Resep 'Jamu' Moneter dari Solo
Dalam pernyataan resminya setelah menjadi calon BI-1, sikap (stance) Perry Warjiyo dianggap dovish dan cenderung pro pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut tercermin dari keinginan Perry Warjiyo menekan suku bunga kredit.
Lantas, apa kata pelaku pasar dalam menganalisis pernyataan Perry Warjiyo :
Dalam kondisi ketidakpastian, harus diakui bahwa upaya dalam menggenjot perekonomian tidak hanya bisa mengandalkan fiskal pemerintah. Perlu adanya bauran kebijakan moneter untuk menstimulus ekonomi.
"Tantangannya sekarang bagaimana mewujudkan itu [pro stabilitas dan pro pertumbuhan] di tengah gejolak pasar keuangan dunia," kata Andry Asmoro, Ekonom Bank Mandiri.
Andry menjelaskan, dalam kondisi ketidakpastian seperti ini kecil kemungkinan bagi bank sentral kembali melonggarkan tingkat suku bunga acuan untuk memberikan dorongan bagi perekonomian.
"Akan lebih gunakan makroprudensial. Ruang penurunan sudah tidak ada. Kalau ketat, kayaknya tidak berdampak positif kepada pertumbuhan ekonomi," jelasnya.
Ekonom Bank Central Asia
Bukan perkara mudah bagi BI dalam mengelola stabilitas, sekaligus berupaya menggenjot perekonomian. Stance BI di bawah kepemimpinan Perry Warjiyo, pun diperkirakan akan tetap netral.
"Karena instrumen untuk pertumbuhan tidak selalu dari suku bunga. Apalagi sekarang [penurunan suku bunga acuan] transmisi ke kredit masih lemah," kata David Sumual, Ekonom BCA.
Meski demikian, David menilai BI tetap perlu mewaspadai berbagai risiko ditengah era pengetatan yang dilakukan sejumlah bank sentral. Hal ini yang perlu menjadi perhatian BI ditengah upaya menggenjot pertumbuhan.
"Komunikasi harus jelas. Sinyal [menaikan suku bunga BI] sebenarnya sudah ada. Tapi harus dikomunikasikan," ungkapnya.
Ekonom UOB Indonesia
Senada, upaya bank sentral dalam mendorong perekonomian hanya bisa dilakukan dengan melakukan relaksasi kebijakan makroprudensial. Ada beberapa alasan yang mendadari hal itu.
"Masih ada tekanan dari normalisasi AS, dan sudah ada bukti capital reversal. Dari dalam negeri, ada risiko inflasi di paruh kedua. Kalau ada risiko inflasi, BI harus mempertimbangkan menaikan suku bunga," ungkap Enrico Tanuwidjaja, Ekonom UOB Indonesia.
Ekonom CIMB Niaga
BI dianggap memiliki sejumlah instrumen yang bisa dioptimalkan untuk menggenjot perekonomian. Artinya, upaya meningkatkan geliat ekonomi domestik tidak hanya semata-mata menggunakan jalur suku bunga.
"Karena bisa melaui payment system, dan makroprudensial," kata Kepala Ekonom CIMB Niaga Adrian Panggabean.
Dalam kondisi saat ini, Adrian memandang, ekonomi nasional memang masih membutuhkan stimulus. Atas dasar itu, tidak ada alasan bagi BI untuk mengikuti pengetatan yang dilakukan sejumlah bank sentral negara lainnya.
"Kalau sudah disitu, jangan diapa-apakan lagi. Jangkarnya biarkan disitu, nanti bisa menggunakan instrumen lain," jelasnya.
Ekonom Maybank
Keputusan BI di bawah kepemimpinan Perry Warjiyo yang akan menerapkan kebijakan pro pertumbuhan dianggap sudah sesuai dengan kondisi perekonomian nasional, yang masih membutuhkan stimulus.
"Pekerjaan rumah itu ya sinkronisasi dengan kebijakan pemerintah selaku otoritas kebijakan fiskal. Contohnya terkait kebijakan suku bunga," kata Myrdal Gunarto, Ekonom Maybank.
(dru) Next Article Perry Warjiyo dan 5 Resep 'Jamu' Moneter dari Solo
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular