
'Rupiah Terus Melemah, Warning Bagi BI & Pemerintah'
Alfado Agustio, CNBC Indonesia
26 March 2018 13:20

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah saat ini sedang melewati masa-masa yang cukup berat. Betapa tidak, mata uang kebanggaan Indonesia tersebut terus terus mengalami depresiasi sejak seiring dengan adanya dinamika ekonomi global seperti perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China serta penerapan kebijakan suku bunga oleh The Federal Reserve/The Fed.
Mengutip data Reuters, Senin (26/3/2018), nilai tukar rupiah telah melemah secara year-to-date sebesar 1,3%. Pelemahan ini mengakibatkan rupiah jatuh hingga pernah mencapai posisi Rp 13.800/US$ pada awal tahun ini. Tentu hal ini menjadi warning baik bagi pemerintah maupun bank sentral mengingat pada tahun anggaran 2018, asumsi yang disepakati oleh pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di posisi Rp 13.400/US$.
Faktor dinamika global memang tidak bisa ditebak, sehingga asumsi yang disepakati bisa saja meleset. Seperti kenaikan suku bunga oleh The Fed, hal ini terjadi seiring dengan terpilihnya Gubernur yang baru Jerome Powell yang cenderung hawkish sehingga kebijakan pengetatan moneter dilakukan.
Di sisi lain, dari faktor internal, keputusan Bank Indonesia (BI) untuk menahan suku bunga 7 Days Reverse Repo di kisaran 4,25% semakin memperlemah posisi rupiah sebagai akibat mengecilnya spread antara suku bunga di Indonesia dengan AS sehingga dapat mendorong terjadinya capital outflow.
Di sisi lain, adanya perang dagang yang baru-baru ini terjadi semakin memperberat posisi rupiah untuk bangkit. Hal ini karena dampak perang dagang yang dicetuskan oleh AS membuat posisi dolar AS semakin kuat terhadap mata uang negara-negara lain termasuk rupiah. Hal ini semakin membuat rupiah tidak berdaya sehingga proyeksi rupiah akan menyentuh posisi Rp 14.000/US$ bisa saja terjadi.
Pemerintah dan BI perlu mewaspadai hal ini, sebab jika rupiah dibiarkan terus mengalami pelemahan ditakutkan akan menganggu neraca perdagangan. Seperti yang diketahui, Indonesia saat ini masih mengalami defisit neraca perdagangan terutama dengan negara-negara mitra utama sebab tingkat impor di Indonesia masih cukup tinggi.
Oleh sebab itu, diperlukan intervensi oleh BI khususnya sebagai otoritas moneter tertinggi di Indonesia agar mencegah rupiah jatuh semakin dalam. BI bersama pemerintah perlu berkolaborasi untuk mengundang dolar AS untuk datang lagi ke Indonesia agar dapat memperkuat posisi rupiah. Meskipun BI bersikap untuk menahan kebijakan suku bunganya, setidaknya pemerintah melakukan terobosan tertentu yang mampu menarik minat investor untuk mau menginvestasikan mata uang dolarnya di Indonesia.
Sebagai contoh kebijakan pembangunan infrastruktur yang digalakan oleh pemerintah saat ini, dapat dimaksimalkan untuk mengundang investasi asing untuk masuk. Satu hal yang harus diperhatikan bahwa, salah satu hal yang paling mengundang investor asing untuk masuk selain imbal hasil, yaitu kemudahan perizinan. Melalui instrumen tersebut, investor akan lebih tertarik untuk menanamkan dananya di Indonesia sehingga ketika dana asing khususnya mata uang dolar AS akan mengangkat posisi rupiah agar tidak terjatuh lebih dalam.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dru) Next Article RI, Jepang, China Hingga Korsel Siap 'Buang' Dolar AS di 2024
Mengutip data Reuters, Senin (26/3/2018), nilai tukar rupiah telah melemah secara year-to-date sebesar 1,3%. Pelemahan ini mengakibatkan rupiah jatuh hingga pernah mencapai posisi Rp 13.800/US$ pada awal tahun ini. Tentu hal ini menjadi warning baik bagi pemerintah maupun bank sentral mengingat pada tahun anggaran 2018, asumsi yang disepakati oleh pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di posisi Rp 13.400/US$.
Faktor dinamika global memang tidak bisa ditebak, sehingga asumsi yang disepakati bisa saja meleset. Seperti kenaikan suku bunga oleh The Fed, hal ini terjadi seiring dengan terpilihnya Gubernur yang baru Jerome Powell yang cenderung hawkish sehingga kebijakan pengetatan moneter dilakukan.
Di sisi lain, adanya perang dagang yang baru-baru ini terjadi semakin memperberat posisi rupiah untuk bangkit. Hal ini karena dampak perang dagang yang dicetuskan oleh AS membuat posisi dolar AS semakin kuat terhadap mata uang negara-negara lain termasuk rupiah. Hal ini semakin membuat rupiah tidak berdaya sehingga proyeksi rupiah akan menyentuh posisi Rp 14.000/US$ bisa saja terjadi.
Pemerintah dan BI perlu mewaspadai hal ini, sebab jika rupiah dibiarkan terus mengalami pelemahan ditakutkan akan menganggu neraca perdagangan. Seperti yang diketahui, Indonesia saat ini masih mengalami defisit neraca perdagangan terutama dengan negara-negara mitra utama sebab tingkat impor di Indonesia masih cukup tinggi.
Oleh sebab itu, diperlukan intervensi oleh BI khususnya sebagai otoritas moneter tertinggi di Indonesia agar mencegah rupiah jatuh semakin dalam. BI bersama pemerintah perlu berkolaborasi untuk mengundang dolar AS untuk datang lagi ke Indonesia agar dapat memperkuat posisi rupiah. Meskipun BI bersikap untuk menahan kebijakan suku bunganya, setidaknya pemerintah melakukan terobosan tertentu yang mampu menarik minat investor untuk mau menginvestasikan mata uang dolarnya di Indonesia.
![]() |
Sebagai contoh kebijakan pembangunan infrastruktur yang digalakan oleh pemerintah saat ini, dapat dimaksimalkan untuk mengundang investasi asing untuk masuk. Satu hal yang harus diperhatikan bahwa, salah satu hal yang paling mengundang investor asing untuk masuk selain imbal hasil, yaitu kemudahan perizinan. Melalui instrumen tersebut, investor akan lebih tertarik untuk menanamkan dananya di Indonesia sehingga ketika dana asing khususnya mata uang dolar AS akan mengangkat posisi rupiah agar tidak terjatuh lebih dalam.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dru) Next Article RI, Jepang, China Hingga Korsel Siap 'Buang' Dolar AS di 2024
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular