
Suku Bunga The Fed Naik, Wall Street Melemah Tipis
Prima Wirayani, CNBC Indonesia
22 March 2018 06:45

New York, CNBC Indonesia - Saham-saham Amerika Serikat (AS) menutup perdagangan hari Rabu (21/3/2018) lebih rendah dibandingkan hari sebelumnya setelah bank sentral AS, Federal Reserve, menaikkan suku bunga acuannya sebagaimana telah diprediksikan oleh para pelaku pasar. Di saat yang sama, penguatan saham-saham sektor energi mampu membatasi pelemahan Wall Street.
Dow Jones Industrial Average turun 44,96 poin atau 0,18% ke 24.682,31, S&P 500 kehilangan 5,01 poin atau 0,18% menjadi 2.711,93, dan Nasdaq Composite melemah 19,02 poin atau 0,26% ke 7.345,29.
The Fed menaikkan suku bunganya sebanyak 25 basis poin (bps) dan meramalkan akan ada "setidaknya" dua kenaikan lagi tahun ini, memberi sinyal kepercayaan diri bahwa pemotongan pajak AS dan belanja pemerintah akan mampu mendorong perekonomian dan inflasi sehingga mengakibatkan adanya pengetatan moneter yang lebih agresif, dilansir dari Reuters.
Kenaikan tersebut telah diperkirakan sebelumnya dan Gubernur The Fed Jerome Powell dalam konferensi pers perdananya sebagai pimpinan bank sentral mengatakan lembaganya sedang mencoba untuk mencari "jalan tengah" dalam menaikkan suku bunga.
"Itu adalah The Fed yang merasa yakin terhadap perekonomian, tidak hanya tahun ini tetapi juga tahun depan," kata Jim Paulsen, chief investment strategist di The Leuthold Group.
"Respons awal ekuitas adalah menguat karena kepercayaan diri yang dimiliki The Fed terhadap perekonomian. Namun, dengan imbal hasil obligasi yang naik karena mengantisipasi lebih banyak kenaikan [suku bunga] ... hal itu sedikit membuat pasar saham takut."
Perdagangan saham setelah pengumuman The Fed berlangsung naik turun dengan imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun bergerak menuju 3% dan menyentuh level tertinggi dalam sebulan di 2,936%.
Para pelaku pasar masih mencoba memecahkan teka-teki jumlah kenaikan suku bunga The Fed tahun ini apakah akan tetap tiga kali sebagaimana diperkirakan sebelumnya atau kenaikan keempat akan mungkin terjadi.
Sementara itu, indeks sektor energi S&P 500 melonjak 2,63% dan membantu mengerem pelemahan indeks. Harga minyak mentah menyentuh level tertinggi dalam enam minggu setelah penurunan persediaan minyak AS yang tidak diprediksikan sebelumnya dan masih cemasnya investor akan terganggunya suplai dari Timur Tengah.
(prm) Next Article Wall Street Melejit, Sinyal Pasar Saham Kebal Resesi?
Dow Jones Industrial Average turun 44,96 poin atau 0,18% ke 24.682,31, S&P 500 kehilangan 5,01 poin atau 0,18% menjadi 2.711,93, dan Nasdaq Composite melemah 19,02 poin atau 0,26% ke 7.345,29.
The Fed menaikkan suku bunganya sebanyak 25 basis poin (bps) dan meramalkan akan ada "setidaknya" dua kenaikan lagi tahun ini, memberi sinyal kepercayaan diri bahwa pemotongan pajak AS dan belanja pemerintah akan mampu mendorong perekonomian dan inflasi sehingga mengakibatkan adanya pengetatan moneter yang lebih agresif, dilansir dari Reuters.
"Itu adalah The Fed yang merasa yakin terhadap perekonomian, tidak hanya tahun ini tetapi juga tahun depan," kata Jim Paulsen, chief investment strategist di The Leuthold Group.
"Respons awal ekuitas adalah menguat karena kepercayaan diri yang dimiliki The Fed terhadap perekonomian. Namun, dengan imbal hasil obligasi yang naik karena mengantisipasi lebih banyak kenaikan [suku bunga] ... hal itu sedikit membuat pasar saham takut."
Perdagangan saham setelah pengumuman The Fed berlangsung naik turun dengan imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun bergerak menuju 3% dan menyentuh level tertinggi dalam sebulan di 2,936%.
Para pelaku pasar masih mencoba memecahkan teka-teki jumlah kenaikan suku bunga The Fed tahun ini apakah akan tetap tiga kali sebagaimana diperkirakan sebelumnya atau kenaikan keempat akan mungkin terjadi.
Sementara itu, indeks sektor energi S&P 500 melonjak 2,63% dan membantu mengerem pelemahan indeks. Harga minyak mentah menyentuh level tertinggi dalam enam minggu setelah penurunan persediaan minyak AS yang tidak diprediksikan sebelumnya dan masih cemasnya investor akan terganggunya suplai dari Timur Tengah.
(prm) Next Article Wall Street Melejit, Sinyal Pasar Saham Kebal Resesi?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular