
Moody's Turunkan Peringkat Matahari Putra Prima
Tito Bosnia, CNBC Indonesia
20 March 2018 16:00

Jakarta, CNBC Indonesia - Lembaga pemeringkat internasional Moody's Investor's Service, menurunkan peringkat korporasi PT Matahari Prima Prima Tbk (MPPA), pemilik gerai Hypermat, dari sebelumnya B2 (stabil) menjadi B1 dengan prospek negative.
Penurunan peringkat tersebut dilakukan, pasca Moody's melihat kinerja MPPA yang terlihat melemah dari ekspektasi sebelumnya. Hal tersebut terlihat dari kenaikan utang perusahaan hingga pendapatan MPPA yang negatif.
"Penurunan peringkat ini karena kinerja operasi MPPA yang terlihat lemah dari ekspektasi yang kami kira, kemungkinan metriks kreditnya juga tidak akan meningkat dalam waktu dekat ini", ujar Analis Moody's, Maisam Hasnain dalam rilisnya, Selasa (20/3/2018).
Dengan menerapkan diskon harga yang agresif untuk meningkatkan pertumbuhan pendapatan, dan mengeluarkan biaya untuk menutupi kerugian dari diskon tersebut membuat profitabilitas MPPA turun pada 12 hingga 15 bulan kedepan.
Kinerja pendapatan yang melemah tersebut, menurut Moodys, membuat MPPA mengandalkan utang untuk membiayai modal kerja. Ini mengubah strategi dari tahun-tahun sebelumnya yaitu ketergantungan hutang terhadap Bank untuk membiayai beban usahanya.
Sebelumnya, MPPA mencatat kerugian senilai Rp 385,6 miliar berdasarkan laporan keuangannya pada September 2017. Padahal, pada periode yang sama tahun 2016, MPPA masih mencatatkan laba sebesar Rp 32,5 miliar.
Kerugian diderita perusahaan akibat menurunnya penjualan dan pendapatan usaha perseroan dari Rp 10,29 triliun di 2016 sampai September menjadi Rp 9,6 triliun pada periode yang sama 2017. Beban penjualan perseroan dan beban umum juga meningkat di 2017 masing-masing menjadi sebesar Rp 227,3 miliar dan Rp 1,56 triliun.
Sebelumnya, MPPA telah mendapatkan restu untuk menerbitkan saham baru (rights issue) pada kuartal I-2018. Jumlahnya maksimal 3 miliar saham.
MPPA merupakan salah satu perusahaan ritel besar yang beroperasi di lebih dari 70 kota di Indonesia. Memiliki 117 jaringan toko ritel Hypermart, 25 Foodmarts, 31 Express, 108 Boston Health & Beautym dan 5 SmartClub.
(hps) Next Article 2022 Penuh Tantangan, Moody's: PDB RI Masih Bisa Tumbuh 5%
Penurunan peringkat tersebut dilakukan, pasca Moody's melihat kinerja MPPA yang terlihat melemah dari ekspektasi sebelumnya. Hal tersebut terlihat dari kenaikan utang perusahaan hingga pendapatan MPPA yang negatif.
"Penurunan peringkat ini karena kinerja operasi MPPA yang terlihat lemah dari ekspektasi yang kami kira, kemungkinan metriks kreditnya juga tidak akan meningkat dalam waktu dekat ini", ujar Analis Moody's, Maisam Hasnain dalam rilisnya, Selasa (20/3/2018).
Kinerja pendapatan yang melemah tersebut, menurut Moodys, membuat MPPA mengandalkan utang untuk membiayai modal kerja. Ini mengubah strategi dari tahun-tahun sebelumnya yaitu ketergantungan hutang terhadap Bank untuk membiayai beban usahanya.
Sebelumnya, MPPA mencatat kerugian senilai Rp 385,6 miliar berdasarkan laporan keuangannya pada September 2017. Padahal, pada periode yang sama tahun 2016, MPPA masih mencatatkan laba sebesar Rp 32,5 miliar.
Kerugian diderita perusahaan akibat menurunnya penjualan dan pendapatan usaha perseroan dari Rp 10,29 triliun di 2016 sampai September menjadi Rp 9,6 triliun pada periode yang sama 2017. Beban penjualan perseroan dan beban umum juga meningkat di 2017 masing-masing menjadi sebesar Rp 227,3 miliar dan Rp 1,56 triliun.
Sebelumnya, MPPA telah mendapatkan restu untuk menerbitkan saham baru (rights issue) pada kuartal I-2018. Jumlahnya maksimal 3 miliar saham.
MPPA merupakan salah satu perusahaan ritel besar yang beroperasi di lebih dari 70 kota di Indonesia. Memiliki 117 jaringan toko ritel Hypermart, 25 Foodmarts, 31 Express, 108 Boston Health & Beautym dan 5 SmartClub.
(hps) Next Article 2022 Penuh Tantangan, Moody's: PDB RI Masih Bisa Tumbuh 5%
Most Popular