Dolar AS Terus Diburu, Rupiah Lanjutkan Pelemahan

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
19 March 2018 16:55
Dolar AS Terus Diburu, Rupiah Lanjutkan Pelemahan
Foto: Aristya Rahadian Krisabella
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan hari ini. Rupiah bergerak searah dengan mata uang Asia yang melemah di hadapan greenback.

Pada Senin (19/3/2018) pukul 16.00 WIB, dolar AS di pasar spot berada di posisi Rp 13.764/US$. Rupiah melemah 0,14% dibandingkan penutupan hari sebelumnya. 

Reuters
Dolar AS masih melanjutkan keperkasaannya. Dollar Index, yang mencerminkan posisi dolar AS dibandingkan enam mata uang utama, masih menguat 0,02% ke 90,254. 

Dalam sepekan terakhir, Dollar Index sudah menguat 0,4%. Sementara indeks ini sudah naik 1,29% selama sebulan ke belakang. 

Foto: Reuters
 
Terhadap mata uang Asia, greenback pun cenderung berjaya. Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang kawasan terhadap dolar AS: 

Mata UangBid TerakhirPerubahan (%)
Yen Jepang105,94+0,06
Yuan China6,33-0,01
Won Korsel1.071,34-1,81
Dolar Taiwan29,16-0,05
Rupee India65,09-0,11
Dolar Singapura1,32-0,00
Ringgit Malaysia3,92-0,01
Baht Thailand31,21+0,02
Peso Filipina52,02-0,12
Reuters
Dolar AS sedang dalam momentum penguatan, karena pasar tengah memburu mata uang ini jelang pertemuan The Federal Reserve/The Fed pada 21 Maret waktu setempat.

Pelaku pasar meyakini bahwa The Fed hampir pasti menaikkan suku bunga acuan dalam pertemuan tersebut. Berdasarkan Federal Funds Futures, yang mempertaruhkan suku bunga acuan di AS, probabilitas kenaikan suku bunga acuan mencapai 94,4%. Mayoritas investor memperkirakan suku bunga akan dinaikkan 25 basis poin menjadi 1,5-1,75%. 

Kenaikan suku bunga akan membuat dolar AS terapresiasi, karena ekspektasi inflasi terhadap mata uang ini dapat terjangkar. Oleh karena itu, pelaku pasar mengambil posisi sebelum pertemuan The Fed, memborong dolar AS sebelum harganya naik.  

Akibat tingginya permintaan dolar AS, mata uang ini pun terapresiasi. Mendahului suku bunga yang belum naik. 

Selain itu, dolar AS juga mendapat momentum akibat pelemahan mata uang Asia yang dihempas isu perang dagang. Presiden AS Donald Trump dikabarkan akan mengenakan bea masuk baru yang menyasar senilai US$ 60 miliar barang-barang impor dari China.  

Barang-barang yang akan dikenakan bea masuk tersebut adalah yang terkait dengan sektor teknologi, telekomunikasi, dan pakaian. Langkah ini diambil guna 'menghukum' China atas pencuriaan kekayaan intelektual yang dimiliki oleh korporasi asal AS.

Tak sampai disitu, pemerintahan Trump juga dikabarkan berniat membatasi investasi oleh perusahaan-perusahaan asal China di AS. Bila kebijakan ini terwujud, maka akan menjadi pukulan berat bagi perdagangan dunia. Meski AS menargetkan produk-produk made in China, tetapi produk tersebut bukan tidak mungkin menggunakan bahan baku dari berbagai negara.  

Ketika produk China sulit masuk AS, maka permintaannya akan menurun sehingga produksinya pun terganggu. Hambatan produksi juga menghambat pasokan bahan baku. Maka yang terjadi adalah distrupsi di rantai pasok dunia (global supply chain). 

Oleh karena itu, mata uang negara-negara yang kemungkinan terdampak terhadap perang global ini tidak menjadi pilihan investor. Mata uang negara-negara eksportir seperti won Korea Selatan atau dolar Taiwan menjadi korban. 

Won Korea Selatan menjadi mata uang dengan pelemahan terdalam. Ini merupakan bentuk "hukuman" dari pasar, karena Negeri Ginseng sangat mengandalkan ekspor untuk menggerakkan perekonomian. Porsi ekspor dalam Produk Domestik Bruto (PDB) Korea Selatan mencapai 42,24%. 

Bila perang dagang AS vs China terjadi dan produksi China terganggu, Korea Selatan menjadi salah satu negara yang paling terdampak. Ini karena China merupakan negara tujuan ekspor utama Korea Selatan. 

NegaraNilai (US$ Miliar)
China86,98
Jepang47,47
AS43,39
Jerman18,92
Arab Saudi15,74
Australia15,17
Vietnam12,49
Qatar10,08
Rusia8,64
Indonesia8,28
globaledge.msu.edu

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular