Fundamental Ekonomi Kuat, Depresiasi Rupiah Hanya Sementara

Market - Anthony Kevin, CNBC Indonesia
14 March 2018 08:46
Lembaga pemeringkat S&P Global Ratings memperkirakan pelemahan mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berpotensi mencapai level Rp 15.000/dolar AS Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Pergerakan nilai tukar menjadi isu yang hangat diperbincangkan belakangan ini. Bagaimana tidak, mata uang domestik tersebut terus berkutat di atas level Rp 13.700/dolar AS, suatu level yang sudah lama tidak dilihat oleh pelaku pasar. Lembaga pemeringkat S&P Global Ratings memperkirakan pelemahan mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berpotensi mencapai level Rp 15.000/dolar AS.

Pelamahan nilai tukar terhadap dolar AS sebenarnya tidak hanya dialami rupiah, mata uang negara-negara berkembang lainnya juga sedang ditekan oleh greenback. Ini menunjukkan pelemahan rupiah lebih disebabkan oleh faktor eksternal dan bukan faktor fundamental.

Fundamental Ekonomi Kuat, Depresiasi Rupiah Hanya SementaraFoto: CNBC Indonesia

Apalagi saat ini banyak faktor-faktor eksternal yang membuat dolar AS perkasa, seperti potensi perang dagang dan kenaikan suku bunga acuan oleh the Federal Reserve yang lebih agresif dari perkiraan.

Relatif Kuat
Pelaku pasar tak perlu terlalu khawatir terhadap pelemahan rupiah yang sedang terjadi. Selain hanya disebabkan oleh faktor eksternal, kondisi fundamental ekonomi Indonesia berada dalam posisi yang relatif kuat jika dibandingkan dengan tahun 2015 lalu, kala rupiah juga terdepresiasi oleh faktor eksternal.

Dari sisi pertumbuhan ekonomi, Indonesia terus melanjutkan pemulihan yang dimulai pada tahun 2016 lalu. Bahkan pada saat itu, kala harga komoditas lebih rendah dibandingkan tahun 2015, ekonomi Indonesia dapat tumbuh lebih tinggi (dari 4,88% menjadi 5,03%). Hal ini menandakan bahwa Indonesia sudah mulai melepas ketergantungannya terhadap komoditas yang harganya sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal.

Memasuki tahun 2017, pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali naik menjadi 5,07%. Pada tahun ini, pertumbuhan ekonomi bahkan diprediksi melejit ke angka 5,4%.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang positif tak lepas dari upaya pengendalian inflasi yang dilakukan oleh pemerintah. Pada tahun 2016, konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 5%, naik dibandingkan capaian tahun 2015 yang hanya sebesar 4,96%. Namun, inflasi justru tercatat melandai (dari 3,35% menjadi 3,02%).

Mengingat lebih dari 50% ekonomi Indonesia disumbang oleh konsumsi rumah tangga, keberhasilan pemerintah dalam mengendalikan inflasi tentu menjadi krusial dalam terus meningkatkan kondisi fundamental ekonomi domestik.

Dari sisi transaksi berjalan, penghapusan subsidi premium telah berhasil mengendalikan defisit maksimal di kisaran 2%. Bandingkan dengan periode sebelum subsidi dihapus, dimana kala itu defisit transaksi berjalan seringkali menyentuh angka 3-4%.

Bahkan, dalam dua tahun terakhir neraca pembayaran Indonesia konsisten mencatatkan surplus (US$ 12,1 miliar pada 2016 dan US$ 11,6 miliar pada 2017). Artinya, dalam dua tahun terakhir Indonesia dapat dikatakan 'kebanjiran dolar AS'. Banyaknya dolar AS yang mengalir ke Indonesia merupakan bukti bahwa kondisi fundamental ekonomi Indonesia berada dalam posisi yang sehat.

Derasnya aliran dolar AS ke dalam negeri lantas berkontribusi terhadap meningkatnya cadangan devisa Indonesia. Bahkan, cadangan devisa per akhir Januari 2018 sebesar US$ 131,98 miliar merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah. Akibatnya, Bank Indonesia (BI) menjadi memiliki banyak amunisi guna menstabilkan nilai tukar. Benar saja, pada Februari lalu cadangan devisa tergerus hingga US$ 3,92 miliar menjadi US$ 128,06 miliar guna mencegah rupiah terdepresiasi kelewat dalam.

Terakhir, kuatnya fundamental ekonomi Indonesia dibuktikan oleh optimisme Bank Indonesia untuk tetap menahan suku bunga acuannya pada level saat ini, disaat the Fed masih akan cukup agresif dalam melakukan normalisasi. "Ruang easing sudah kecil, tapi bukan berarti kami akan naikkan (suku bunga acuan). Perhatian kami adalah bagaimana inflasi, neraca pembayaran, pertumbuhan ekonomi, dan fiskal. Indikatornya masih baik," papar Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (13/3/2018).

Hanya Sementara
Berbicara mengenai The Fed, yang diharapkan pelaku pasar sebenarnya adalah kepastian. Seringkali, ketidakpastian dari the Fed sendirilah yang memberikan tekanan terhadap rupiah secara berlebihan. Pada tahun 2015 misalnya. Kala itu, the Fed digadang-gadang akan menaikkan suku bunga sejak awal tahun. Nyatanya, normalisasi baru dilakukan pada akhir tahun. Hal ini menyebabkan ketidakpastian yang pada akhirnya membuat rupiah terdepresiasi dalam jangka waktu cukup lama.

Lantas, ketika suku bunga acuan benar-benar dinaikkan, rupiah justru berbalik menguat. Hal ini tidak hanya terjadi sekali, namun berkali-kali, seperti dapat diamati dalam grafik dibawah (kotak kuning menunjukkan periode kenaikan suku bunga acuan oleh The Fed).

Fundamental Ekonomi Kuat, Depresiasi Rupiah Hanya SementaraFoto: CNBC Indonesia

Kini, The Fed nampak sudah lebih pasti dalam melakukan normalisasi suku bunganya. Pada tahun 2017, kenaikan suku bunga acuan benar dilakukan sebanyak 3 kali, sesuai dengan rencana.

Pelaku pasar saat ini menantikan proyeksi kenaikan suku bunga acuan yang baru dibawah kepemimpinan Jerome Powell (hal ini akan diumumkan pada pertemuan The Fed bulan ini). Jika kenaikan suku bunga tetap 3 kali seperti yang direncanakan pada akhir 2017, tekanan terhadap nilai tukar kemungkinan akan hilang.

Jika ternyata The Fed berniat menaikkan sebanyak 4 kali, rupiah bisa kembali tertekan, namun tidak untuk jangka waktu yang lama, mengingat the Fed kini sudah lebih pasti dalam mengeksekusi rencananya, sehingga ketidakpastian seperti yang terjadi pada tahun 2015 kecil kemungkinannya untuk terulang.

Kondisi apapun yang terjadi, nampaknya tekanan terhadap rupiah tidak akan berlangsung lama, seiring dengan kuatnya kondisi fundamental ekonomi Indonesia.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Artikel Selanjutnya

Dolar AS Dekati Rp 14.000, Indonesia Kehilangan Kepercayaan


(hps/hps)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading