Mungkinkah Dolar AS Kembali ke Rp 13.200/US$ - 13.300/US$?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
05 March 2018 11:46
Dibutuhkan gebrakan besar agar rupiah bisa mencapai level yang dianggap nyaman oleh BI, yaitu di antara Rp 13.200-13.300/US$.
Foto: Muhammad Luthfi Rahman
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih bergerak stagnan di kisaran Rp 13.700/US$. Dibutuhkan gebrakan besar agar rupiah bisa mencapai level yang dianggap nyaman oleh Bank Indonesia (BI), yaitu di antara Rp 13.200-13.300/US$. 

Pagi ini, rupiah masih cenderung bergerak melemah meski semakin terbatas. Pada Senin (5/3/2018) pukul 10.15 WIB, nilai tukar rupiah di pasar spot berada di Rp 13.748/US$. Melemah 0,09% dibanding posisi pembukaan pasar hari ini, tetapi menguat 0,05% ketimbang kala penutupan akhir pekan lalu. 

Mungkinkah Rupiah Capai Rp 13.200-13.300/US$?Reuters

Pelemahan rupiah sudah semakin terbatas. Pekan lalu, rupiah terkoreksi cukup tajam hingga menembus level Rp 13.800/US$. Ini merupakan depresiasi terdalam sejak pertengahan 2016.
 

Namun pada akhir pekan lalu, rupiah bergerak menguat dan semakin jauh meninggalkan batas psikologis Rp 13.800/US$. Salah satu penyebabnya adalah intervensi BI di pasar valas dan Surat Berharga Negara (SBN) sebagai upaya stabilisasi nilai tukar. 

Selain itu, akhir pekan lalu Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan bank sentral akan lebih nyaman bila rupiah berada di kisaran Rp 13.200-13.300/US$. Menurutnya, rupiah di kisaran Rp 13.800/US$ sudah terlalu overshoot, tidak mencerminkan fundamental perekonomian nasional. 


Meski cenderung menguat sejak akhir pekan lalu, tetapi rupiah masih cukup jauh dari level nyaman yang disebut oleh Mirza. Dibutuhkan gebrakan yang signifikan untuk mendatangkan aliran modal lebih besar lagi agar bisa menyokong apresiasi rupiah. 

Dari pasar keuangan, aliran modal asing justru sedang seret. Sejak awal 2018 sampai 2 Maret, investor asing membukukan jual bersih yang mencapai Rp 9,93 triliun di pasar saham.  

Sementara di pasar SBN, memang ada pertumbuhan aliran modal asing sebesar Rp 10,62 triliun (1,27%) dari awal tahun sampai 1 Maret. Namun sejak Februari, sebenarnya kepemilikan asing di SBN cenderung menurun yang menandakan ada aliran dana asing keluar dari pasar obligasi pemerintah. 

Mungkinkah Rupiah Capai Rp 13.200-13.300/US$?DJPPR Kemenkeu

Apalagi pelaku pasar berekspektasi The Federal Reserve/The Fed akan menaikkan suku bunga acuan pada pertemuan bulan depan. Dengan posisi kebijakan moneter BI yang kemungkinan masih netral, kemungkinan suku bunga acuan dipertahankan tetap di 4,25% pada Rapat Dewan Gubernur (BI) bulan ini. Ini menyebabkan ada potensi arus modal keluar (capital outflow) dari pasar keuangan Indonesia, yang tentunya membebani rupiah.
 

Hal yang bisa menarik arus modal ke Indonesia adalah kenaikan peringkat (rating) surat utang. Fitch Ratings baru menaikkan peringkat Indonesia pada Desember 2017, dan kini pelaku pasar menantikan Moody's untuk melakukan langkah serupa. Kenaikan rating biasanya akan menyebabkan tingginya aliran modal masuk, dan ini akan membantu rupiah terapresiasi. 

Pada keterangan tertulis 6 Februari 2018, Moody's menyebutkan akan mempertimbangkan untuk menaikkan rating Indonesia ke Baa3 sementara penurunan rating sepertinya sulit terjadi mengingat outlook yang sudah positif. Namun kenaikan rating ini membutuhkan syarat Indonesia harus menunjukkan kemampuan untuk bertahan dari gejolak eksternal dan memperkuat kapasitas institusi. 

Sementara dari sisi sektor riil, penguatan rupiah bisa ditopang oleh ekspor dan investasi asing langsung atau foreign direct investment (FDI). Ekspor Indonesia kemungkinan mampu tumbuh tahun ini, seiring tren kenaikan harga komoditas yang masih berlanjut. Namun, perlu diingat impor juga sepertinya akan tumbuh lebih kencang dari ekspor karena pertumbuhan ekonomi yang lebih baik pada tahun ini. 

Indonesia punya penyakit yang belum bisa disembuhkan. Ketika laju pertumbuhan ekonomi terakselerasi, biasanya impor pun ikut melonjak. Hal ini terjadi karena industri dalam negeri belum mampu memenuhi peningkatan permintaan, terutama untuk bahan baku dan barang modal. 

Oleh karena itu, meski ekspor tumbuh tetapi impor sepertinya tumbuh lebih tinggi. Akibatnya adalah secara netto, neraca perdagangan mengalami defisit. Ini yang terjadi dalam dua bulan terakhir. Sepertinya kita tidak bisa mengharapkan aliran valas dari perdagangan luar negeri. 

Namun ada secercah harapan dari FDI. Sepertinya FDI akan tumbuh cukup solid pada tahun ini.

Gambaran itu bisa didapat dari impor bahan baku dan barang modal yang terus meningkat. Impor kedua kelompok barang tersebut akan tertransmisikan ke investasi dalam beberapa bulan kemudian.
 

Mungkinkah Rupiah Capai Rp 13.200-13.300/US$?BPS

Meski begitu, apakah rupiah bisa mencapai level yang diidamkan BI? Bank Dunia memperkirakan nilai tukar rupiah pada 2018 rata-rata di Rp 13.500/US$ sementara pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 mengasumsikan kurs berada di Rp 13.400/US$.
 

Sepertinya akan sulit mewujudkan nilai tukar rupiah yang nyaman di Rp 13.200-13.300/US$, setidaknya dalam waktu dekat. Namun ketika ketidakpastian ekonomi global sudah mereda dan Indonesia bisa menyembuhkan penyakit lonjakan impor, maka kita bisa berharap rupiah yang lebih perkasa.

TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/dru) Next Article Rupiah Loyo, Ini Curhatan Pengusaha

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular