
Dolar AS Masih Kehabisan 'Bensin'
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
26 February 2018 16:53

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat sepanjang hari ini. Dolar AS seakan kehabisan "bensin" setelah kekhawatiran mengenai kenaikan suku bunga acuan di Negeri Paman Sam yang agresif agak mereda.
Mengutip Reuters, pada Senin (26/2/2018) pukul 16.00 WIB nilai tukar rupiah di pasar spot tercatat sebesar Rp 13.655/dolar AS. Menguat 0,04% dibandingkan posisi pembukaan pasar dan 0,07% dibandingkan penutupan hari sebelumnya.
Dolar AS sedang kehilangan pijakannya. Greenback membutuhkan kenaikan suku bunga acuan untuk terapresiasi. Kenaikan suku bunga acuan akan menjangkar inflasi mata uang ini sehingga nilainya meningkat.
Pasar pun sudah mencium gelagat The Federal Reserve/The Fed akan agresif dalam menaikkan suku bunga, seiring dengan laju inflasi yang semakin kencang dan membaiknya kondisi ketenagakerjaan AS. Kenaikan suku bunga yang diperkirakan tiga kali pada tahun ini digadang-gadang bisa lebih dari itu.
Pembacaan tersebut muncul setelah William Dudley, Presiden The Fed New York, pada awal Februari lalu menyatakan pemulihan ekonomi AS semakin nyata. Kebijakan moneter akomodatif pun bukan lagi menjadi pilihan bagi The Fed.
"Kita mengalami pertumbuhan ekonomi yang di atas tren dan pasar keuangan cukup kuat. Bila situasi seperti ini masih berlanjut, maka saya akan mendukung untuk mengakhiri kebijakan moneter akomodatif. Kalau ekonomi semakin kuat sepanjang tahun ini, apakah (kenaikan suku bunga) tiga kali itu bisa lebih? Mungkin saja," papar Dudley.
Momentum ini menjadi energi penguatan greenback. Namun hal itu tidak bertahan lama. Pada 22 Februari, Presiden The Fed St Louis James Bullard menyebutkan kenaikan suku bunga yang agresif justru akan membuat kebijakan The Fed menjadi terbatas. Oleh karena itu, Bullard memperkirakan kenaikan suku bunga acuan tahun ini tidak akan mencapai 120 basis poin.
Meski begitu, Bullard tetap menegaskan bahwa sikap (stance) kebijakan moneter The Fed tetap bias ke arah pengetatan. Kecil peluang untuk kebijakan moneter netral.
Setelah pernyataan Bullard sampai saat ini, dolar AS masih kehabisan "bensin" untuk menguat. Oleh karena itu, harapan penguatan dolar AS dalam jangka pendek ada di pidato sang gubernur baru, Jerome Powell.
Pengganti Janet Yellen tersebut dijadwalkan berpidato di depan Kongres AS pada Selasa waktu setempat. Pasar akan mencermati segala hal yang keluar dari mulut Powell, utamanya terkait ekspektasi inflasi dan kebijakan moneter ke depan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Rupiah Loyo, Ini Curhatan Pengusaha
Mengutip Reuters, pada Senin (26/2/2018) pukul 16.00 WIB nilai tukar rupiah di pasar spot tercatat sebesar Rp 13.655/dolar AS. Menguat 0,04% dibandingkan posisi pembukaan pasar dan 0,07% dibandingkan penutupan hari sebelumnya.
![]() |
Pembacaan tersebut muncul setelah William Dudley, Presiden The Fed New York, pada awal Februari lalu menyatakan pemulihan ekonomi AS semakin nyata. Kebijakan moneter akomodatif pun bukan lagi menjadi pilihan bagi The Fed.
"Kita mengalami pertumbuhan ekonomi yang di atas tren dan pasar keuangan cukup kuat. Bila situasi seperti ini masih berlanjut, maka saya akan mendukung untuk mengakhiri kebijakan moneter akomodatif. Kalau ekonomi semakin kuat sepanjang tahun ini, apakah (kenaikan suku bunga) tiga kali itu bisa lebih? Mungkin saja," papar Dudley.
Momentum ini menjadi energi penguatan greenback. Namun hal itu tidak bertahan lama. Pada 22 Februari, Presiden The Fed St Louis James Bullard menyebutkan kenaikan suku bunga yang agresif justru akan membuat kebijakan The Fed menjadi terbatas. Oleh karena itu, Bullard memperkirakan kenaikan suku bunga acuan tahun ini tidak akan mencapai 120 basis poin.
Meski begitu, Bullard tetap menegaskan bahwa sikap (stance) kebijakan moneter The Fed tetap bias ke arah pengetatan. Kecil peluang untuk kebijakan moneter netral.
Setelah pernyataan Bullard sampai saat ini, dolar AS masih kehabisan "bensin" untuk menguat. Oleh karena itu, harapan penguatan dolar AS dalam jangka pendek ada di pidato sang gubernur baru, Jerome Powell.
Pengganti Janet Yellen tersebut dijadwalkan berpidato di depan Kongres AS pada Selasa waktu setempat. Pasar akan mencermati segala hal yang keluar dari mulut Powell, utamanya terkait ekspektasi inflasi dan kebijakan moneter ke depan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Rupiah Loyo, Ini Curhatan Pengusaha
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular