
Keputusan FELDA Akuisisi BWPT Dikritik IPOM
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
22 February 2018 15:36

Jakarta, CNBC Indonesia - Investasi yang dilakukan FIC Properties Sdn Bhd (FICP), anak usaha Federal Land Development Authority (FELDA) milik Malaysia pada PT Eagle High Plantation Tbk (BWPT) mendapatkan kritik keras dari International Palm Oil Monitor (IPOM).
Berdasarkan laporan akusisi BWPT yang disusun oleh KPMG, IPOM menjelaskan sejumlah kekhawatiran dan ketidaklayakan dalam investasi tersebut, di antaranya masalah arus kas, harga akuisisi yang terlampau tinggi, ketidaksesuaian dengan regulasi, dan nilai pinjaman serta pembayaran pinjaman ke bank yang berlebihan.
Seperti diketahui sebelumnya, FELDA melalui FIC Properties Sdn Bhd telah mengakuisisi 37% saham dari PT Eagle High Plantation Tbk dari pemilik Rajawali Group, Peter Sondakh, pada April 2017. Proses akuisisi tercatat memakan waktu sekitar 4 bulan setelah sale purchase agreement (SPA) yang ditandatangani kedua belah pihak pada 23 Desember 2016.
Aksi itu tercatat sebagai investasi langsung/foreign direct investment (FDI), dan diklaim sebagai FDI terbesar ketiga pada tahun 2017. Nilai akuisisi diperkirakan mencapai US$ 500 juta, yang berarti sekitar Rp 580 per saham. Jumlah tersebut dikritik sejumlah pengamat akibat harga yang terlalu tinggi (premium 95%), dibandingkan harga saham pada penutupan perdagangan di saat proses akuisisi dilakukan.
IPOM mengkritisi hampir setahun setelah proses akuisisi terlaksana, saham BWPT diperdagangkan di kisaran Rp 204 per saham, kurang dari setengah dari harga pembelian FELDA. IPOM menyatakan bahwa FELDA merugi hingga US$ 300 juta. Saat ini, kapitalisasi pasar BWPT kurang dari US$ 420 juta, yang berarti 37% bagian FELDA hanya bernilai US$ 155,4 juta, kurang dari sepertiga uang yang dikeluarkan saat akuisisi.
Berdasarkan kajian Tim Riset CNBC Indonesia, saham BWPT malah cenderung melemah setelah proses akuisisi FELDA pada bulan April 2017. Pada penutupan perdagangan Kamis (21/2) harga saham BWPT tercatat sebesar Rp 222 per saham, atau sudah melemah 32,32% secara year on year (YoY).
Sebagai tambahan, IPOM menyatakan bahwa PT Eagle High Plantation Tbk mencatatkan kerugian dalam beberapa tahun terakhir. Pemicu utama kerugian tersebut adalah munculnya regulasi yang dikeluarkan European Union (EU) yang mengharuskan minyak kelapa sawit yang diimpor oleh EU harus datang dari sumber yang berkelanjutan, pada April 2017.
Hal ini menjadi hambatan utama bagi PT Eagle High Plantation Tbk, yang masih memberlakukan praktik industri sawit yang tidak berkelanjutan, mengingat kurangnya sertifikasi RSPO dan ISPO yang didokumentasikan oleh perusahaan tersebut. Tanpa perbaikan yang mumpuni, IPOM menyangsikan pendapatan perusahaan akan meningkat dalam beberapa tahun ke depan.
Tim Riset CNBC Indonesia juga turut menambahkan bahwa penurunan harga minyak sawit mentah (CPO) sebesar 22,88% dalam setahun terakhir juga turut mendorong penurunan saham BWPT.
(hps) Next Article Harga CPO Anjlok, Emiten Ini Akuisisi 2 Kebun Sawit Rp 306 M
Berdasarkan laporan akusisi BWPT yang disusun oleh KPMG, IPOM menjelaskan sejumlah kekhawatiran dan ketidaklayakan dalam investasi tersebut, di antaranya masalah arus kas, harga akuisisi yang terlampau tinggi, ketidaksesuaian dengan regulasi, dan nilai pinjaman serta pembayaran pinjaman ke bank yang berlebihan.
Seperti diketahui sebelumnya, FELDA melalui FIC Properties Sdn Bhd telah mengakuisisi 37% saham dari PT Eagle High Plantation Tbk dari pemilik Rajawali Group, Peter Sondakh, pada April 2017. Proses akuisisi tercatat memakan waktu sekitar 4 bulan setelah sale purchase agreement (SPA) yang ditandatangani kedua belah pihak pada 23 Desember 2016.
IPOM mengkritisi hampir setahun setelah proses akuisisi terlaksana, saham BWPT diperdagangkan di kisaran Rp 204 per saham, kurang dari setengah dari harga pembelian FELDA. IPOM menyatakan bahwa FELDA merugi hingga US$ 300 juta. Saat ini, kapitalisasi pasar BWPT kurang dari US$ 420 juta, yang berarti 37% bagian FELDA hanya bernilai US$ 155,4 juta, kurang dari sepertiga uang yang dikeluarkan saat akuisisi.
Berdasarkan kajian Tim Riset CNBC Indonesia, saham BWPT malah cenderung melemah setelah proses akuisisi FELDA pada bulan April 2017. Pada penutupan perdagangan Kamis (21/2) harga saham BWPT tercatat sebesar Rp 222 per saham, atau sudah melemah 32,32% secara year on year (YoY).
Sebagai tambahan, IPOM menyatakan bahwa PT Eagle High Plantation Tbk mencatatkan kerugian dalam beberapa tahun terakhir. Pemicu utama kerugian tersebut adalah munculnya regulasi yang dikeluarkan European Union (EU) yang mengharuskan minyak kelapa sawit yang diimpor oleh EU harus datang dari sumber yang berkelanjutan, pada April 2017.
Hal ini menjadi hambatan utama bagi PT Eagle High Plantation Tbk, yang masih memberlakukan praktik industri sawit yang tidak berkelanjutan, mengingat kurangnya sertifikasi RSPO dan ISPO yang didokumentasikan oleh perusahaan tersebut. Tanpa perbaikan yang mumpuni, IPOM menyangsikan pendapatan perusahaan akan meningkat dalam beberapa tahun ke depan.
Tim Riset CNBC Indonesia juga turut menambahkan bahwa penurunan harga minyak sawit mentah (CPO) sebesar 22,88% dalam setahun terakhir juga turut mendorong penurunan saham BWPT.
(hps) Next Article Harga CPO Anjlok, Emiten Ini Akuisisi 2 Kebun Sawit Rp 306 M
Most Popular