Ini Alasan Bank Asal Korsel Minati Bank di Indonesia

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
06 February 2018 21:30
Ini Alasan Bank Asal Korsel Minati Bank di Indonesia
Foto: Istimewa
Jakarta- CNBC Indonesia - IHSG tekoreksi sampai 1,69% pada perdagangan kemarin, Selasa (06/02). Tercatat, hanya 57 saham dari total 571 saham yang mampu membukukan penguatan. Saham PT Bank Agris Tbk merupakan salah satunya: sampai dengan penutupan perdagangan, saham emiten berkode AGRS ini meroket 24,65% menjadi Rp 354/unit.

Penguatan saham AGRS didorong oleh rencana akuisisi yang akan dilakukan oleh Industrial Bank of Korea terhadap perusahaan. Melansir keterbukaan informasi yang disampaikan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) kemarin, bank asal Korea Selatan tersebut akan mengambil alih saham AGRS sebesar 87,34% dari seluruh modal saham yang ditempatkan dan disetor penuh; Industrial Bank of Korea lantas akan menjadi pemegang saham mayoritas pasca aksi korporasi ini selesai dilaksanakan.

Lantas, apa yang melatarbelakangi bank terbesar ke-7 di Korea Selatan tersebut untuk menyasar bank kecil di Indonesia?

Terbatasnya pertumbuhan kredit

Per November 2017, pertumbuhan penyaluran kredit di Korea Selatan tercatat sebesar 4,8% YoY, sama dengan capaian bulan sebelumnya. Secara rata-rata dalam rentang Desember 2002-November 2017, pertumbuhannya adalah sebesar 6,1%.


Angka ini tentu jauh berbeda dengan Indonesia. Pada tahun 2017, pertumbuhan kredit tercatat sebesar 8,35% YoY, naik dari capaian 2016 yang sebesar 7,9% YoY. Secara rata-rata dalam 3 tahun terakhir, rata-rata pertumbuhannya adalah sebesar 9% per tahun.
Foto: CNBC Indonesia

Lemahnya penyaluran kredit di negeri ginseng ini tidak lain disebabkan oleh relatif rendahnya pertumbuhan ekonomi Korea Selatan jika dibandingkan dengan Indonesia. Pada tahun 2016, ekonomi Korea Selatan mencatatkan pertumbuhan sebesar 2,83%, jauh dibawah capaian Indonesia yang sebesar 5,03%.

Hal ini menjadi wajar sebenarnya, mengingat Korea Selatan adalah sebuah dengan maju dengan PDB per kapita mencapai US$ 27.538, sementara Indonesia merupakan negara berkembang yang PDB per kapitanya hanya sebesar US$ 3.570.
Namun tetap saja, bagi sebuah bisnis yang mengandalkan pertumbuhan penjualan (dalam hal ini kredit) untuk dapat terus meningkatkan nilai tambah bagi para pemegang sahamnya, pertumbuhan ekonomi yang pesat di negara berkembang seperti Indonesia menjadi daya tarik yang tak terkalahkan. Terlebih, Indonesia saat ini belum mencapai potensi terbaiknya yakni pertumbuhan ekonomi yang diprediksi bisa menembus angka 6%.
Foto: CNBC Indonesia

Selain mengandalkan penyaluran kredit, profitabilitas sebuah bank akan sangat ditentukan oleh net interest margin (NIM) yang perhitungannya di dapat dari hasil pengurangan antara suku bunga kredit dengan suku bunga dana pihak ketiga (DPK); semakin besar NIM, maka akan semakin besar pula keuntungan yang diraup oleh bank.

Permasalahannya, NIM di Korea Selatan terbilang sangat tipis jika dibandingkan dengan Indonesia. Pada kuartal 1, NIM perbankan disana tercatat hanya sebesar 1,58%, sementara NIM di Indonesia mencapai 5,31% (per November 2017). Walaupun turun dari posisi akhir 2016 yang sebesar 5,63%, nilainya masih 3 kali lipat jika dibandingkan dengan Korea Selatan.

Rendahnya NIM tidak lepas dari rendahnya suku bunga acuan yang ditetapkan oleh bank sentral. Posisi terakhir, suku bunga acuan Korea Selatan ditetapkan di level 1,5%, jauh dibawah Indonesia yang sebesar 4,25%.

Akibat dari rendahnya suku bunga acuan, bank-bank di Korea pun menetapkan suku bunga kredit yang rendah. Namun di sisi lain, mereka memiliki keterbatasan dalam memotong suku bunga simpanan. Ada kekhawatiran nasabah akan memindahkan dananya ke tempat lain jika bank memotong suku bunga simpanan. Menipisnya NIM pun menjadi tak terhindarkan.
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular