AS Kembali 'Shutdown'

Dampak Pemerintahan AS Tutup Bagi Indonesia

Anthony Kevin & Monica Wareza, CNBC Indonesia
20 January 2018 19:07
Analis memperkirkan hal ini tidak akan berdampak pada pasar modal Indonesia selama peristiwa ini tidak direspon negatif oleh pelaku pasar Amerika.
Foto: CNBC Internasional
  • Sejauh pasar modal Amerika tak merespon negatif maka tak akan berimbas negatif pada pasar modal dalam negeri.
  • Dolar AS cenderung melemah terhadap mata uang negara lainnya, Rupiah diuntungkan.

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Amerika Serikat untuk sementara tutup (shutdown) akibat tidak adanya kesepakatan anggaran. Analis memperkirkan hal ini tidak akan berdampak pada pasar modal Indonesia selama peristiwa ini tidak direspon negatif oleh pelaku pasar Amerika. Namun justru membuat nilai tukar Rupiah semakin kuat.

Head of Research Binaartha Parama Sekuritas Reza Priyambada mengatakan kondisi yang dilalui oleh Amerika Serikat saat ini cukup berbeda. Pasalnya saat pemerintahan dinyatakan ditutup pada pukul 12 malam waktu setempat, sebelumnya Wall Street justru ditutup menguat.

"Sekarang kondisinya berbeda walau ada kekhawatiran shutdown tapi begitu shutdown marketnya malah positif karena melihat mengesampingkan itu," kata Reza saat dihubungi CNBC Indonesia, Sabtu (20/1/2018).

Menurut dia, sejauh pasar modal Amerika tak merespon negatif keputusan penutupan pemerintahan tersebut maka juga tak akan berimbas negatif pada pasar modal dalam negeri.

Adapun jika terjadi koreksi pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merupakan efek yang disebabkan oleh adanya aksi ambil untung (profit taking) oleh pelaku pasar, bukan dampak dari apa yang terjadi di Amerika saat ini.

Sebelum terjadi shutdown pemerintahan di negeri Paman Sam tersebut, bursa saham Amerika justru ditutup di 13.384,46 poin atau menguat 0,51%. Adapun Nasdaq dan S&P justru memecahkan level barunya, Nasdaq ditutup di 6.834,33 poin atau menguat 0,34% dan S&P ditutup di 2.810,3 menguat 0,44%.

Shutdown pemerintahan ini terjadi menyusul gagalnya Kongres Amerika Serikat untuk mencapai kesepakatan pencairan anggaran Presiden Donald Trump.

Berkaca dari shutdown sebelumnya yang berlangsung selama 16 hari pada 1 Oktober-16 Oktober 2013, tiga indeks utama pasar saham AS justru ditutup menguat, walaupun sempat terkoreksi. Indeks Dow Jones, S&P 500 dan Nasdaq naik masing-masing sebesar 1,6%, 2,4% dan 2%.

Sementara itu, IHSG juga menguat pada periode tersebut yakni sebesar 4%.

Menguatnya pasar saham pada saat shutdown disebabkan oleh giatnya usaha kongres dalam mengejar kesepakatan, sehingga tekanan terhadap pasar saham hanya berlangsung sementara. Selain itu, pelaku pasar juga optimis bahwa shutdown tidak akan berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Sepanjang sejarah AS, tercatat shutdown tidak pernah melebihi 22 hari.

Peneliti INDEF, Bhima Yudistira mengatakan dampak terjadinya shutdown secara temporer sangat minim ke nilai tukar rupiah. Proyeksi rupiah masih berada dalam rentang yang terkendali di kisaran Rp 13.350/US$ - Rp 13.400/US$ ketika terjadi shutdown.

"Hal ini disebabkan pada masa shutdown, dolar AS cenderung melemah terhadap mata uang negara lainnya. Terjadinya shutdown menyebabkan prospek pemulihan ekonomi AS bisa terganggu. Dalam posisi ini justru Rupiah akan diuntungkan," katanya.

Ia menambahkan, IHSG pun masih tetap positif diangka 6.490-6.500, didorong oleh sentimen investor dalam negeri terhadap prospek pemulihan ekonomi Indonesia.
(dru/dru) Next Article Tutupnya Pemerintahan AS Mungkin Hanya Langkah Politik Trump

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular