Saham Bank Diburu Investor Asing Awal Tahun

Monica Wareza & Anthony Kevin & Shuliya Ratanavara, CNBC Indonesia
18 January 2018 13:08
Saham-saham perbankan selalu masuk dalam jajaran 5 besar saham yang dikoleksi oleh investor asing setiap harinya.
Foto: Muhammad Luthfi Rahman
  • Pada 2017, indeks sektor jasa keuangan mencatatkan kenaikan sebesar 41%, tertinggi dibandingkan sembilan indeks sektor saham lainnya.

  • Satu hal yang perlu diperhatikan adalah kuatnya performa bank lebih didorong oleh pengembalian pencadangan untuk kredit bermasalah dan bukan oleh kencangnya penyaluran kredit.

Jakarta, CNBC Indonesia
- Sektor perbankan menjadi primadona bagi investor asing sejak awal 2018. CNBC Indonesia mencatat, saham-saham perbankan selalu masuk dalam jajaran 5 besar saham yang dikoleksi oleh investor asing setiap harinya.

Akhir pekan lalu, investor asing tercatat membukukan net buy pada saham berkode BMRI sebesar Rp 179 miliar dan BBCA sebesar Rp 61 miliar. Sehari sebelumnya, asing juga tercatat melakukan net buy pada saham BMRI sebesar Rp 226,04 miliar, BBCA sebesar Rp 157,86 miliar, dan BBTN tercatat sebesar Rp 29,51 miliar.

Pada 2017, indeks sektor jasa keuangan mencatatkan kenaikan sebesar 41%, tertinggi dibandingkan sembilan indeks sektor saham lainnya. Kinerja siginifikan indek sektor ini ditopang oleh penguatan saham-saham perbankan.

Performa fundemental perbankan yang didorong oleh positifnya kinerja emiten-emiten di sektor tersebut. Per Oktober 2017, laba tahun berjalan sebelum pajak perbankan Indonesia mencatatkan kenaikan sebesar 14,5% YoY, lebih tinggi dari capaian periode yang sama tahun sebelumnya di angka 11,5% YoY.

Satu hal yang perlu diperhatikan adalah kuatnya performa bank lebih didorong oleh pengembalian pencadangan untuk kredit bermasalah dan bukan oleh kencangnya penyaluran kredit.

Pada tahun 2016, rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) melonjak tajam sampai titik tertingginya di angka 3,22% pada bulan Agustus, di mana ini merupakan level tertinggi sejak maret 2010 (3,36%). Berbagai faktor menjadi penyebab melonjaknya rasio kredit macet, seperti perlambatan ekonomi, anjloknya harga komoditas, hingga pelemahan rupiah.
Saham Bank Diburu Investor Asing Awal TahunFoto: Anthony Kevin
Naiknya NPL lantas mendorong bank-bank untuk meningkatkan pencadangan kredit bermasalah. Mengutip data dari Statistik Perbankan Indonesia yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pencadangan untuk kredit bermasalah naik sebesar 51% pada 2016 menjadi Rp 146,62 triliun.
Saham Bank Diburu Investor Asing Awal TahunFoto: Anthony Kevin

Memasuki 2017, penghapusbukuan kredit bermasalah membuat sebagian porsi pencadangan tersebut diakui sebagai keuntungan (hal ini dimungkinkan karena rasio pencadangan terhadap kredit bermasalah melebihi 100%).

Hal ini tentu menjadi berita yang kurang baik, karena naiknya laba bersih bank bukan berasal dari kegiatan utamanya yakni penyaluran kredit. Per November 2017, pertumbuhan penyaluran kredit tercatat sebesar 7,47% YoY, lebih rendah dibandingkan capian periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 8,5% YoY.

Lebih Optimistis
Memasuki 2018, berbagai hal diharapkan bisa menopang penyaluran kredit. Pertama, pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Pemerintah mematok target pertumbuhan ekonomi di angka 5,4% pada tahun ini, jauh lebih baik dibandingkan proyeksi capaian tahun lalu di angka 5.05%.

Kedua, turunnya suku bunga kredit. Terhitung sejak Bank Indonesia (BI) aktif memangkas suku bunga acuan sepanjang 2016-2017, bank-bank telah menurunkan suku bunga dasar kredit (SBDK).
Saham Bank Diburu Investor Asing Awal TahunFoto: Anthony Kevin

Ketiga, turunnya rasio NPL. Per Oktober 2017, rasio NPL tercatat di level 2,96%, turun dari titik tertingginya pada Agustus 2016 di angka 3,22%. Penurunan NPL ini pada akhirnya mengurangi beban pencadangan yang wajib dialokasikan oleh perbankan.

Keempat, loan to funding ratio (LFR) yang masih longgar. Per Oktober 2017, LFR tercatat berada di angka 87%, lebih rendah dibandingkan akhir 2016 yang sebesar 89%, serta masih jauh dibawah batas atas yang ditetapkan BI sebesar 92%.
Saham Bank Diburu Investor Asing Awal TahunFoto: Anthony Kevin
Kelima, potensi kembali dinaikannya peringkat surat utang Indonesia oleh lembaga pemeringkat. Direktur Investa Sarana Mandiri Hans Kwee menyatakan tidak menutup kemungkinan Indonesia akan kembali mendapatkan perbaikan peringkat. Menurutnya, hal ini dapat memicu penurunan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia. Kemungkinan penurunan suku bunga ini dapat memberikan sentimen positif terhadap sektor perbankan. “Kalau suku bunga rendah, sektor properti pun sepertinya bisa mulai tumbuh tahun ini,” jelas Hans kepada CNBC Indonesia.

Lima hal di atas berpotensi menghasilkan penyaluran kredit yang lebih kencang. BI dan OJK bahkan kompak memproyeksikan penyaluran kredit akan tumbuh sebesar dua digit yakni pada rentang 10-12%, lebih baik dari capaian tahun lalu yang dilansir BI hanya berada di angka 8,1%.

Pelaku pasar lainnya pun kompak menyuarakan optimismenya terhadap sektor perbankan. Head of Research Majoris Asset Management Yekti Dewanti mengungkapkan pertumbuhan penyaluran kredit diyakini akan lebih baik dari tahun lalu. “Kalau kita lihat tahun ini sektor perbankan harusnya dr sisi fundamental untuk loan growth sudah lebih baik dibanding tahun lalu karena tahun lalu pertumbuhannya melambat karena mereka masih khawatir mengucurkan kredit. Masih warning ke beberapa sektor. Jadi mereka masih selected growth loannya untuk menjaga kualitas kreditnya”, papar Yekti kepada CNBC Indonesia.

Lebih lanjut, Yekti juga mengungkapkan bahwa NPL sudah mencapai puncaknya tahun lalu, sehingga diproyeksi tidak akan melonjak signifikan pada tahun ini. “NPL sudah peak tahun lalu jadi semenjak semester 2 sudah mulai turun. Maka tahun ini pun harusnya NPL masih bagus”, lanjut Yekti.

Secara valuasi, Head of Research Paramitra Alfa Sekuritas Kevin Juido Hutabarat mengungkapkan bahwa Bank Negara Indonesia (BBNI) dan Bank Tabungan Negara (BBTN) merupakan saham yang layak diperhatikan pada tahun ini, mengingat price earning ratio (PER) yang masih relatif murah. “BBNI saja PEnya masih 13 terus BBTN 14 jadi mungkin saham yang memang dicermati tahun ini dua ini kalau menurut saya. Kalau BMRI, BBCA, dan BBRI masih cukup oke tapi saya belum liat secara indikator, tapi kalau saya liat PE ya masih yang dua ini.”, terang Kevin ketika dihubungi CNBC Indonesia.

Namun, tidak semua pelaku pasar setuju bahwa sektor perbankan masih menarik tahun ini. Menurut Wisnu Karto, Manajer Investasi dari BNI Asset Management, valuasi yang sudah mahal membuat sektor perbankan kurang atraktif pada tahun 2018. “Keuangan masih cukup menarik cuma valuasinya sudah cukup mahal, jadi kita tempatkan keuangan di netral sampai positif”, jelas Wisnu.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(hps) Next Article Investor Asing Lanjut Lepas Saham Bank Buku IV

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular