Tips Wisata Aman di Tengah Risiko Cuaca Ekstrem Saat Nataru
Jakarta, CNBC Indonesia - Cuaca ekstrem yang belakangan kerap terjadi menjadi tantangan tersendiri bagi masyarakat yang berencana berwisata saat libur Natal dan Tahun Baru (Nataru). Tanpa perencanaan matang, perjalanan liburan berisiko berubah menjadi pengalaman yang tidak aman.
Dosen D4 Destinasi Pariwisata Fakultas Vokasi Universitas Airlangga (UNAIR), Novianto Edi Suharno menekankan, keselamatan harus menjadi prioritas utama, bahkan jika itu berarti menunda rencana liburan.
"Prinsip utamanya adalah mengutamakan keselamatan, bukan rencana perjalanannya. Destinasi wisata masih bisa dikunjungi di lain waktu atau bulan berikutnya," ujarnya seperti dikutip dari website resmi UNAIR, Selasa (16/12/2025).
Novianto menekankan pentingnya perencanaan matang sebelum berangkat, terutama dengan memantau informasi cuaca terkini dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), khususnya di wilayah tujuan wisata. Pemilihan moda transportasi juga perlu disesuaikan dengan kondisi dan karakter destinasi.
Moda transportasi yang relatif aman lebih disarankan, sementara penggunaan kendaraan pribadi perlu memperhatikan jenis medan yang akan dilalui.
"Kalau ke daerah pegunungan, jangan menggunakan kendaraan yang tidak sesuai, seperti sedan. Pilih moda transportasi yang aman dan sesuai dengan medan," jelasnya.
Dari sisi akomodasi, ia menyarankan wisatawan memilih penginapan dengan kebijakan pembatalan dan pengembalian dana yang fleksibel. Dengan cuaca yang sulit diprediksi, sistem pemesanan mendekati hari keberangkatan atau last minute booking dinilai lebih aman.
"Dengan begitu, kita bisa menyesuaikan rencana perjalanan setelah kondisi cuaca benar-benar jelas," tambahnya.
Pilih Destinasi yang Lebih Aman
Dalam kondisi cuaca ekstrem, Novianto menyarankan wisatawan mempertimbangkan destinasi indoor yang relatif lebih aman dan minim risiko, seperti museum, pusat perbelanjaan, galeri seni, atau pertunjukan dalam ruangan. Sementara itu, untuk wisata alam, ia menekankan pentingnya memilih destinasi yang memiliki pengelolaan konservasi dan tata kelola yang baik.
"Pastikan destinasi alam tersebut memiliki infrastruktur yang memadai, jalur evakuasi yang jelas, serta sistem peringatan dini terhadap potensi bencana," ujarnya.
Bagi wisatawan yang terlanjur berada di lokasi wisata saat cuaca memburuk, pemahaman terhadap protokol keselamatan menjadi hal krusial. Novianto mengingatkan agar wisatawan mengenali titik-titik evakuasi dan tidak memaksakan aktivitas jika kondisi tidak memungkinkan.
"Jika berada di gunung dan terjadi badai, protokol utamanya adalah menghentikan pendakian. Keselamatan harus selalu didahulukan," katanya.
Novianto mengingatkan masyarakat untuk tidak menjadikan pengalaman masa lalu sebagai patokan mutlak dalam berwisata alam. Menurutnya, kondisi alam bersifat dinamis dan sulit diprediksi.
"Jangan memaksakan aktivitas outdoor hanya karena merasa sudah berpengalaman. Alam itu tidak bisa ditebak. Literasi terhadap cuaca harus diperkuat dan komunikasi dengan pengelola destinasi perlu terus dibangun," katanya.
(hsy/hsy)