MARKET DATA

Berapa Batas Aman Makan Mi Instan? Ini Rekomendasi Dokter

Fergi Nadira,  CNBC Indonesia
04 December 2025 17:05
Ilustrasi Mi Instan (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi Mi Instan (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Mi instan memang jadi makanan favorit banyak orang. Selain rasanya yang gurih dan mudah dibuat, hidangan ini sering jadi penyelamat untuk mahasiswa, pekerja kantoran, hingga siapa pun yang ingin makan cepat tanpa repot.

Tapi kenyamanan itu punya konsekuensi. Seorang dokter ortopedi asal Mumbai, Dr Manan Vora mengingatkan, konsumsi mi instan yang berlebihan dapat berdampak buruk pada kesehatan. Melalui video di Instagram pada 1 Desember 2025, ia menegaskan, mengkonsumsi mi instan sesekali tidak masalah, tetapi menjadikannya makanan sehari-hari dapat merusak kesehatan dalam jangka panjang.

"Makan mi instan sekali-sekali tidak akan merusak kesehatan, tapi kalau mengandalkannya setiap hari, dampaknya akan terasa. Beralihlah ke makanan asli. Lindungi usus, energi, dan kesehatan jangka panjangmu," ujar Dr Vora dikutip dari Hindustan Times, Kamis (4/12/205). "Mi instan bukan instant comfort, tapi instant damage," imbuhnya.

Menurut Dr Vora, banyak orang sudah mengetahui mi instan termasuk makanan ultra-proses. Namun, ia menilai risikonya justru meningkat karena semakin banyak produk pedas ekstrem seperti Buldak ramen yang sedang digandrungi Gen Z.

Dr Vora menyebut ada tiga "tanda merah" yang umumnya ditemukan di hampir semua mi instan dan membuatnya berbahaya bila dikonsumsi terlalu sering.

1. TBHQ: Pengawet sintetis yang memicu stres oksidatif
Salah satu bahan yang disorot adalah TBHQ (Tertiary Butylhydroquinone), pengawet sintetis yang digunakan untuk memperpanjang umur simpan produk olahan. Menurut Dr Vora, TBHQ adalah antioksidan buatan. Bahan itu menjaga minyak dan lemak agar tidak cepat tengik, dan dapat memicu stres oksidatif bila dikonsumsi sering hingga memberi beban tambahan pada tubuh.

2. Cangkir polistirena yang melepas mikroplastik
Banyak produk cup noodles menggunakan kemasan polystyrene, sejenis plastik sintetis. Ketika air panas dituangkan, risiko pelepasan mikroplastik meningkat.

"Begitu kamu menambahkan air panas, mikroplastik bisa keluar dan masuk ke tubuh. Ini meningkatkan peradangan dan mengiritasi usus seiring Waktu," kata dr, Vora.

Paparan mikroplastik telah dikaitkan dengan berbagai gangguan kesehatan pada sejumlah studi.

3. Pewarna, perisa sintetis, dan MSG yang picu keinginan makan
Dr Vora juga menyoroti tingginya kandungan pewarna buatan, perisa sintetis, serta MSG (monosodium glutamate), yang semuanya membuat mi instan terasa lebih gurih dan adiktif.

"Ini formulasi ultra-proses yang membuat rasanya lebih kuat, meningkatkan craving, dan dibuat untuk bertahan lama di rak," ujarnya.

Meski mi instan masih aman sesekali, Dr Vora menekankan, menjadikannya makanan utama dapat menyebabkan peradangan kronis, gangguan pencernaan, penumpukan stres oksidatif, hingga ketidakseimbangan nutrisi.

Sementara itu, dokter asal Surabaya, dr. Sungadi Santoso atau dr. Sung, yang juga sering mengedukasi masyarakat soal makanan harian, mengungkap mi instan yang terdaftar di BPOM sudah melalui uji keamanan, termasuk pengawet natrium benzoat dan pewarna tartrazine yang sebenarnya masih aman bila dikonsumsi pada batas wajar. Namun, masalah utama justru muncul ketika seseorang makan mi instan setiap hari, bahkan beberapa kali sehari.

Dr. Sung menjelaskan, mi instan hanya tinggi karbohidrat dan lemak, tetapi minim protein, vitamin, mineral, dan fitonutrien. Jika dijadikan menu harian tanpa tambahan gizi lain, tubuh lama-kelamaan dapat mengalami defisiensi nutrisi, seperti kekurangan zat besi, kalsium, hingga vitamin penting.

"Kondisi ini dapat membuat seseorang mudah lelah, mengantuk, sulit berkonsentrasi, dan rentan sakit," kata dr. Sung dikutip dari edukasi sehat di akun YouTube SB30 Health. 

Ia juga menyoroti kandungan garam yang sangat tinggi dalam bumbu mi instan. Jika dikonsumsi terus-menerus, asupan garam berlebih dapat memicu tekanan darah tinggi dan gangguan lain.

"Awalnya tubuh bisa beradaptasi, tapi lama-kelamaan pengawet dan pewarna yang semestinya bisa dinetralisir jadi menumpuk. Berat badan naik, risiko obesitas meningkat, dan muncul penyakit degeneratif lainnya," jelasnya.

(hsy/hsy)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Terbukti Ilmiah, Tertawa Seperti Ini Bisa Berujung Kematian


Most Popular